Mengungkap Penumpang Gelap APBK Pidie Jaya, Musrenbang Isapan Jempol Belaka
Foto : Dok.google images | LIPUTAN GAMPONG NEWS
OPINI - Sebelum dilaksanakan Musrenbang di tingkat Kabupaten, maka perlu adanya Musrenbang di tingkat Gampong dan Musrenbang di tingkat Kecamatan. Agenda rutin tahunan ini menjadi tolak ukur rencana kebutuhan pembangunan dalam sebuah Kabupaten sehingga dapat terakomodir secara jelas mana sekala prioritas dan mana yang bukan skala prioritas.
Musrenbang ini biasanya digelar diawal tahun untuk menentukan arah pembangunan di Kabupaten itu sendiri. Seperti halnya di Kabupaten Pidie Jaya, Musrenbang di tingkat Gampong dan Kecamatan dimulai pada awal Januari atau Februari 2021. Sedangkan Musrenbang di tingkat Kabupaten Pidie Jaya sendiri digelar pada pertengahan Maret 2021 lalu.
Untuk diketahui, Pidie Jaya merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Induk Pidie, jika kita telusuri lebih jauh ke pelosok-pelosok Desa/Gampong yang ada di Kabupaten Pidie Jaya tingkat pembangunannya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Kabupaten lain di Aceh. Fenomena buruk Infrasrtukrur di Pidie Jaya sangat mudah untuk ditemui. Baik itu berupa jalan dan jembatan maupun pelayanan dasar masyarakat itu sendiri. Tidak ada pemerataan Pembangunan di Pidie Jaya hanya dibeberapa kecamatan tertentu saja. Itupun lebih banyak jalan terobosan menuju lahan-lahan kebun milik mereka yang hampir tiap tahun ada saja jalan yang diterobos dengan menggunakan APBK.
Anehnya, Jalan menuju Pendopo Bupati dan Wakil Bupati Pidie Jaya saja rusak parah sudah berbilang tahun tak kunjung diperbaiki. Diketahui Kerusakan jalan tersebut mulai dari simpang lampu merah jalan layang hingga perbatasan Gampong Mns. Lhok dengan Dayah U Paneuk.
Kota Meureudu sendiri merupakan Pusat Ibu Kota Kabupaten Pidie Jaya. Selain itu Pendapa Bupati dan Wakil Bupati Pidie Jaya juga berada di pusat Kota Meureudu, sayangnya jalan menuju ke pusat kota saja masih dipenuhi lobang besar dan kecil disepanjang jalan, pengendara roda empat dan roda dua bagaikan meĺintasi kolam ikan dikala musim hujan tiba. Dipusat Ibu Kota Kabupaten nya saja gak terjamah pembangunan apalagi di kecamatannya.
Bahkan Kabupaten Pidie Jaya sendiri pada tahun 2019 silam mendapatkan predikat sebagai daerah termiskin dengan posisi ke empat dari 24 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Predikat Kabupaten termiskin itu tidak serta merta dinobatkan oleh BPS Aceh. Setiap data yang keluarkan dan di publikasikan oleh BPS Aceh tentunya berdasarkan data-data hasil pencatatan petugas statistik dilapangan. Menurut hemat penulis data BPS itu ril sesuai dengan kondisi dilapangan.
