BANJIR PIDIE JAYA
Wakil Ketua II DPRK Pidie Jaya Desak BNPB dan BPBD Data Menyeluruh Rumah Korban Banjir
Foto : Rusydi, SE, Wakil Ketua II DPRK Pidie Jaya | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID -Banjir yang melanda Kabupaten Pidie Jaya bukan sekadar peristiwa alam, melainkan luka kolektif yang membekas di rumah-rumah warga dan ingatan mereka. Di balik dinding yang kini tampak bersih, tersimpan kisah lumpur, air kotor, dan malam-malam panjang penuh kecemasan. Namun ironisnya, ketika air telah surut dan warga bergotong royong membersihkan sisa bencana dengan tenaga sendiri, jejak penderitaan itu justru terancam dihapus dari pendataan.
Wakil Ketua II DPRK Pidie Jaya, Rusydi, SE, dengan tegas, meminta dan mendesak BNPB Pusat dan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya melalui BPBD untuk melakukan pendataan menyeluruh terhadap seluruh rumah warga yang terdampak banjir.
Menurut politisi PKB itu, pendataan adalah fondasi keadilan pascabencana. Tanpa data yang jujur dan utuh, bantuan dan rekonstruksi hanya akan menjadi cerita timpang yang memicu polemik di tengah masyarakat.
Menurut Rusydi pendataan baru dilakukan setelah 25 hari banjir melanda. Dalam rentang waktu itu, banyak warga sudah membersihkan rumah mereka sendiri demi bisa kembali berteduh dan menjalani hidup. Akibatnya, saat petugas pendataan datang, rumah-rumah tersebut tampak “normal”, seakan tak pernah disentuh banjir.
Politisi yang dikenal pro-rakyat ini mengingatkan agar tim pendataan tidak bermain-main dengan data. Baginya, data bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan penentu nasib warga pada tahap rekonstruksi nanti. Kesalahan atau pengabaian hari ini akan berubah menjadi ketidakadilan berkepanjangan di masa depan, terutama bagi mereka yang sudah membersihkan rumah lebih dulu.
Rusydi mengingatkan, pendataan harus mencakup seluruh rumah terdampak, baik yang masih menyisakan lumpur maupun yang sudah dibersihkan pemiliknya. Penderitaan tidak boleh diukur dari sisa kotoran di lantai, tetapi dari fakta bahwa air pernah masuk, merusak, dan mengganggu kehidupan keluarga di dalamnya. Pendataan tidak boleh absen hanya karena warganya lebih dulu bangkit.
Selain itu, dia juga menuntut agar pendataan dilakukan secara serius terhadap fasilitas umum seperti sekolah, mesjid, meunasah, jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya. Sebab banjir tidak hanya merobohkan dinding rumah, tetapi juga menggerus sendi-sendi kehidupan sosial. Jika pemerintah ingin benar-benar hadir, maka kehadiran itu harus dimulai dari data yang jujur, menyeluruh, dan berpihak pada korban, bukan pada kenyamanan administrasi semata, pungkasnya. (**)






