12 Maret 2025
Peristiwa

LIRA: Kaburnya 52 Napi dari Lapas Kutacane, Motif Kekecewaan Terhadap Kondisi Fasilitas dan Kebutuhan Pokok

Foto : Aktivis/ Bupati LIRA Aceh Tenggara, M. Saleh Selian | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDPeristiwa kaburnya 52 orang nara pidana (napi) dari lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas II.B Kutacane, Aceh Tenggara, pada Senin (10/3/2025) petang mengguncang masyarakat dan banyak pihak. 

Hingga berita ini diturunkan, Selasa (11/3/2025) siang, ada 14 tahanan tertangkap kembali dan menyerahkan diri, bahkan satu napi diserahkan oleh keluarganya. Sementara ini 38 orang dalam pengejaran pihak berwajib.

Aksi kaburnya para narapidana ini diduga berakar pada rasa kekecewaan yang mendalam terhadap kondisi kebutuhan pokok, seperti makanan dan fasilitas di dalam Lapas, termasuk bilik asmara yang selama ini menjadi sorotan.

Menurut Kepala Lapas (Kalapas) Kutacane, Andi Hasyim, A.Md.IP., S.H., dalam keterangannya kepada Bupati Aceh Tenggara, menjelaskan bahwa anggaran makan per narapidana di Lapas ini hanya sebesar Rp 20.000 per hari.

Kalapas juga mengungkapkan bahwa kapasitas Lapas telah melebihi batas maksimal (over capacity), dengan jumlah penghuni yang jauh lebih banyak daripada kapasitas idealnya.

Sementara itu, Bupati Aceh Tenggara, H. M. Salim Fakhry, menyatakan bahwa empat hari sebelum kejadian kaburnya narapidana, Pemkab Aceh Tenggara telah menandatangani hibah tanah untuk pembangunan Lapas baru bertipe II. "Pembangunan ini diharapkan dapat merelokasi narapidana dan mengatasi masalah over capacity yang sudah lama terjadi." Kata Bupati 

LIRA Tuding Adanya Penyimpangan Anggaran
Meskipun demikian, insiden kaburnya para napi ini kembali menambah deretan permasalahan yang ada di Lapas Kelas IIB Kutacane yang semakin kompleks.

Kemungkinan juga adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran, khususnya terkait dana makan napi." Kata aktivis Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), M. Saleh Selian.

Menurutnya, jika benar biaya makan napi hanya sebesar Rp 20.000 seorang/ per hari, maka perlu ada penjelasan lebih lanjut mengenai pengelolaan anggaran yang sesuai. LIRA mendesak aparat penegak hukum untuk menyelidiki kemungkinan adanya praktik korupsi dalam pengelolaan dana tersebut.

"Peristiwa ini harus dijadikan pintu masuk bagi penyidik untuk memeriksa alokasi dana keseluruhan, khususnya untuk biaya makan napi. Jangan sampai ada pengabaian terhadap hak-hak narapidana, apalagi menyangkut masalah makan dan fasilitas yang seharusnya menjadi bagian dari perlakuan manusiawi terhadap mereka," tegas Saleh Selian.

Berdasarkan data Daftar Isian Anggaran (DIPA) tahun 2024 dan 2025, Lapas Kelas IIB Kutacane menerima dana sebesar Rp.9.285.152.000 untuk tahun 2024 dan Rp 9.112.765.000 untuk tahun 2025.

Begitu pula dengan Bapas Kelas IIB Kutacane yang mendapatkan anggaran besar, yakni Rp 3.557.412.000 untuk 2024 dan Rp 3.668.885.000 untuk 2025." Rinciannya 

"Meski dana yang tersedia cukup besar, persoalan terkait fasilitas dan pengawasan di Lapas ini masih menjadi titik kritis yang membutuhkan perhatian serius." Tandas Saleh Selian 

Lanjutnya, selain masalah anggaran dan fasilitas, pengawasan terhadap pengelolaan Lapas juga menjadi sorotan. Beberapa waktu lalu, Lapas Kelas IIB Kutacane sempat menerima kritik tajam karena narapidana kasus narkoba diduga sering keluar masuk dari lingkungan Lapas tanpa izin, sebuah praktik yang dikenal dengan istilah "Bon Tahanan".

Bahkan, beredar video yang menunjukkan beberapa narapidana menggunakan narkoba jenis sabu di dalam Lapas, namun hingga kini belum ada penjelasan resmi mengenai bagaimana barang terlarang tersebut bisa masuk ke dalam Lapas.

Kondisi ini semakin memprihatinkan, mengingat Lapas Kelas IIB Kutacane saat ini menampung 370 narapidana, meskipun kapasitas normalnya hanya mampu menampung maksimal 300 napi.

Keterbatasan fasilitas ini memengaruhi proses pembinaan yang semestinya menjadi prioritas dalam sistem pemasyarakatan. LIRA kembali menuntut agar pihak kepolisian melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap pengelolaan dana makanan napi dan memastikan bahwa tidak ada penyimpangan yang merugikan negara.

Selain itu, LIRA juga mendesak agar pengawasan terhadap Lapas diperketat guna mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa depan. Mengingat Lapas Kelas IIB Kutacane sebelumnya berstatus sebagai Rumah Tahanan (Rutan), meski kini telah beralih status menjadi Lapas, bangunan yang digunakan sudah tidak layak menampung jumlah napi yang jauh melebihi kapasitas.

Gedung lama yang seharusnya hanya bisa menampung 100 narapidana kini digunakan untuk menampung 370 napi, yang semakin memperburuk kondisi di dalam Lapas.

Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk memperbaiki kondisi Lapas ini, agar hak-hak narapidana dapat dipenuhi, termasuk hak atas makanan yang layak dan fasilitas yang memadai.

Situasi ini juga menuntut adanya perbaikan dalam sistem pengelolaan dan pengawasan di Lapas, demi menciptakan lingkungan yang lebih manusiawi dan aman bagi semua pihak." Pungkas Saleh Selian. (**)