Jalan Damai: Solusi Islami dalam Penyelesaian Kasus Wakil Bupati Pidie Jaya
Oleh: Dr. Tgk. Mahdir Muhammad, M.A.
OPINI - Kasus dugaan pemukulan yang melibatkan Wakil Bupati Pidie Jaya terhadap Kepala SPPG Gampong Sagoe, Kecamatan Trienggadeng, menjadi sorotan hangat di tengah masyarakat. Tak dapat dipungkiri, peristiwa ini menimbulkan kekecewaan, sebab masyarakat menaruh harapan besar agar seorang pemimpin menjadi teladan dalam sikap dan perbuatan. Namun, di tengah hiruk pikuk opini publik, sudah sepatutnya semua pihak menahan diri, menimbang dengan hati yang jernih, dan mencari penyelesaian terbaik yang membawa kemaslahatan bagi semua. Dalam konteks Aceh yang bersyariat, jalan damai ishlah adalah langkah mulia yang patut diutamakan.
Syariat Islam menempatkan perdamaian sebagai nilai luhur. Allah Swt. berfirman, “Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.” (QS. Al-Hujurat: 9). Ayat ini mengingatkan kita bahwa perdamaian bukan tanda kelemahan, melainkan cermin kematangan iman dan kebijaksanaan hati. Dalam bingkai ukhuwah Islamiyah, langkah damai jauh lebih berharga daripada saling menyalahkan. Islah tidak meniadakan keadilan, tetapi mengajarkan kita mencari jalan tengah agar keadilan dan kedamaian dapat berjalan seiring.
Sebagai seorang pemimpin, Wakil Bupati memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk menampilkan keteladanan. Apabila beliau dengan lapang dada bersedia meminta maaf dan beritikad memperbaiki hubungan dengan pihak yang dirugikan, hal itu akan menjadi contoh yang amat berharga bagi masyarakat. Mengakui kesalahan bukanlah aib, tetapi bukti kebesaran jiwa dan kedewasaan seorang pemimpin. Di sisi lain, pihak korban pun diharapkan membuka ruang maaf karena dalam Islam, memaafkan bukan berarti menyerah, melainkan menunjukkan kemuliaan hati yang dicintai Allah Swt.
Aceh memiliki kearifan lokal yang selaras dengan syariat: adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala. Ungkapan ini menegaskan pentingnya keseimbangan antara adat, hukum, dan agama dalam menyelesaikan setiap persoalan sosial. Karena itu, peran ulama, tokoh adat, dan lembaga keislaman menjadi sangat penting dalam proses mediasi agar penyelesaian ditempuh dengan cara yang bermartabat, berkeadilan, dan menjaga marwah semua pihak. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menyaksikan hukum ditegakkan, tetapi juga menyaksikan nilai-nilai Islam hidup nyata dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Kasus di Pidie Jaya hendaknya menjadi pelajaran bersama bahwa kekuasaan bukanlah ruang untuk menegakkan ego, melainkan amanah untuk menunjukkan akhlak dan kebijaksanaan. Pemimpin sejati bukan yang tak pernah salah, melainkan yang berani memperbaiki kesalahan dengan kejujuran dan kerendahan hati. Bila penyelesaian kasus ini ditempuh melalui jalan damai sesuai nilai syariat, maka Pidie Jaya akan menjadi teladan bagi daerah lain, bahwa Islam bukan hanya seperangkat aturan, tetapi sumber solusi yang membawa keadilan, ketenteraman, dan kemuliaan bagi semua.
Penulis : Dr. Mahdir Muhammad, MA - Wakil Ketua II STIS Ummul Ayman Pidie Jaya dan Dewan Guru Senior di Dayah Mahasiswa Ummul Ayman III)
Email: abutiro@gmail.com








