Kepala DLH Pidie Sampaikan Upaya Penanganan Interaksi Negatif Antara Manusia dan Gajah di Aceh
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Interaksi negatif antara manusia dengan satwa liar (gajah liar) di Aceh sudah sering terjadi dan berada pada tingkat mengkhawatirkan, terutama antara gajah dengan para petani.
Hubungan buruk ini kerap terjadi ketika gajah-gajah liar sedang lapar memasuki kebun atau sawah warga untuk mencari makan.
Rombongan gajah yang biasanya berjumlah puluhan tersebut tidak mau diusik selagi berada di sawah ataupun kebun dan akan sangat marah bila berpapasan dengan petani.
Sejumlah kejadian mengakibatkan rusaknya hasil sawah dan kebun oleh gajah-gajah liar, bahkan beberapa kasus menyebabkan korban jiwa manusia atau sebaliknya.
Tentu saja ada faktor penyebab, sehingga gajah- gajah liar "turun gunung" mencari makan di sawah ataupun di kebun warga dan mengakibatkan korban harta maupun jiwa.
Untuk mengantisipasi hubungan buruk antara manusia dan gajah, BKSDA bersama Instansi terkait Kabupaten se-Aceh, pada 06 Juni 2023 lalu bertempat di Kyriad Muraya Hotel, Banda Aceh, menggelar rapat pembahasan Strategi Jangka Panjang Penanganan Interaksi Negatif Antara Manusia dan Gajah di Aceh.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pidie, Firman Maulana, S.STP., M.A.P., yang turut hadir mewakili Pj Bupati pada rapat tersebut, kepada awak media ini, Rabu (21/06/2023) mengatakan, hasil rapat telah dirumuskan beberapa kesepakatan.
Adapun kesepakatan itu terdiri dari 7 poin, sebut Firman Maulana, yaitu pertama mendorong efektivitas kinerja tim koordinasi dan tim satgas penanggulangan konflik satwa liar yang telah di SK-kan oleh Gubernur Aceh.
Meliputi SK Gubernur Aceh No. 522.51/1521/2020 tentang
perubahan atas Keputusan Gubernur Aceh No .522.51/1098/2015 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar Provinsi Aceh.
Serta SK Gubernur Aceh No 522.51/1519/2020 tentang perubahan atas Keputusan Gubernur Aceh No.
522.51/1097/2015 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar Provinsi Aceh.
"Jika memungkinkan dilakukan evaluasi terkait dengan SK tersebut. SK yang sudah ditetapkan secara menyeluruh diikuti oleh pihak terkait di Kabupaten", kata Firman Maulana.
Poin yang kedua, lanjut Kadis LH, adalah percepatan integrasi program atau kegiatan yang ada pada SKPA/SKPK sehubungan dengan inisiatif koridor hidupan liar. Hal ini penting dilakukan dalam pengelolaan penggunaan ruang serta
sinkronisasi peran atau kegiatan oleh para pihak.
Ketiga dari poin ini menyebutkan, kesenjangan peraturan (tidak ada kewenangan kabupaten dalam penyelenggaraan pengelolaan
satwa liar dan kehutanan) sehingga integrasi koridor hidupan liar dengan rencana tata ruang wilayah menjadi penting.
Selanjutnya poin keempat adalah penegakan hukum, dimana pelibatan dan peran aktif seluruh unsur lembaga hukum dalam upaya
penegakan hukum bidang kehutanan (kejadian ilegal).
Untuk poin kelima tentang Sosialisasi alur pelaporan kejadian interaksi negatif manusia dan gajah, untuk memudahkan
masyarakat dalam melapor ketika terjadi interaksi negatif.
Yang keenam, Komoditi berkesesuaian menjadi salah satu upaya jangka penting dalam meminimalisir kejadian
interaksi negatif manusia dan gajah.
Dan poin terakhir terkait Kearifan lokal, dimana penerapan kearifan lokal sehubungan dengan sejarah keberadaan gajah di Aceh.
"Hal inilah yang menjadi rumusan sebagai upaya penanganan interaksi negatif antara manusia dan gajah di Aceh pada rapat dengan BKSDA di Banda Aceh", ungkap Kepala DLH Pidie, Firman Maulana.(AA/hR)