Jangan Rampok Harapan Rakyat dengan Nepotisme Berkedok Perubahan
Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS
OPINI - Pidie Jaya baru saja menutup lembaran Pilkada dengan kemenangan pasangan Sibral Malasyi dan Hasan Basri. Tapi belum lagi rakyat puas menghela napas, aroma tak sedap mulai tercium dari balik pintu kekuasaan, isu rotasi dan pengangkatan pejabat eselon II, III, dan IV mulai santer jadi bahan perbincangan. Dan seperti dejavu yang menyakitkan, bayang-bayang titipan politik, sanak famili, dan tim sukses mulai menempel erat di benak masyarakat.
Warga Pidie Jaya, yang selama ini dijejali janji perubahan, kini mulai merasa was-was. Di warung kopi, di bale-bale kampung, bahkan di forum-forum kecil para aktivis muda, muncul kekhawatiran, apakah perubahan itu benar-benar nyata, atau hanya kamuflase untuk membenarkan agenda bagi-bagi kekuasaan? Jangan-jangan, yang berganti hanya wajah, tapi kelakuan tetap busuk seperti sebelumnya.
Pasangan Sibral-Hasan menjual mimpi perubahan dalam setiap jengkal kampanye. Mereka berhasil meraih simpati karena rakyat muak dengan praktik-praktik kolutif pemerintahan sebelumnya. Namun kemenangan itu bukan tiket untuk mengulangi dosa yang sama. Bila sekarang mulai terdengar nama-nama "dekat", "kerabat", "sepupu", "ipar", dan "mantan timses" dalam bursa jabatan strategis, itu sama saja dengan merampok harapan rakyat secara terang-terangan.
Sekda baru, sosok Munawar Ibrahim, sang birokrat ulung yang mengambil langkah berani untuk pulang kampung menjadi tumpuan harapan bersih-bersih birokrasi. Tapi ia juga akan menjadi sasaran kritik tajam jika gagal menahan arus intervensi politik dalam mutasi jabatan. Jika penempatan jabatan dilakukan tanpa uji kelayakan dan hanya berdasarkan loyalitas personal, maka dia hanya akan menjadi pelengkap sandiwara, bukan tokoh utama perubahan.
Jangan salah. Rakyat Pidie Jaya hari ini sudah terlalu cerdas untuk dibodohi. Mereka tahu membedakan mana birokrasi profesional dan mana birokrasi titipan. Mereka menyimpan memori pahit tentang bagaimana anggaran dibakar tanpa arah karena dipegang oleh orang-orang yang tak paham tugas, tapi paham siapa yang mengangkatnya.
Mereka yang kini mulai bermain di belakang layar kekuasaan, mendorong nama-nama tak berkompeten hanya karena “ada jasa waktu kampanye.” Pejabat bukan hadiah balas budi, bukan medali untuk loyalitas buta. Ini jabatan publik, bukan warisan keluarga. Rakyat tidak butuh pejabat yang setia, tapi pejabat yang bisa kerja.
Mereka yang pura-pura tidak tahu bahwa setiap jabatan yang diberikan kepada orang yang salah akan mematikan satu harapan rakyat. Satu posisi yang diisi dengan titipan adalah satu kebijakan yang akan gagal. Ini bukan hanya tentang siapa duduk di mana, ini tentang nasib masyarakat di sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan pelayanan dasar.
Intinya, apakah pasangan Sibral-Hasan akan berdiri sebagai pemimpin yang membawa perubahan sejati, atau hanya menjadi aktor dalam panggung lama yang mengganti judul tapi memainkan skrip usang? Pilihan mereka sekarang akan menentukan wajah Pidie Jaya lima tahun ke depan, wajah penuh harapan, atau wajah muram penuh pengkhianatan.
Bersihkan proses pengangkatan pejabat dari campur tangan politik. Bentuk tim seleksi independen. Terapkan sistem meritokrasi. Jadikan kinerja, integritas, dan pengalaman sebagai tolok ukur. Publikasikan semua tahapan seleksi agar rakyat tahu bahwa pemerintah tak sedang bermain petak umpet di balik meja kekuasaan.
Rakyat Pidie Jaya sudah bersuara dalam pilkada. Jangan buat mereka menyesal memilih. Sibral-Hasan harus berani melawan godaan nepotisme, atau mereka akan dicatat sebagai pemimpin yang hanya kuat di janji, tapi lemah di prinsip. Dan sejarah tidak pernah memaafkan pemimpin yang berkhianat pada semangat perubahan.
Oleh : Teuku Saifullah
Warga Pidie Jaya - Aceh.