PB PMII Desak Bencana di Sumatera Ditetapkan sebagai Darurat Nasional
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID -Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melontarkan kritik tajam terhadap respons pemerintah pusat dalam menangani rangkaian bencana alam yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera. PB PMII menilai pemerintah bersikap gagap, ambigu, dan terkesan menutup-nutupi kondisi di lapangan demi kepentingan citra, sehingga mendesak agar status bencana di Sumatera segera dinaikkan menjadi Darurat Bencana Nasional.
Ketua Umum PB PMII, Mohammad Shofiyulloh Cokro, menegaskan bahwa skala kerusakan dan jumlah korban yang terus bertambah tidak lagi bisa dianggap sebagai persoalan daerah semata. Menurutnya, situasi saat ini telah memenuhi indikator bencana nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Pemerintah pusat tidak menunjukkan ketegasan. Sikap ambigu yang menempatkan ini seolah hanya bencana regional justru memperlambat mobilisasi sumber daya. Dalam situasi darurat, kecepatan adalah kunci. Ketidaktegasan ini memperpanjang penderitaan rakyat,” ujar pria yang akrab disapa Gus Shofi dalam keterangan resminya, Sabtu (29/11/2025).
PB PMII juga menyoroti adanya dugaan upaya pemerintah mereduksi skala bencana yang sesungguhnya terjadi. Berdasarkan laporan kader dan relawan PMII di lapangan, ditemukan kesenjangan antara narasi resmi pemerintah dan realitas di lokasi bencana, mulai dari minimnya fasilitas evakuasi, lemahnya koordinasi antarinstansi, hingga tidak meratanya distribusi bantuan.
“Kami menangkap kesan kuat adanya penahanan informasi tertentu sehingga publik tidak melihat kondisi darurat yang sesungguhnya. Pemerintah tidak boleh menempatkan pencitraan di atas keselamatan rakyat. Negara wajib jujur dan terbuka,” tegas Shofi.
Atas kondisi tersebut, PB PMII menuntut pemerintah menghentikan retorika dan segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional. Status ini, kata Shofi, sangat penting sebagai landasan hukum untuk memobilisasi kekuatan penuh negara, termasuk TNI, Polri, BNPB, Kementerian Sosial, serta membuka akses bantuan internasional secara terstruktur dan masif.
“Kerusakan infrastruktur vital seperti jembatan, fasilitas kesehatan, dan permukiman warga membuktikan bencana ini tidak bisa ditangani parsial. Setiap jam keterlambatan berarti ancaman bagi nyawa rakyat,” tambahnya.
Sebagai respons konkret atas lambannya langkah pemerintah, PB PMII juga mengumumkan gerakan kemanusiaan mandiri melalui Lembaga Mitigasi dan Penanganan Bencana PB PMII yang dipimpin oleh Rico Andi Prastiawan. Seluruh Pengurus Cabang (PC) dan Pengurus Koordinator Cabang (PKC) diinstruksikan untuk melakukan penggalangan dana nasional.
“Kami menggerakkan seluruh struktur PMII se-Indonesia untuk bantuan logistik dan kemanusiaan. Fokus kami tidak hanya kebutuhan fisik, tetapi juga dukungan psikososial bagi para penyintas,” jelas Shofi.
PB PMII menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi dalam negara. “Bencana ini harus menjadi tamparan keras bagi kita semua untuk membangun negeri berdasarkan empati, bukan sekadar pencitraan,” pungkasnya. (**)






