27 Juli 2024
Pemilu 2024

Masa Tenang Pemilu 2024, Antara Pengawasan dan Tantangan Demokrasi

Foto : Dok. Google Image | LIPUTAN GAMPONG NEWS

OPINI - Masa tenang pemilu adalah momen krusial dalam setiap demokrasi di mana kebijaksanaan bertemu dengan keterbatasan. Dengan dimulainya masa tenang Pemilu 2024, Indonesia memasuki tahap di mana suara rakyat menjadi fokus utama, tetapi juga di mana kepatuhan terhadap aturan menjadi ujian bagi partisipasi demokratis.

Aturan yang tegas dan jelas, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, menjadi pagar yang mengatur perilaku politik selama masa tenang. Larangan terhadap kampanye, suap, atau manipulasi informasi menjadi landasan yang harus dipegang teguh oleh seluruh peserta pemilu.

Namun, tantangan tidak hanya datang dari para peserta pemilu, tetapi juga dari media massa dan lembaga survei. Larangan terhadap penyebaran berita atau informasi yang dapat memengaruhi hasil pemilu menyoroti pentingnya peran pengawasan dan penegakan hukum dalam menjaga integritas demokrasi.

Ketika demokrasi diuji oleh kepatuhan terhadap aturan, maka peran masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran menjadi sangat penting. Bersama-sama, kita dapat memastikan bahwa setiap suara dihitung dengan adil dan hasilnya mencerminkan kehendak sejati rakyat Indonesia.

Sebagai negara demokratis yang matang, Indonesia harus menunjukkan kepada dunia bahwa pemilu bukanlah hanya soal pesta politik, tetapi juga tentang kepatuhan, integritas, dan kepercayaan pada proses demokratis itu sendiri.

Aturan dan Larangan Selama Masa Tenang Pemilu 2024

Dalam kurun waktu tiga hari pada masa tenang itu, seluruh peserta pemilu dan timses tidak melakukan kampanye. Mengutip Pasal 278 Ayat 2 UU No 7 Tahun 2017 disebutkan rinciannya.

Selama masa tenang, pelaksana, peserta, atau tim kampanye dilarang menjanjikan imbalan kepada pemilih, berikut larangannya: tidak menggunakan hak pilihnya, memilih pasangan calon, memilih partai politik peserta pemilu tertentu, memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tertentu, dan memilih calon anggota DPD tertentu.

Jika ada pelaksana, peserta, atau tim kampanye yang melanggarnya, akan dikenakan pidana. Hukumannya tercantum dengan jelas dalam Pasal 523 ayat 2.

Pihak yang melanggar akan dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak 48 juta rupiah.

Kemudian, pada Pasal 287 Ayat 5, tertulis, 'Media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.'.

Jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga survei juga terlarang untuk dilakukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 449 ayat 2. Dalam Pasal 509, jika melanggar, pihak berkaitan dipidana penjara paling lama satu tahun dan denda 12 juta rupiah.

Oleh : Teuku Saifullah - 
Warga Pidie Jaya