20 Juni 2025
Budaya

Terperas Waktu, Terlupakan Generasi: Kisah Peuneurah Pleik di Tengah Arus Zaman

Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDAceh sejak dulu dikenal sebagai daerah yang kaya akan budaya dan tradisi, termasuk dalam hal teknologi rumah tangga yang diciptakan secara mandiri oleh masyarakat lokal. Salah satu alat tradisional yang kini nyaris punah adalah Peuneurah Pleik, alat pemeras untuk mengolah minyeuk pilek u atau minyak kelapa murni. Alat ini terbuat dari kayu keras dan mur baja, dirancang sederhana namun sangat fungsional, mencerminkan kecerdasan lokal (local wisdom) masyarakat Aceh tempo dulu. Peuneurah Pleik bukan hanya alat produksi, tapi simbol kemandirian pangan dan kelestarian lingkungan.

Dalam proses pembuatannya, kelapa terlebih dahulu diparut menggunakan alat tradisional lain bernama Geulungku, kemudian dijemur selama beberapa hari hingga benar-benar kering. Proses pengeringan ini bertujuan untuk memaksimalkan keluarnya minyak saat kelapa diperas dengan Peuneurah Pleik. Setelah itu, kelapa kering dimasukkan ke dalam alat ini dan ditekan perlahan-lahan hingga tetesan minyak murni mengalir ke wadah penampung. Minyak yang dihasilkan sangat jernih, beraroma harum, dan memiliki daya tahan lama tanpa bahan pengawet. Ini menjadikan minyeuk pilek u sebagai produk rumah tangga berkualitas tinggi.

Sayangnya, seiring waktu dan masuknya minyak goreng pabrikan ke pasar tradisional maupun swalayan, kebiasaan membuat minyak kelapa sendiri mulai ditinggalkan. Alat-alat seperti Peuneurah Pleik kini lebih sering ditemukan sebagai barang antik daripada alat aktif di dapur masyarakat. Banyak generasi muda bahkan tidak mengetahui lagi bagaimana cara penggunaannya. Kemudahan membeli minyak sawit kemasan di toko modern membuat masyarakat cenderung melupakan warisan yang satu ini. Pergeseran ini tidak hanya berdampak pada hilangnya tradisi, tapi juga mengikis nilai-nilai kemandirian dan kesehatan yang dahulu sangat dijaga.

Keunikan dan nilai historis Peuneurah Pleik sebenarnya sangat layak untuk dilestarikan. Di tengah maraknya isu kesehatan dan ketergantungan pada produk-produk pabrikan, minyeuk pilek u bisa menjadi solusi lokal yang kembali diperkenalkan. Minyak ini tidak hanya bebas dari bahan kimia, tetapi juga kaya manfaat untuk kesehatan, seperti mengandung antioksidan alami dan bersifat antimikroba. Peluang ini seharusnya menjadi motivasi bagi pemerintah daerah, lembaga budaya, dan tokoh masyarakat untuk mengangkat kembali warisan leluhur dan peralatan tradisional Aceh.

Kebangkitan kembali Peuneurah Pleik bisa dikembangkan melalui pelatihan-pelatihan, dokumentasi budaya, serta pameran alat-alat tradisional. Perlu ada intervensi positif untuk mengintegrasikan alat tradisional ini dalam program pendidikan lokal, seperti muatan lokal di sekolah-sekolah atau praktik kewirausahaan berbasis tradisi. Bila dilestarikan dan diangkat kembali, bukan tidak mungkin minyeuk pilek u bisa menjadi produk unggulan UMKM Aceh yang bernilai ekonomis tinggi dan menembus pasar nasional bahkan internasional.

Akhirnya, Peuneurah Pleik bukan sekadar alat, tetapi cerminan dari kearifan lokal dan identitas budaya masyarakat Aceh. Menghidupkan kembali alat ini berarti menghargai leluhur, memperkuat ketahanan pangan lokal, serta memberikan alternatif sehat di tengah gempuran produk-produk pabrikan. Inilah saatnya masyarakat dan generasi muda Aceh menoleh ke belakang untuk maju ke depan menggali kembali emas yang tersembunyi dalam tradisi, demi masa depan yang lebih berdaulat dan sehat. (TS