Emisi Gas Rumah Kaca dan Mikroalga di Indonesia
Liputangampongnews.id - Aceh Utara diitinjau dari segi geografi, Indonesia merupakan negara anugrah dari Tuhan yang sudah selayaknya untuk kita jaga bersama. Tetapi, di era ini manusia yang sudah diberkahi akal dan pikiran menutup mata akan isu yang terjadi belakangan ini, terutama isu pemanasan global. Natural Resources Defense Council menjelaskan bahwa global warming adalah krisis lingkungan dan kemanusiaan terbesar yang terjadi pada saat ini.(25/06/2021)
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa Akuakultur Fakultas pertanian universitas Malikussaleh beserta dosen pembimbingnya. Mutiara Meylani Effendi, Intan Wahyuni, Sri Putri Ramadani Dmk
email: mutiarameylanieff@gmail.com
Dosen Pembimbing: Rachmawati Rusyidi S. Pi,. M. Sc
Atmosfer bumi sangat panas karena terperangkap oleh gas karbondioksida yang bisa mengancam perubahan iklim dan dapat menimbulkan bencana di permukaan bumi. Hal tersebut sering kali dikarenakan oleh ulah manusia yang tidak mempunyai kesadaran kondisi lingkungannya.
”Krisis iklim yang terjadi saat ini dikarenakan pemanasan global yang melebihi rata-rata dari seharusnya. Dalam rentang waktu 5000 tahun, bumi mengalami peningkatan pemanasan sebanyak 5 derajat, perbandingannya dihitung sejak perkembangan industri di tahun 1975. Tetapi saat ini terjadi perbedaan yang signifikan terhadap tingkat pemanasan di bumi, belum sampai 1000 tahun, sudah terjadi peningkatan panas 1 derajat” kata Co-Founder heySTARTIC Young Climate Champion Vania Santoso dalam video Meet The Expert di channel YouTube Tropicana Slim mengatakan.
Pemanasan global merupakan kejadian yang terjadi akibat dari meningkatnya emisi gas rumah kaca pada bagian atmosfer bumi. Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu emisi gas rumah kaca yang dominan sebagai pemicu pemanasan global.
Peningkatan karbondioksia (CO2) dikarenakan ulah manusia yang tidak mempunyai kesadaran lingkungan seperti penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, penggunaan berlebihan energi listrik, perusakan dan pembakaran hutan, limbah rumah tangga, industri pertanian dan peternakan. Dalam masa pembakaran tersebut, CO2 dan gas rumah kaca lainnya akan dilepaskan menuju ke atmosfer. Emisi gas rumah kaca yang sudah terkumpul di atmosfer akan menjadi insulator yang menahan panas dari matahari sehingga tidak bisa keluar angkasa.
Beberapa dekade belakangan ini, negara-negara telah bekerja sama untuk mengatasi permasalahan pemanasan global ini. Indonesia sendiri sudah menandatangani perjanjian internasional, yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change (konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim) dan telah pula mengesahkannya melalui UU No.6/1994.
Upaya lain yang dilakukan Indonesia untuk mengatasi peningkatan konsentrasi gas rumah kaca terutama CO2 adalah dengan kultivasi mikroalga dengan fotobioreaktor yang sejak 2008 sudah dilakukan oleh Pusat Teknologi Lingkungan BPPT.
Mikroalga merupakan salah satu organisme berkloroplas yang dapat menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Mikroalga dinilai efektif mengurangi akumulasi CO2 di atmosfer dengan proses fotosintesis. Terlebih lagi, dalam proses mitigasi emisi gas CO2, mikroalga melakukannya secara alami sehingga ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah.
Keuntungan lainnya berupa proses daur ulang nutrien berjalan dengan sangat efisien dan juga menghasilkan biomassa yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lingkungan yg lain. Potensi mikroalga dalam mengatasi peningkatan konsentrasi CO2 lebih besar dibandingkan dengan reboisasi hutan. Hal itu dikarenakan penyerapan karbondioksida oleh mikroalga 20 kali lebih banyak dibandingkan dengan hutan tropis. Penyerapan karbondioksida (CO2) dan pelepasan oksigen (O) akan lebih maksimal jika dilengkapi dengan penyinaran yang optimum.
Indonesia merupakan negara biodiversity mikroalga terbesar di dunia. Dengan kehadiran mikroalga, emisi gas rumah kaca terutara karbondioksida (CO2) yang terakumulasi akan berkurang, ujarnya. (**)