Penegakan Hukum di Aceh Utara Terkesan Lamban, Korban Penganiayaan Mendesak APH untuk Bekerja Profesional
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Penegakan hukum di Kabupaten Aceh Utara terlihat lamban dan stagnan, menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya kasus kriminalitas di wilayah ini.
T. Muhammad Raja, seorang tokoh pemuda dari Pase, berbicara sebagai perwakilan keluarga korban penganiayaan yang dilakukan oleh keluarga mantan istri korban. Kejadian ini berlangsung di Gampong Rawang Itek, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara.
Muhammad Raja meminta aparat penegak hukum di Aceh Utara untuk bekerja lebih sportif demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia menegaskan bahwa ketertiban dan ketentraman merupakan kondisi yang sangat dibutuhkan masyarakat dan merupakan salah satu program utama pemerintah Indonesia saat ini.
Muhammad Raja juga menjelaskan bahwa lambannya proses hukum terhadap pelaku kejahatan di wilayah tersebut tidak tanpa alasan. Pada awal Januari 2024, abangnya, SF, yang merupakan warga salah satu Gampong di Kecamatan Matangkuli, menjadi korban kejahatan yang diabaikan oleh aparat penegak hukum, meskipun kasus tersebut sempat menjadi topik hangat di media sosial dan diberitakan oleh beberapa media.
SF melaporkan mantan istrinya, MM, ke Polsek Tanah Jambo Aye pada akhir 2023 terkait dugaan penipuan dengan modus pernikahan, yang melibatkan seorang calon anggota DPRK Aceh Timur. Keluarga mantan istri korban dan oknum caleg tersebut diduga melakukan kerjasama dalam penipuan yang menyebabkan pernikahan antara MN dan SF hanya bertahan sekitar 100 hari sebelum mereka bercerai.
Akibat tindakan oknum tukang nikah siri, abang Muhammad Raja merasa sangat dirugikan karena surat pasah yang dikeluarkan secara sepihak. Kejadian ini menimbulkan kekecewaan besar bagi Muhammad Raja terhadap proses penegakan hukum di Indonesia, yang ia nilai tidak melayani masyarakat dengan adil sesuai amanat undang-undang.
Muhammad Raja berharap aparat penegak hukum di Aceh Utara segera menegakkan hukum dengan adil terhadap pelaku kejahatan, agar penegakan hukum di wilayah tersebut tidak terkesan tebang pilih.
Sementara itu, SF, sebagai korban, menyatakan bahwa akibat ulah oknum tukang nikah siri dan pengabaian aparat penegak hukum, dirinya mengalami pengeroyokan dan hingga kini, setelah hampir 8 bulan, pelaku masih bebas berkeliaran meskipun telah dinyatakan sebagai tersangka berdasarkan hasil visum dari puskesmas setempat.
Meskipun SF telah melaporkan kejadian ini sesuai arahan polisi dan mengikuti proses hukum yang berlaku, pihak Polsek Tanah Jambo Aye menyatakan belum menemukan unsur pidana penipuan karena pernikahan tersebut tidak tercatat secara resmi. Akhirnya, pihak keluarga korban diminta menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan Qanun Aceh di tingkat gampong.
Namun, mediasi yang dilakukan oleh pihak gampong tidak menemukan titik temu, sehingga pihak kepolisian dan pemerintah gampong melepas tangan dari kasus ini. Akibatnya, SF tidak bisa pulang ke rumah dan akhirnya mengalami pengeroyokan, tanpa ada kejelasan dan kepastian hukum meskipun berkas kasus sudah dua bulan berada di Kejaksaan Negeri Lhoksukon. (**)