Pawang Beurandeh & Polem Beuransah: Tertawa di Ladang, Menangis di Negeri
LIPUTANGAMPONGNEWS PROHCAKRA -
Pawang Beurandeh: Tengoklah Polem, negeri ini rajin berpakaian adat saat pidato. Biar tipu-dayanya kelihatan berbudaya.
Polem Beuransah: Benar, Pawang. Kalau bohong sudah jadi tradisi, maka berdusta pun pakai songket.
Pawang Beurandeh: Mereka sering bilang, demi rakyat. Tapi rakyat yang mana? Yang makan nasi bungkus atau yang makan dana bansos?
Polem Beuransah: Yang penting bukan perbaikan, tapi pencitraan. Lensa kamera lebih tajam daripada nurani.
Pawang Beurandeh: Di podium mereka bicara surga, di belakang layar mereka hitung proyek dan fee.
Polem Beuransah: Kadang aku curiga, mereka bukan belajar politik, tapi sulap. Hilang uang, hilang tanggung jawab.
Pawang Beurandeh: Setiap kampanye, rakyat jadi sahabat. Tapi habis menang, rakyat berubah jadi "data statistik."
Polem Beuransah: Kita disuruh sabar kalau harga naik. Tapi mereka naik gaji tiap tahun tanpa antre.
Pawang Beurandeh: Saking transparannya mereka, kita bisa lihat jelas: bohongnya di mana, curangnya di mana.
Polem Beuransah: Keadilan itu ibarat jagung yang kita tanam: bisa tumbuh di tanah siapa saja, tapi yang panen cuma tuan tanah.
Pawang Beurandeh: Dari kecil kita diajar jujur. Tapi makin dewasa, yang lulus cepat justru yang pintar ngeles.
Polem Beuransah: Sudah kayak sinetron. Yang kita tonton akting, yang dibalik layar nulis skenario gelap.
Pawang Beurandeh: Yang lucu, mereka pidato soal integritas, padahal lengan baju masih bau amplop semalam.
Polem Beuransah: Demokrasi kita luar biasa. Bebas memilih siapa yang akan mengabaikan kita lima tahun ke depan.
Pawang Beurandeh: Jalan rusak tak diperbaiki biar bisa difoto waktu kampanye. Citra itu penting, Polem. Lebih penting dari semen.
Polem Beuransah: Kalau rakyat ribut, mereka bilang: sabar. Kalau investor ribut, mereka bilang: revisi undang-undang.
Pawang Beurandeh: Laporan korupsi ditumpuk. Tapi laporan kegiatan selfie cepat naik ke media.
Polem Beuransah: Bilangnya pembangunan manusia. Tapi yang dibangun malah pagar rumah dinas.
Pawang Beurandeh: Kadang aku rasa negeri ini terlalu pandai berdandan. Sayang, cermin kejujuran sudah retak dari lama.