21 November 2024
Opini

Filsafat Pragmatisme Dalam Jiwa Pejabat Publik

Pragmatisme merupakan salah satu aliran pemikiran filsafat yang berkembang di abad 20. Pengaruh pragmatism telah meluas ke segala bidang kehidupan, seperti agama, pendidikan, sosial-budaya, politik, hukum, dan ekonomi. Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang menekankan konsekuensi dan penggunaan praktis. Menurut KBBI pragmatisme bersifat praktis, mengutamakan segi kepraktisan, atau juga paham tentang kepercayaan bahwa kebenaran sifatnya relative tidak mutlak.

Pragmatisme juga merupakan tindakan suatu perbuatan kebenaran sesuatu yang memiliki kegunaan bagi kehidupan. Berarti kesimpulan dari pragmatise adalah bersifat praktis dimana lebih mementingkan nilai kepraktisan dan kegunaannya.

Pembahasan tentang pragmatisme masih terkait dengan pengakuan bahwa pengertian pragmatisme secara luas terkait dengan bahaya yang dihadapi oleh pemahaman masyarakat, salah satunya adalah masyarakat cenderung menilai segala sesuatu berdasarkan kepraktisan dan nilai guna. Nilai guna merupakan tolok ukur untuk menguji validitas kebenaran dan nilai tindakan. Abstrak, hal-hal yang tidak memiliki nilai guna akan dikesampingkan.

Saat ini masyarakat banyak menaruh harapan kepada pejabat publik untuk dapat membangun dan mensejahterakan rakyat. Visi dan misi dari pejabat publik lah yang paling diharapkan masyarakat untuk direalisasikan kedepannya bukan hanya diumbar dengan tulisan dan kata-kata, visi dan misi tersebut diharapkan dapat menjadi produk yang memiliki daya jual, sehingga dengan adanya kemenonjolan terhadap pejabat publik tersebut maka akan terlihat berbeda satu sama lain dalam hal ideologi dan strategis. Pejabat publik akan selalu mengumbar visi dan misi pada konteks tingkat sempurna, sehingga publik dapat melihat kompetensi dan keseriusan para pejabat publik tersebut. Dengan perkembangan pejabat publik, maka dapat dilihat kecondongannya operasionalisasi kebijakan mereka, karena mereka dapat menggunakan strategi daripada tujuan untuk mencapai tujuannya.
Ketika pejabat publik menggunakan paham pragmatisme sebagai susunan dan hubungan cara berpikir, maka pejabat publik tersebut akan mengubah lingkungan kebijakan menjadi konten yang empiris sehingga dapat menggunakan ide dan keyakinan praktis untuk menentukan kebenaran dan nilai.

Menurut pandangan saya, akan positif jika pejabat publik dapat secara konsisten mempertahankan harapan dari empirisme dan berharap kebijakan itu lebih bisa diterapkan. Namun, ketika para pejabat publik ini mencoba beradaptasi dengan kekuasaan sehingga pragmatisme pejabat publik menjadi tidak tepat sehingga menjadi genderis dengan faktor pengendali daripada pejabat publik itu sendiri .
Pejabat publik akan lebih fleksibel dalam menangani situasi dan tidak akan ada pendukung yang jelas dalam kehidupan menjadi penguasa. Hal ini sangat membahayakan kredibilitas atau kualitas, karena publik akan menganggap pejabat publik tersebut tidak berdaya, bahkan pejabat publik tidak akan mendapatkan pijakan dalam politik dan masyarakat karena akan mengevaluasi berdasarkan visi yang ada.

Pragmatisme dapat diringkas sebagai pembahasan tentang mskna kebenaran, oleh karena itu kebenaran berarti sesuatu yang terjadi karena suatu gagasan. Kebenaran itu tidak statis atau tidak mutlak, oleh karena itu kebenaran itu relatif adanya.

Oleh: Silvy Azhari Br. Tarigan
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Unsyiah