22 November 2024
Budaya

Menelisik Sejarah Mesjid Tgk Di Pucok Krueng Beuracan Pidie Jaya

LIPUTAGAMPONGNEWS.ID - Beuracan adalah sebuah Kemukiman yang letaknya di pedalaman Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya yang membawahi 9 desa. Disini terletak sebuah masjid kuno yang hampir 400 tahun umurnya. Mesjid ini terletak di pinggir Jalan Nasional Banda Aceh – Medan, Kalau dari Banda Aceh persis di sebelah kiri jalan sedangkan kalau dari arah medan terletak di sebelah kanan jalan.

Masjid ini di prakarsai oleh Tgk. Abdussalim, ulama yang lebih di kenal dengan sebutan Tgk Di Pucok Krueng. Ia merupakan perantau dari negara Arab yang berasal dari Madinah dan merupakan seorang ulama yang menyebar agama Islam.

Masjid Beuracan di bangun pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda dan langsung di pimpin oleh Teungku Abdussalim atau yang lebih terkenal pada waktu itu dengan sebutan Tgk Di Pucok Krueng. Sebutan itu mungkin karena ada sebuah sungai yang berdekatan dengan mesjid tersebut yang mulut sungai itu berasal dari gunung yang ada di pedalaman desa Beuracan dan ekor sungainya berakhir di muara desa Meureudu.

Penduduk Desa Beuracan sangat senang dengan kedatangan Teungku Abdussalim beserta rombongannya, apa lagi mareka tau kalau Teungku Abdussalin adalah salah seorang ulama yang membawa ajaran Islam. Penduduk desa Beuracan menyiapkan semua kebutuhan yang di butuhkan oleh Teungku Abdussalim, mulai dari tempat pinganapan sampai pada kebutuhan makanan.

Pada mulanya Teungku Abdussalim mengadakan pengajian di pondok tempatnya tinggal, dan melaksanakan shalat berjamaah di sebuah pondok yang sempit bersama pengikutnya dan mesyarakat desa. Akan tetapi lama- kelamaan pengikutnya semakin bertambah dan gubuk tempatnya tinggal sudah tidak muat lagi untuk menampung orang-orang yang semakin hari semakin bertambah.

Pada tahun 1626 M. Teungku Abdussalim mulai berfikir untuk mendirikan sebuah masjid di desa Beuracan, beliau mengutarakan keinginan tersebut kepada seluruh lapisan masyarakat yang ada di desa Beuracan. Mendengar Hal tersebut dari ulamanya semua masyarakat menyetujuinya dan mewakafkan tanahnya untuk berdirinya masjid. Mareka saling bahu membahu menyiapkan semua keperluan yang di butuhkan untuk pembangunan masjid tersebut. Ada yang naik ke gunung untuk mencari kayu sebagai tiang, ada yang pergi ke sungai untuk mengumpulkan batu dan pasir dan ada yang mencari daun rumbia di rawa-rawa untuk dijadikan atap masjid.

Mesjid Beuracan dibangun di atas lahan yang luasnya sekitar 6 hektar dan di kelilingi oleh sawah yang sangat luas, Teungku Abdussalim membangun masjid tersebut sebagai pusat pengajaran Islam. Di samping pandai dalam bidang agama, teungku Abdusslim juga ahli dalam hal pertanian, Beliau mengajarkan bagai mana cara bercocok tanam pada masyarakat desa Beuracan. Apa lagi di desa tersebut memiliki sawah yang sangat luas, belum lagi lahan yang bisa di jadikan sebagai kebun yang sangat subur untuk bercocok tanam.

Kehidupan masyarakat Beuracan semenjak datangnya Teungku Abdussalim mulai membaik, baik dari segi ilmu agama islam maupun dari segi perekonomian. Masyarakat sudah sangat rajin bertani dan tidak ada lagi lahan tidur seperti sebelumnya, tanaman padi adalah sumber utama sebagai bahan pokok disamping itu juga di tanami tumbuhan-tumbuhan yang lain, ada tumbuhan tua dan ada juga tumbuhan muda.

Dulu tidak banyak bangunan yang berdiri di sekitaran mesjid itu hanya beberapa pondok yang di gunakan untuk balai pengajian. Tetapi sekarang dengan berkembangnya daerah tersebut di sertai bertambahnya jumlah penduduk di sekitaran masjid Beuracan sudah banyak berdiri toko-toko dan rumah penduduk, malahan bisa di sebut sudah menjadi pusat perekonomian masyarakat Beuracan.

Di dalam mesjid Beuracan ini terdapat peninggalan bersejarah yang sampai saat ini masih tersimpan rapi berupa Tongkat rotan yang seumuran masjid yang panjangnya 163 cm dan sebuah guci kuno tempat penampung air. Warga di sekitaran masjid Beuracan dan sekitarnya meyakini wadah penampung air itu memiliki kelebihan (Keramat) yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit kalau meminum air yang ada di dalamnya. Tetapi sekarang bukan lagi masyarakat desa itu saja yang mengambil air untuk obat
yang berada di dalam perkarangan masjid itu, melainkan orang-orang luarpun sudah banyak yang singgah untuk mengambil air yang berada di dalam guci kuno tersebut.


