21 November 2024
Opini

Peredaran Narkoba, Budaya Begal Serta Korupsi di Negeri Kita Menandai Ekonomi Nasional Yang Sakit

Oleh : Jacob Ereste

OPINI - Fenomena begal, perampasan harta dan benda milik orang lain secara paksa bahkan tindak kekerasan -- semakin marak akhir-akhir ini, hingga sangat meresahkan warga masyarakat.

Tindak kekerasan perampasan harta dan benda milik orang lain oleh mereka yang disebut banyak orang itu sebagai begal -- mengindikasikan kondisi ekonomi dan keamanan di di negeri ini sadang rapuh. Anehnya, pihak keamanan masyarakat seperti tak hirau dengan kejadian yang sudah berulang kali terjadi di berbagai tempat dan daerah.

Yang terkesan, justru pihak keamanan asyik melakukan kegiatan bakti sosial dimana-mana -- sehingga terkesan sudah berlebihan untuk mencuri perhatian dan simpati masyarakat. Model dan cara pencitraan serupa itu bukan tidak ada artinya, tapi pasti akan lebih baik dan relevan melakukan tugas utamanya untuk menjaga keamanan dan kenyamanan rakyat yang juga ikut menghadapi masalah ekonomi yang semakin berat.

Biasanya, fenomena begal ini akibat langsung dari mendapat pekerjaan dan sulitnya mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari yang semakin berat.

Perampasan harta dan benda oleh mereka yang disebut begal itu karena dibarengi dengan tindak kekerasan. Sehingga korban dari pembegalan itu tidak cuma kehilangan harta dan benda sebatas, sebab tidak sedikit diantara korban pembegalan itu yang kehilangan nyawanya.

Sampai hari ini -- setelah sekian banyak pembegalan terjadi -- belum ada perhatian khusus dari pihak yang kompeten untuk mencegah perilaku bejad itu, khususnya dari pihak keamanan yang berkewajiban dan bertugas untuk menjaga dan menciptakan rasa aman segenap warga yang berkehidupan di negeri merdeka ini.

Sehingga di berbagai tempat dan daerah muncul gagasan dan inisiatif membentuk Lasykar Anti Bekal -- yang sesungguhnya semacam sanepo -- sekedar untuk melecehkan aparat keamanan yang abai dan terkesan tidak ambil perduli dengan keresahan warga masyarakat yang sudah mentok ke ubun-ubun kepala.

Akibatnya, di sejumlah daerah yang mampu menangkap para begal itu melakukan eksekusi sendiri -- sebagai ekspresi dari rasa kejengkelan hingga bekal yang tertangkap itu diperlakukan lebih tidak manusiawi -- semacam pelampiasan rasa kejengkelan mereka yang sudah sampai diujung rambut yang tak tertahankan itu.

Sementara perampasan hak dan perampokan dalam bentuk dan cara yang lain terus terjadi di bilik lain. Mulai dari kejahatan pejabat negara terhadap uang pajak dari rakyat, sampai dana proyek triliunan yang ditilep secara berjamaah dari sejumlah kementerian  yang pernah dijanjikan pemerintah hendak memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Oh, janji untuk memberlakukan UU Penyitaan aset para koruptor sampai hari ini tidak lagi menjadi buah bibir mereka yang juga sekedar untuk popularitas guna menyambut Pemilu 2024.

Agaknya, sejumlah masalah besar yang sepatutnya segera diselesaikan sebelum Pemilu 2024, tetap akan melansir untuk dijadikan bahan mainan -- dan mungkin sekalian untuk mengalihkan perhatian publik -- guna melakukan kejahatan lain agar tak diketahui oleh masyarakat banyak.

Model frustrasi dari penyelenggara negara yang sedemikian bernafsu untuk tetap memperoleh kapling kekuasaan setelah Pemilu 2024, terkesan dari membabi-butanya   mengeruk pundi-pundi dari berbagai sumber untuk ikut mencukupi ongkos Pemilu yang mahal, supaya tetap mendapat tempat setelah Pemilu diselenggarakan. 

Tampaknya, karena itulah soal begal membegal seperti terabaikan, karena menang tidak akan menghasilkan fulus yang sedang diperlukan untuk ikut masuk dalam arus Pemilu. Demikian juga dengan maraknya peredaran narkoba, seakan semakin rapi terorganisir setelah penguasa tunggalnya tumbang yang kini  terkesan telah ada penggantinya yang baru. Sehingga peredaran narkoba di Indonesia semakin lancar dan mulus untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal yang semakin marak dan meriah dalam kondisi ekonomi nasional kita yang sedang sakit.

Cilengsi, 15 Juli 2023