MTQ Aceh ke-XXXVII: Sukses, Sportif, dan Bermartabat dalam Bingkai Syariat Islam
Oleh: Dr. Tgk. Mahdir Muhammad, MA
(Dosen STIS Ummul Ayman Pidie Jaya)
OPINI - Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Aceh ke-XXXVII bukan sekadar ajang perlombaan seni baca Al-Qur’an, tetapi momentum untuk memperkuat komitmen umat terhadap nilai-nilai Qur’ani dalam kehidupan nyata. MTQ adalah wadah untuk memperindah bacaan, memperdalam makna, serta memperkokoh ruh keislaman masyarakat Aceh sebagai negeri bersyariat.
Namun, kesuksesan sebuah MTQ tidak hanya diukur dari megahnya panggung dan banyaknya peserta, melainkan juga dari kejujuran, sportivitas, dan integritas moral seluruh pihak yang terlibat terutama para hakim dan dewan juri yang memegang amanah besar di hadapan Allah SWT.
Hakim dalam MTQ bukan sekadar penilai teknis, tetapi penjaga marwah Al-Qur’an. Setiap angka yang ditulis bukan hanya skor, melainkan saksi moral di hadapan Tuhan. Dalam Islam, keadilan adalah perintah yang tegas. Allah SWT berfirman:
“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 8)
Maka, setiap hakim MTQ sejatinya sedang menunaikan ibadah besar, menegakkan keadilan di tengah kompetisi yang membawa nama suci Kalamullah. Jika kejujuran hilang dari hati para hakim, maka MTQ kehilangan ruhnya, dan syiar yang dibangun akan kosong dari keberkahan.
Sportivitas dan keadilan adalah kunci agar MTQ benar-benar menjadi cerminan nilai Islam yang luhur. Peserta yang berlatih dengan ikhlas, panitia yang bekerja dengan amanah, serta hakim yang menilai dengan jujur, semuanya akan menghadirkan keberkahan. Rasulullah SAW bersabda:
“Hakim itu ada tiga macam: satu di surga dan dua di neraka. Yang di surga adalah hakim yang mengetahui kebenaran dan memutus dengan adil.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menjadi peringatan keras agar para dewan hakim menjadikan keputusan mereka bukan karena tekanan, kedekatan, atau kepentingan duniawi, tetapi semata-mata karena takut kepada Allah SWT.
MTQ Aceh ke-37 harus menjadi contoh penyelenggaraan yang bersih, transparan, dan bermartabat. Kejujuran para hakim akan meneguhkan citra Aceh sebagai daerah bersyariat yang tidak hanya menegakkan hukum formal, tetapi juga menanamkan nilai moral Qur’ani dalam tindakan nyata. Di tengah zaman yang sarat kepentingan, para hakim MTQ adalah simbol penjaga kemurnian, karena melalui pena mereka keadilan dan kebenaran dapat ditegakkan atau diruntuhkan.
Akhirnya, keberhasilan MTQ Aceh ke-37 tidak hanya ditentukan oleh siapa yang menjadi juara, tetapi oleh seberapa besar nilai Qur’ani hidup di dalam hati seluruh pelaksana dan peserta. Jika para hakim jujur, panitia amanah, dan peserta sportif, maka MTQ bukan sekadar kompetisi, melainkan ibadah yang memuliakan nama Allah SWT. Dengan kejujuran, sportivitas, dan semangat syariat, Aceh akan tetap menjadi tanah yang diberkahi, tempat di mana Kalamullah dijunjung tinggi dengan hati yang bersih dan niat yang suci.
Penulis:
Dr. Mahdir Muhammad
Wakil Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Ummul Ayman Pidie Jaya.
Pemerhati isu keislaman, pendidikan, dan moral publik di Aceh.
Email: abutiro@gmail.com







