Diskusi Meja Kupi: Timses, Pejuang atau Makelar Kekuasaan?
Foto : Dok.vectorstok | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Di sebuah warung kopi yang tak pernah sepi di sudut pelosok desa, dua sosok langganan meja kupi, yakni Pawang Beurandeh dan Polem Beuransah, tenggelam dalam diskusi yang semakin hangat. kopi hitam dan asap rokok mengepul, sementara meja mereka sudah dipenuhi gelas kosong, tanda diskusi sudah berjalan lama.
Pawang Beurandeh: (mengaduk kopi sambil menghela napas) Polem, polem... Kau lihat kan, bagaimana politik kita ini? Dulu timses mati-matian berjuang, sekarang setelah menang, sibuk cari jabatan. Macam pejuang yang lupa medan perang!
Polem Beuransah: (menyandarkan tubuh, tertawa kecil) Hah! Pejuang? Aku lebih suka sebut mereka "pemburu". Waktu kampanye teriak "demi rakyat", giliran menang, yang diingat cuma "demi rekening pribadi".
Pawang Beurandeh: (mengangguk) Nah, itu dia! Setelah bupati dilantik, bukannya pulang jadi rakyat biasa, malah sibuk antre di depan pintu kekuasaan. Macam orang antri BLT, bedanya ini bukan BLT, tapi jatah jabatan!
Polem Beuransah: (menyeruput kopi) Lebih parah lagi, ada yang jadi kompor! Dulu akrab betul sama bupati dan wakil bupati, sekarang kerjaannya adu domba. Yang satu dibisiki begini, yang satu lagi dibisiki begitu. Lama-lama, bupati dan wakilnya bak perahu bocor, tunggu karam saja!
Pawang Beurandeh: Betul! Mereka ini ahli main dua kaki. Lawan politik yang dulu mereka maki, sekarang malah diajak makan nasi kenduri. Sambil berbisik, "Kita ini saudara, semua demi daerah." Padahal, demi kursi empuk!
Polem Beuransah: (tertawa keras) Hahaha! Demi daerah katanya, padahal demi proyek! Begitu sudah dapat jabatan, rakyat tinggal cerita lama. Yang dulu janji bakal buka lapangan kerja, sekarang sibuk buka rekening baru!
Pawang Beurandeh: (mengetuk meja) Inilah penyakit politik kita, Polem! Timses seharusnya kembali jadi rakyat setelah pemilu, bukan malah jadi makelar kebijakan. Pemerintahan bukan tempat bagi balas jasa politik!
Polem Beuransah: Nah, tapi siapa yang mau kasih tahu mereka? Pemimpin kita pun banyak yang pura-pura buta. Sudah tahu lingkarannya busuk, tapi tetap dibiarkan. Akhirnya, rakyat juga yang rugi!
Pawang Beurandeh: Makanya, rakyat harus cerdas. Demokrasi bukan cuma soal coblos-mencoblos, tapi juga soal mengawal janji. Kalau timses mulai merajalela, rakyat harus berani bersuara. Jangan biarkan kemenangan rakyat dirampas segelintir orang di balik layar!
Polem Beuransah: (mengangkat gelas kopi) Setuju! Pemimpin yang baik harus berani bilang: "Kemenangan ini milik rakyat, bukan milik kalian yang hanya pintar berbisik di telinga!"
Mereka pun menyesap kopi terakhir mereka, sementara di meja sebelah, beberapa orang mulai mencuri dengar. Seperti biasa, diskusi di meja kupi bukan sekadar obrolan biasa, ia adalah cermin realitas politik yang semakin hari semakin menampakkan belangnya. (**)