10 Oktober 2025
Daerah

Paguyuban Mahasiswa Pidie Jaya Vakum, MJ Thabari: Saatnya Generasi Muda Menyalakan Kembali Semangat Kebersamaan

Foto : MJ Thabari, Mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDDua dekade setelah lahir dari semangat reformasi dan cita-cita otonomi daerah, Kabupaten Pidie Jaya kini menghadapi ujian baru, sunyinya kehidupan sosial di tengah geliat pembangunan fisik. Jalan-jalan diperlebar, kantor pemerintahan berdiri megah, namun di balik itu, ada kekosongan yang tak terlihat, yakni  hilangnya semangat kebersamaan yang dulu menjadi nafas kehidupan masyarakat Pidie Jaya.

Salah satu cerminan dari kondisi tersebut adalah vakumnya Paguyuban Mahasiswa Pidie Jaya, wadah sosial yang dulu berperan penting dalam membangun solidaritas dan semangat intelektual anak muda daerah. Dulu, paguyuban menjadi ruang berdialog antara elit dan rakyat, tempat belajar musyawarah, dan kaderisasi  lahirnya pemimpin muda yang peka terhadap kondisi daerah. Kini, yang tersisa hanyalah nama dan kenangan di antara generasi baru yang nyaris tak mengenalnya lagi.

Vakumnya organisasi ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan tanda meredupnya jiwa kolektif masyarakat Pidie Jaya. Di tengah euforia kebebasan pasca reformasi, nilai-nilai gotong royong dan solidaritas perlahan terpinggirkan, digantikan oleh kepentingan pribadi dan politik sesaat. Akibatnya, ruang sosial yang dulu menjadi perekat antargenerasi kini seolah kehilangan fungsi.

Mahasiswa asal Pidie Jaya, MJ Thabari, yang kini menempuh pendidikan di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, menilai fenomena ini sebagai sinyal bahaya bagi generasi muda. “Paguyuban yang vakum menandakan ada sesuatu yang hilang dari denyut sosial kita. Pidie Jaya tidak hanya butuh pembangunan fisik, tapi juga pembangunan jiwa kolektif,” ujarnya, Selasa (7/10).

Menurut Thabari, sudah saatnya generasi muda bangkit dan menghidupkan kembali paguyuban mahasiswa sebagai bentuk rekonstruksi modal sosial (social capital) yang sempat terabaikan. Ia menilai bahwa paguyuban harus tampil lebih adaptif dan terbuka, menjadi ruang dialog kritis serta pusat gagasan progresif yang mampu menjawab tantangan zaman.

“Paguyuban yang dibangun kembali jangan hanya menjadi wadah seremonial atau simbol kedaerahan. Ia harus menjadi ruang yang hidup, tempat gagasan sosial, pendidikan, budaya, dan kemanusiaan,” ujarnya. Thabari menambahkan, di era digital, paguyuban juga harus hadir di ruang maya agar bisa menjangkau generasi baru Pidie Jaya yang tumbuh di dunia daring.

“Kita tidak sedang membangkitkan masa lalu, yang kita bangun adalah kesadaran sosial baru, bahwa kekuatan sejati masyarakat bukan pada kekuasaan dan modal, tapi pada rasa sepenanggungan dan semangat kolektif untuk maju bersama.”

Pidie Jaya, katanya, membutuhkan kebangkitan moral dan sosial di tengah derasnya pembangunan infrastruktur. Dan itu hanya mungkin jika obor paguyuban kembali dinyalakan dengan cahaya yang lebih terang, lebih cerdas, dan lebih bermakna, pungkasnya. (**)