Perawat: Mitra atau Pembantu Dokter? Saatnya Mengakhiri Stigma Kuno!
Membongkar Realitas Profesi Perawat di Indonesia
OPINI - Di luar negeri, perawat berdiri sejajar dengan dokter dalam sistem pelayanan kesehatan. Namun, di Indonesia, stigma kuno masih bertahan: perawat dianggap sebagai "pembantu dokter," bukan mitra profesional. Apakah ini hanya masalah budaya atau ada faktor sistemik yang memperkuat ketimpangan ini?
Peringatan Hari Ulang Tahun Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ke-5I pada 17 Maret 2025 menjadi momentum tepat untuk membahas isu ini lebih dalam. Perawat bukan sekadar eksekutor instruksi dokter, tetapi tenaga kesehatan yang memiliki peran mandiri dengan tanggung jawab besar dalam sistem kesehatan.
Perawat: Jantung Pelayanan Kesehatan yang Kerap Dilupakan
Dalam praktiknya, perawatlah yang paling sering berinteraksi dengan pasien, melakukan pemantauan kondisi secara langsung, memberikan perawatan, hingga memastikan pasien mendapatkan dukungan emosional dan edukasi kesehatan. Perawat berperan sebagai:
1. Garda Terdepan dalam Keperawatan
Perawat bertanggung jawab atas perawatan pasien 24/7, sementara dokter datang hanya dalam waktu terbatas.
Mereka mengobservasi perkembangan pasien, memberikan obat, dan memastikan intervensi medis berjalan dengan baik.
2. Pemberi Keputusan dalam Praktik Keperawatan
Dalam kondisi darurat, perawat harus cepat mengambil keputusan yang tepat sebelum dokter menangani pasien.
Keputusan ini berdasarkan ilmu keperawatan yang mereka pelajari selama bertahun-tahun.
3. Pilar Sistem Kesehatan
WHO menegaskan bahwa tanpa perawat yang kompeten, sistem kesehatan akan runtuh.
Negara maju mengakui perawat sebagai tenaga profesional dengan wewenang mandiri dalam praktik keperawatan.
Namun, di Indonesia, realitasnya justru berbeda.
Stigma: "Perawat Hanya Pembantu Dokter"
Pernyataan salah kaprah ini bukan hanya sekadar ucapan, tetapi juga tertanam dalam sistem kesehatan kita. Beberapa indikatornya:
Hierarki yang Kaku
Dalam banyak rumah sakit, perawat masih dianggap sebagai bawahan dokter, bukan mitra kerja.
Kebijakan internal dan administrasi rumah sakit sering memperlakukan perawat hanya sebagai tenaga penunjang.
Kurangnya Pengakuan dalam Kebijakan Kesehatan
Regulasi di Indonesia masih belum memberikan kewenangan luas bagi perawat dalam mengambil keputusan mandiri.
Bandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, di mana Nurse Practitioner (NP) memiliki wewenang diagnostik dan terapi.
Gaji dan Kesejahteraan yang Tidak Seimbang
Banyak perawat di Indonesia menerima gaji jauh lebih rendah dibandingkan dokter, meskipun tanggung jawab mereka juga besar.
Di negara maju, kesenjangan ini tidak terlalu signifikan karena pengakuan profesional terhadap perawat lebih tinggi.
Suara Legislator dan Pakar: Perubahan Harus Segera!
Beberapa tokoh nasional telah menyoroti masalah ini:
Anggota DPR RI Poempida Hidayatulloh menegaskan, "Bidan dan perawat bukan pembantu dokter. Mereka adalah mitra sejajar yang punya tugas sendiri." (Sumber: Antaranews)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa sistem kesehatan di Indonesia masih mempertahankan "kasta" antara dokter dan perawat. Ia mencontohkan negara-negara maju di mana perawat dan dokter saling menghormati sebagai profesional sejajar. (Sumber: Detik Health)
Pembela Hak Asasi Manusia juga menyoroti bahwa kurangnya pengakuan terhadap perawat adalah bentuk ketidakadilan dalam dunia kesehatan. Mereka mengingatkan bahwa dalam banyak kasus, perawat adalah satu-satunya tenaga medis yang tersedia di daerah terpencil.
*Saatnya Revolusi! Perawat Harus Diakui sebagai Mitra Sejajar*
Memperingati HUT PPNI ke-50, inilah saatnya untuk menghentikan anggapan bahwa perawat adalah “pembantu dokter.” Beberapa langkah yang perlu segera dilakukan:
1. Reformasi Regulasi
Berikan kewenangan lebih luas kepada perawat untuk mengambil keputusan mandiri dalam praktik keperawatan.
Terapkan model Nurse Practitioner seperti di negara maju agar perawat bisa menangani pasien secara independen.
2. Meningkatkan Kesejahteraan Perawat
Pastikan gaji perawat lebih proporsional dibandingkan beban kerja mereka.
Berikan tunjangan dan insentif bagi perawat yang bertugas di daerah terpencil.
3. Edukasi Publik untuk Mengubah Stigma
Kampanye kesadaran publik bahwa perawat adalah tenaga profesional, bukan asisten dokter.
Media dan rumah sakit harus mulai membangun narasi bahwa dokter dan perawat adalah tim sejajar.
4. Penguatan Organisasi Profesi Perawat
PPNI harus lebih vokal dalam memperjuangkan hak perawat.
Perawat harus lebih aktif menuntut hak profesional mereka melalui advokasi dan kebijakan.
Bukan Lagi Pembantu, Tapi Mitra Sejajar!
Sudah waktunya kita mengakhiri stigma bahwa perawat hanyalah pelengkap dokter. Mereka adalah profesional kesehatan yang berdedikasi, berpendidikan tinggi, dan memiliki peran yang sangat krusial dalam sistem kesehatan.
Momentum HUT PPNI ke-50 harus menjadi titik balik bagi revolusi profesi keperawatan di Indonesia. Mari kita bersama-sama menghormati, mendukung, dan memperjuangkan pengakuan yang lebih adil bagi para perawat. Karena tanpa perawat, sistem kesehatan tidak akan berjalan!
Oleh. Fakhrurrazi,S.ST.,M.Si
Ketua DPD PPNI Pidie Jaya