Mengembalikan Wibawa Mukim di Tengah Pemerintahan Gampong
Oleh : Jamaluddin Ismail - Warga Pidie Jaya
"Jika Mukim terus dilewati, tidak dilibatkan dalam keputusan-keputusan penting, maka kami khawatir tatanan masyarakat Aceh akan kehilangan arah."
OPINI - Sebagai masyarakat Aceh, kami melihat perubahan yang pelan-pelan terjadi dalam sistem pemerintahan di Gampong. Salah satu hal yang terasa adalah menurunnya peran Mukim, padahal dulu Mukim sangat dihormati dan jadi pusat keputusan penting antar gampong.
Dulu, Imuem Mukim itu ibarat orang tua bagi semua gampong. Ia tahu persoalan warga, tahu sejarah dan batas wilayah, tahu siapa tokoh yang bisa dipercaya di setiap gampong. Kalau ada masalah antar gampong, Mukim jadi penengah. Kalau ada pembangunan, Mukim yang bantu arahkan supaya tidak tumpang tindih.
Bahkan, kalau jabatan keuchik kosong, masyarakat biasanya mengandalkan Imuem Mukim untuk sementara mengatur gampong tersebut sampai ada pemimpin baru. Tapi sekarang, penunjukan Pj (Penjabat) Keuchik sering langsung ditentukan oleh pihak kecamatan atau kabupaten, tanpa melibatkan secara langsung Mukim. Kami, sebagai masyarakat.
Dalam banyak kasus, keuchik juga sekarang langsung berurusan ke camat, tanpa melalui Mukim. Padahal dalam adat dan aturan, semua laporan atau penyampaian seharusnya lewat Imuem Mukim dulu. Ini bukan soal birokrasi, tapi soal menghargai struktur adat yang sudah berjalan sejak dulu.
Padahal secara hukum, kedudukan Mukim sudah jelas diatur. Mukim diakui dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh, dan lebih diperkuat lagi lewat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Qanun Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2003 juga menyebut Mukim sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berdiri sendiri di bawah kecamatan, terdiri dari beberapa gampong, dan dipimpin oleh Imuem Mukim yang dipilih oleh wakil masyarakat.
Kami hanya ingin menyampaikan bahwa Mukim masih penting bagi kami. Imuem Mukim bukan hanya pemimpin adat, tapi tokoh panutan yang masih kami hormati. Jika Mukim terus dilewati, tidak dilibatkan dalam keputusan-keputusan penting, maka kami khawatir tatanan masyarakat Aceh akan kehilangan arah. Adat bisa hilang, komunikasi antargampong jadi renggang, dan masyarakat makin jauh dari pemerintah.
Kami berharap para pemangku kebijakan di kabupaten dan kota terskusus Pidie Jaya, termasuk camat dan dinas terkait, tidak hanya mematuhi aturan, tapi juga menghidupkan kembali peran Mukim dalam praktik. Libatkan Mukim dalam pembangunan, dalam musyawarah antar gampong, dan dalam setiap pengambilan keputusan penting.
Karena bagi kami, masyarakat di Gampong, Mukim bukan hanya bagian dari masa lalu. Mukim adalah bagian dari solusi hari ini, dan penjaga jati diri Aceh ke depan.