Walaupun pihak Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya saat itu menampik bahwa Pidie Jaya bukanlah salah satu Daerah termiskin di Aceh seperti yang dirilis oleh BPS Aceh. Mungkin saja para Pejabat di Pidie Jaya malu disebut-sebut sebagai Kabupaten miskin, karena pejabatnya memang kaya-kaya. Walau pada kenyataannya masih banyak warga Pidie Jaya yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Potret kemiskinan Pidie Jaya terlihat jelas dengan kasat mata di 222 Gampong yang tersebar di delapan (8) Kecamatan dalam Wilayah Kabupaten Pidie Jaya. Hampir disetiap Gampong dengan mudah kita bisa mendapatkan warga yang hidupnya dibawah garis kemiskinan karena ketidakmapuan secara ekonomi, padahal mereka bekerja tapi pendapatanya tidak sebanding dengan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Diketahui, masih banyak warga di Pidie Jaya ini ketika sakit tidak mampu membawa keluarganya berobat ke Banda Aceh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal karena tuntutan penyakit harus dirujuk dan diobati di rumah sakit Type A. Walaupun biaya berobat sudah di gratiskan oleh Pemerintah dengan Program BPJS nya tapi biaya pendampingan pasien selama berobat itu juga lumayan tinggi yang harus di keluarkan oleh keluarga pasien. Mau tidak mau pasien ini dengan berat hati dan penuh keterpaksaan harus berobat jalan di Puskesmas dan RSU Daerah Pidie Jaya yang belum mampu menyediakan fasilitas dan pelayanan kesehatan (Faskes) sesuai dengan kebutuhan si pasien.
Salah satu faktor yang menyebabkan masih banyaknya warga di Kabupaten Pidie Jaya hidup di bawah garis kemiskinan adalah karena pembangunan yang tidak merata. Baik itu infrastruktur jalan dan jembatan, sekolah, faskes, maupun sarana dan prasarana penunjang lainnya selain ada faktor sumber daya manusia itu sendiri.
Pembangunan Infrastruktur maupun pengembangan Sumber Daya Manusianya (SDM) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya juga masih tertinggal dari Kabupaten lain. Hal ini bisa dibuktikan dari beberapa jabatan setingkat kadis maupun kabid yang menduki jabatan teknis terpaksa harus diisi oleh orang-orang yang tidak punya latar belakang pendidikan teknis. Sehingga Bupati dan Wakil Bupati Pidie Jaya kewalahan dalam menjalankan roda Pemerintahannya karena pejabat yang diposisikan pada jabatan itu tidak punya kapasitas di bidangnya, sehingga mempengaruhi terhadap kinerja dan prestasi kerja pimpinan di sektor tertentu.
Dikabupaten Pidie Jaya sendiri Musrenbang ini setiap tahunnya dilakukan ditiap-tiap Kecamatan guna mengakomodir usulan-usulan masyarakat di tingkat paling bawah. Usulan-usulan masyarakat dari setiap tingkatan itu kemudian dituangkan dalam sebuah hasil musyawarah sesuai dengan tingkatannya.
Seperti kita ketahui bersama seluruh elemen masyarakat dilibatkan dalam setiap kegaitan Musrenbang, dan tidak sedikit pula anggaran yang digelontorkan untuk menyukseskan kegiatan itu, namun usulan-usulan masyarakat dalam Musrenbang hanyalah sebatas seremonial belaka.
Apa yang diusulkan dari tingkat bawah hanyalah sebatas usulan yang tertulis di secarik lembaran kertas, tahun berganti tahun kertas itu semakin buram walau tersimpan rapi dilemari besi tapi usulan itu tak pernah ada realisasinya. Mungkin ini disebabkan oleh ongkos politik di Aceh yang terlalu tinggi, termasuk di Kabupaten Pidie Jaya itu sendiri, maka upaya-upaya "Balik Modal" dilakukan ditingkat elit.
Walau kita sering dengar pidato Bupati pada setiap Musrebang, Begini kutipan Pidatonya, "Saya tegaskan agar setiap Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) mulai para Camat hingga Kepala Dinas dan Badan wajib menyahuti segala aspirasi insfastruktur pembangunan yang ril dengan catatan mengakomodir serta fukos pada kepentingan masyarakat banyak atau rakyat," sebut H Aiyub Bin Abbas saat Membuka acara Musrenbang 2021 di Aula Cot Trieng II.
Pada kenyataannya pelaksanaan di lapangan setiap tahunnya jauh dari hasil Musrenbang yang diimpi-impikan oleh Masyarakat Pidie Jaya. Tidak sepenuhnya hasil Musrenbang terakomodir, yang diakomodir adalah program-progam para penumpang gelap yang ingin mendapatakan keuntungan diatas penderitaan rakyat Pidie Jaya.
