21 November 2024
Opini

Luka Dibalik Peluru

OLEH : NIDAAN KHAFYA
Mahasiswi Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum


OPINI - 17 Mei 2023- tercatat 20 tahun sudah tragedi pembantaian yang dilakukan oleh aparat beseragam lengkap,yang datang dengan congkaknya tanpa dilengkapi bukti yang jelas dan sah membantai secara membabi buta tanpa memandang dengan rasa belas kasih. Dengan angkuhnya mereka menyiksa,menembak bahkan membakar hidup-hidup orang-orang yang saat itu tidak mereka ketahui secara pasti bersalah atau tidak. Dengan modal laporan seseorang mereka bisa bertindak seakan merekalah yang paling kuat. 
Bermodalkan pangkat,topi besi dan senapan lengkap dengan peluru  mereka menghukum orang-orang yang tidak bersalah di kawasan Jambo keupok,kecamatan Bakongan, Aceh Selatan. 

Langit Pagi yang cerah dan tenang  saat itu tiba-tiba berubah menjadi kelam,berdarah dan penuh kecaman dengan dipenuhi  isak tangis keluarga yang mengkhawatirkan orang tuanya,suaminya,istrinya,atau bahkan anak-anaknya yang disiksa oleh aparat militer. Tragedi ini disebut dengan tragedi Jambo Keupok,tragedi pembantaian,penembakan,penyiksaan,bahkan pembakaran secara hidup-hidup  terhadap masyarakat sipil menorehkan luka yang membekas hingga saat ini. 

Peluru yang mereka layangkan ke tubuh masyarakat sipil  yang tak bersalah itu secara membabi buta seolah-olah adalah sebuah tindakan keadilan. Mereka datang dengan seragam dan senapan kebanggaan mereka dan menembakkan peluru yang sudah mereka siapkan kearah masyarakat yang  tidak tahu menahu mengenai tuduhan mereka. Mereka seolah sedang mengamankan daerah dan masyarakat sesuai perintah,namun naas nya merekalah menjadi alasan meniggalnya 12 orang masyrakat sipil yang tak bersalah,meninggalkan istri dan anak-anaknya yang hingga saat ini ada yang belum memiliki tempat tinggal,bahkan tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Pemerintah yang buta dan tuli serta ingkar janji itu tanpa rasa bersalah masih bisa menikmati fasilitas negara dengan tenang.
Suara peluru sampai saat ini masih  terdengar menakutakan,bahkan sangat mengerikan ditelinga para korban,isak tangis karena penyiksaan tragis yang mereka terima saat itu membuat mereka masih menyimpan trauma mendalam. Ketakutan yang bercampur dengan kebencian membuat mereka terus mengupayakan agar kasus ini dapat diusut dan para pelaku bisa mendapatkan hukuman yang setimpal.

Penyerangan tanpa bukti yang kuat ini bahkan sudah masuk kedalam daftar pelanggaran HAM berat,dan sudah diakui oleh presiden kita saat ini yaitu bapak Joko Widodo. Namun hingga saat ini tidak ada proses hukum yang dijatuhkan pemerintah kepada para pelaku,pemerintah seolah buta dan tuli terhadap kejadian ini,mereka mengoper layaknya bola setiap tragedi ini dilaporkan kembali,bahkan tidak ada tanda-tanda kejadian ini akan diusut atau menemukan titik terang,sekalipun tragedi ini sudah diakui sebagai pelanggaran HAM berat.

Tujuh tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 14 Maret 2016,komnas HAM sudah menyerahkan berkas tragedi ini ke Kejaksaan Agung untuk diusut,namun pada 16 Januari 2020 Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa berkas Jambo Keupok itu sudah diserahkan kembali kepada penyidik (Komnas HAM), karena berkas tersebut dianggap belum lengkap. Bukti yang sudah sangat kuat dengan adanya 12 orang korban masih dinilai belum memnuhi berkas dalam tahapan penyidikan sudah menjadi salah satu contoh bahwa pemerintah abai dalam menangani kasus ini. Presiden Republik Indonesia bapak Joko Widodo yang sudah berjanji untuk menyelesaikan kasus ini pun belum tampak memulai langkahnya. Hanya berjanji tanpa bertindak adalah omong kosong.

Yang dibutuhkan korban saat ini adalah tindakan dari pemimpin negara yang dari awal sudah menjanjikan titik terang dari kasus yang mereka alami,bukan omomg kosong yang hingga saat ini belum terselesaikan dan bahkan masih diambang keraguan. 

Peluru sudah menorehkan luka bagi mereka para korban tragedi Jambo Keupok ini,dan diharapkan agar pemerintah lebih peduli,salah satunya dengan cara mengusut kasus ini hingga tuntas dan memberikan hukuman kepada pelaku dengan hukuman yang setimpal.