Guci kuno tersebut dijaga oleh seorang Marbot yang di tunjuk oleh pimpinan mesjid karena air yang berada di dalam guci tersebut tidak boleh di ambil oleh sembarangan orang, apalagi kalau perempuan yang lagi datang bulan (haid) lagi pula hal ini di lakukan untuk menjaga kesucian guci kuno tersebut tetap berlanjut. Setiap pengambilan air dalam guci kuno tersebut penjaga tidak memungut biaya sepeserpun, tetapi banyak diantara mareka yang memberi atau memasukkan uangnya kedalam celengan yang berada di dekat guci tersebut sebagai sadakah.

Keunikan benda bersejarah yang berada di dalam mesjid tersebut sekarang sudah mengundang banyak wisatawan religi yang berkunjung ke mesjid Beuracan, malahan ada wisatawan dari manca negara yang berkunjung untuk mencari tau sejarah berdirinya masji tersebut.

Di samping masjid kuno tersebut sekarang sudah ada bangunan sebuah masjid baru yang di bangun oleh pemerintah Pidie Jaya, bangunan tersebut terbuat dari beton dan bentuknyapun seperti masjid-masjid modern yang ada pada saat ini. Namun berdirinya masjid baru tersebut tidak mengusik bangunan mesjid yang dibangun oleh Tgk Abdussalim pada masa silam.

Pada tahun 2016 tepatnya tanggal 07 desember pukul 05.03 Wib Pidie Jaya di landa bencana alam, yaitu gempa bumi yang berkekuatan tinggi, banyak bangunan yang terbuat dari beton yang roboh dan retak, termasuk salah satunya masjid baru yang berada di sisi bangunan masjid kuno Tgk Abdussalim. Sementara masjid kuno Tgk Abdussalim tetap berdiri kokoh seperti tidak terjadi apa- apa. Mungkin karena bangunan masjid itu terbuat dari kayu pilihan pada masa silam dan bentuknyapun sangan simpel karena semua tiangnya terbuat dari kayu-kayu pilihan pada masa dahulu.

Selain masjid Beuracan Teungku Abdussalim juga memprakarsai pembangunan masjid Kuta Batee, Masjid Madinah (Kini Kecamatan Meurah Dua), dan masjid Rumpong di Lampoh Saka Kecamatan Indra Jaya Kabupaten Pidie. Pada mulanya Desa Beuracan berada dalam Kabupaten Pidie, tetapi pada tahun 2007 tepatnya tanggal 02 Januari melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Kabupaten Pidie di mekarkan menjadi dua Kabupaten dan Desa Beuracan menjadi desa yang bernaung di dalam pemerintahan Pidie Jaya karena letaknya dipertegahan wilayah Pidie Jaya.

Pembangunan masjid Beuracan sangat unik, atap tumpang tiga dari bahan seng (Dulu daun rumbia) dan berdinding kayu dengan ukiran dekoratif Aceh serta salur- saluran. Pada dasar dinding terdapat teras yang di pisahkan oleh tembok setinggi 95 cm dan tebal 25 cm. Sebagai kekuatan dan kekokohannya masjid Beuracan di tompang oleh 16 tiang kayu sebagai sokong, masing-masing tiang berbentuk segi delapan.

Untuk tetap menjaga kelestarian masjid ada sedikit renovasi dari pemerintah daerah terhadap masjid tersebut, namun tidak mengubah bentuknya hanya saja alat-alatnya yang di ganti dengan alat yang mudah di dapat pada jaman modern ini. Seperti atapnya, kalau dahulu memakai daun rumbia sekarang sudah memakai seng, begitu juga dengan lampu penerang, kalau dahulu memakai lampu teplok sekarang sudah memakai bola lampu yang modern. Hal ini dilakukan karena alat-alat jaman dahulu sudah tidak ada lagi di pasaran beriring bergantinya jaman.

Unsur lain yang masih tersisa sampai sekarang ini berupa beduk yang terbuat dari kulit sapi dan batang pohon lontar, tongkat rotan, guci kuno dan mimbar yang berada di dalam masjid. Untuk saat ini banyak sudah wisatawan religi yang singgah untuk melihat keunikan masjid Beuracan, ada juga yang singgah sebentar untuk melaksanakan shalat karena masjid tersebut letaknya sangat strategis, di pinggir jalan nasional Banda Aceh – Medan. Jadi setiap Bus angkutan penumpang sangat mudah untuk singgah kalau sudah memasuki waktu shalat.

Semoga keunikan masjid Beuracan tetap terjaga sampai akhir zaman, dan sejarah berdirinya mesjid tersebut bisa di ingat oleh genrasi seterusnya.

(Dok. Baidhawi) Komplek kuburan Syekh Abdussalim (Tgk Di Pucok Krueng) yang beralamat di puncak pegunungan Beuracan Perjalanan sekitar +-3 jam

Penulis: Mursyidah