Seperti halnya yang terjadi pada jalan Kabupaten yang melintasi Gampong Tupin Pukat, Buangan, Tijien dan Gampong Keude Ulim yang menghubungkan Kecamatan Meurah Dua dengan Kecamatan Ulim. Jalan ini sudah empat tahun rusak parah bak kubangan kerbau jika musim hujan tiba, tapi tak kunjung diperbaiki, menurut warga setempat jalan itu tiap tahun masuk skala prioritas Musrenbang Pidie Jaya.
Ternyata program-program pembangunan usulan masyarakat arus bawah kandas ditangan "Mereka." Dengan melakukan persekongkolan agar anggaran tersebut bisa dijadikan proyek dengan catatan Kontraktor harus mampu memberikan "KOMITMEN FEE" dengan persentase yang telah disepakati, tentunya proyek yang bisa memberikan keuntungan besar bagi kedua belah pihak.
Jangan Ada Lagi Kepala Daerah Minta Fee Proyek
Mengutip pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, saat Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Stranas dan Pencegahan Korupsi (PK) 2021-2022, Ketua KPK menegaskan tidak ada lagi Kepala Daerah yang meminta Fee Proyek. Dia juga meminta jangan lagi ada suap menyuap dalam penetapan APBD/APBK atau persetujuan terkait pertanggungjawaban kepala daerah. Jika itu terjadi, kata Firli, maka akan berhadapan dengan penegakan hukum. Seluruh Kepala Daerah di Tanah Air paham dengan program nasional yang harus dijalankan Pemerintah Daerah.
Tanggapan Tokoh Masyarakat Pidie Jaya
Beberapa tokoh Masyarakat di Kabupaten Pidie Jaya yang pernah penulis jumpai, menyayangkan MUSRENBANG Pidie Jaya hanya isapan jempol belaka, program program hasil Musrenbang tidak semuanya terakomodir, sehingga tidak ada yang dapat diunggulkan di Pidie Jaya ini selain WTP setiap tahunnya.
Salah seorang tokoh muda Pidie Jaya yang juga dekat dengan kalangan istana (awak dalam) kepada penulis mengungkapkan rasa kekecewaannya terkait penganggaran progam-program pembangunan di Kabupaten Pidie Jaya yang tidak sesuai dari hasil Musrenbang. Biasanya anggaran itu diberikan dalam bentuk gelondongan, ungkapnya.
Kemudian terjadilah kongkalikong dengan pihak terkait untuk melahirkan proyek-proyek dengan "Margin Profit" yang tinggi, tujuannya untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Para penikmat dan penghisap Dana APBN, APBA dan APBK ini senang dan tertawa bahagia diatas penderitaan rakyat Pidie Jaya.
Miris!! Nyaris tidak ada yang dapat dibanggakan di Kabupaten kecil yang hanya memiliki delapan (8) Kecamatan itu. Program Garam Rakyat yang dulu digadang-gadang sebagai program pro rakyat juga gagal total, sektor pertanian yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani juga sering mengalami kelangkaan pupuk ditingkat petani, selain itu Geliat UMKM juga lamban, permasalahan sosial juga sangat kentara, puluhan tahun sudah Indonesia merdeka di Pidie Jaya masih ada warga yang tinggal digubuk reot yang dihuni oleh dua kepala keluarga, para wakil rakyat pun terkesan tidak mau peduli dengan konstituennya, mereka sibuk sendiri dengan dana pokirnya.
Itulah sekelumit fakta yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, dua Periode Kepemimpinan Abua-Waled. Semoga diakhir masa kepemimpinannya yang hanya tinggal beberapa saat lagi, saya, anda dan kita semua berharap kedua pimpinan kita ini mau memberikan yang terbaik untuk Pidie Jaya.
Oleh: Teuku Saifullah
Warga Pidie Jaya-Aceh