Menunduk Tanpa Gengsi, Wabup Hasan Basri Turun Tangan Pungut Sampah di Pantai Meurah Setia!
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Di bawah terik matahari pagi yang mulai menyapu garis pantai Meurah Setia, tampak seorang pria mengenakan kaos biru dan topi hijau berjalan perlahan di antara tumpukan sampah. Tanpa sarung tangan, namun langkahnya penuh makna. Ia bukan relawan biasa, bukan pula petugas kebersihan, melainkan Wakil Bupati Pidie Jaya, Hasan Basri. Tanpa ragu, ia memungut satu per satu sampah plastik, bekas botol, dan pembungkus makanan yang mencemari keindahan alam.
Hasan Basri tidak hanya hadir sebagai pejabat yang diundang secara seremonial. Ia terjun langsung, membaur bersama Kapolres, Komunitas Pijay Gleeh, Pramuka, personel polisi, relawan, dan masyarakat. Di tengah tumpukan kayu bekas pembangunan perahu tradisional yang tercecer, ia mengangkat balok-balok berat bersama personel kepolisian. Tak ada jarak antara dirinya dan warga. Yang tampak hanyalah semangat gotong royong dan kepedulian terhadap lingkungan.
Di tengah kegiatan, Hasan Basri tampak sibuk memeriksa tumpukan sampah dan memindahkan beberapa kantong ke posisi yang lebih teratur. Ia tidak mengarahkan dengan kata-kata, tetapi memberi teladan dengan tindakan. Kepemimpinannya tercermin bukan dari perintah, melainkan dari keteladanan.
Aksi bersih-bersih ini menjadi bukti bahwa mencintai lingkungan bukan sekadar slogan kampanye di podium. Ia harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Hasan Basri memperlihatkan bahwa menjaga alam adalah tanggung jawab bersama, yang dimulai dari hal paling sederhana dari keberanian untuk memungut sampah sendiri.
Lebih dari sekadar membersihkan pantai, kegiatan ini juga membersihkan sikap apatis yang selama ini membelenggu. Ketika seorang pemimpin memilih untuk menunduk dan memungut sampah, sejatinya ia sedang meninggikan nilai kepemimpinan di mata rakyatnya. Tidak ada tugas yang terlalu remeh jika dilakukan dengan hati. Tidak ada jabatan yang terlalu tinggi untuk menyentuh tanah dan mengangkat sampah.
Pantai Meurah Setia bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah cermin budaya, tanggung jawab, dan wajah kolektif masyarakat. Di bawah rindang pohon cemara dan semilir angin pantai, Hasan Basri meninggalkan pesan yang sunyi namun kuat, bahwa lingkungan bersih hanya mungkin terwujud dengan keteladanan yang jujur dan nyata.
Sayangnya, di tengah semangat kolaboratif itu, terlihat pula ironi yang menyayat. Para pedagang dan pelaku usaha di sekitar pantai, yang selama ini paling menikmati manfaat ekonomi dari tempat tersebut, justru absen. Ketidakhadiran mereka mencerminkan kesenjangan kesadaran akan tanggung jawab bersama dalam menjaga kebersihan.
Namun Hasan Basri tidak menyinggung, apalagi mengeluh. Ia memilih menjawab dengan aksi. Dalam diam, ia mengirim pesan, perubahan tidak menunggu semua pihak sadar. Cukup satu orang bergerak, maka inspirasi bisa menyebar. Kepedulian tidak perlu dikomando, cukup ditunjukkan dengan contoh nyata.
Hari ini, Pantai Meurah Setia memang belum sepenuhnya bersih. Namun pantai itu menerima seberkas harapan. Bahwa masih ada pemimpin yang peduli bukan hanya pada proyek pembangunan, tapi juga pada kebersihan hati dan perilaku warganya. Masih ada pemimpin yang tidak keberatan merendahkan diri demi mengangkat martabat lingkungan.
Semoga aksi Hasan Basri menjadi titik balik. Bukan hanya untuk para pedagang yang selama ini abai, tapi juga untuk kita semua. Karena mencintai alam dimulai dari kesadaran kecil dengan tidak membuang sampah sembarangan, dan berani memungutnya meski bukan milik kita.
Sebab pada akhirnya, bumi yang bersih adalah cerminan hati yang jernih. Dan pemimpin sejati bukan yang banyak berbicara, tapi yang diam-diam memberi contoh. Di antara debur ombak dan aroma laut Meurah Setia, keteladanan itu bergema dan tak akan mudah dilupakan. (TS)