23 Agustus 2025
Opini

Dana Abadi Rp 1,5 Triliun bagi Eks Kombatan GAM, Jangan Sampai Hanya Jadi Replika Bayangan 650 Miliar yang Tak Tuntas

Oleh : Mahmud Padang (Ketua DPW Alamp Aksi Aceh)

OPINI - Permintaan dana abadi sebesar Rp 1,5 Triliun bagi mantan kombatan GAM yang diungkapkan Mualem menjadi sorotan karena mengingatkan kita pada skandal dana hibah Rp 650 Miliar tahun 2013 untuk eks kombatan GAM yang hingga kini titik terangnya tak jelas. LSM dan berbagai pihak terus mendesak penegak hukum untuk bertindak. Masyarakat Transparansi Anggaran Aceh (MaTA) dan GeRAK Aceh juga telah meminta KPK menyelidiki dugaan penyelewengan dana tersebut. Bahkan, Kejati Aceh kemudian sempat membentuk tim dan menyelidiki 11 SKPA yang terkait dengan penyaluran dana tersebut. 

Investigasi menunjukkan adanya indikasi proyek fiktif dan alokasi yang tidak sesuai, seperti pengadaan kapal laut dan ayam petelur yang bermasalah serta sejumlah polemik lainnya, hanya saja semua menguap seakan indikasi korupsi Rp  650 Milyar yang sempat menggemparkan Aceh itu hanya dongeng belaka.

Di lain sisi, harus kita akui banyak mantan kombatan di tingkatan akar rumput tidak mahir melakukan lobi atau mengklaim hak mereka. Belum lagi para korban konflik yang bukan petinggi politik, mereka adalah pejuang, janda, anak yatim, keluarga syahid, hingga korban konflik lainnya dipinggirkan dalam pusaran proyek dan bantuan. Ini menggambarkan masalah struktural sehingga bantuan sering tidak sampai kepada yang memang layak menerimanya.

Jika pemerintah pusat memutuskan untuk mengalokasikan dana abadi sebesar Rp 1,5 Triliun sebagai kompensasi atas kegagalan alokasi tanah, maka ini merupakan langkah progresif. Namun sejarah baru menegaskan bahwa tanpa mekanisme kontrol yang kuat dan transparan, dana sebesar itu bisa saja menguap ke tangan bukan yang berhak dan tak lebih hanya mengulangi catatan suram Rp 650 Miliar yang pernah terjadi.

Harus diakui, jika dana abadi ini jadi direalisasikan, pengelolaannya tak bisa sembarangan. Audit Berkala baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP maupun inspektorat internal harus dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi secara maksimal, Pengawasan Independen: Lembaga seperti KPK, LSM hingga elemen mahasiswa dan pemuda harus diberi akses penuh untuk mengawasi prosedur penyaluran.

Kemudian, Penerima yang harus jelas, dimana data penerima bantuan harus transparan, siapa saja yang menerima, berapa, dan dalam bentuk apa. Tak kalah penting partisipasi komunitas mulai dari Korban konflik, keluarga syuhada dan kombatan akar rumput harus diikutsertakan dalam penentuan mekanisme distribusi.

Perlu diingat bahwa pengalokasian dana abadi bukan sekadar simbol. Ini adalah tanggung jawab moral dan politik. Terlalu banyak anggaran yang digelontorkan, tetapi minim laporan tepat sasaran. Kali ini, pemerintah harus mampu menunjukkan, tidak hanya janji, melainkan bukti nyatanya.

Dana abadi Rp 1,5 Triliun bisa menjadi kesempatan emas menebus kegagalan masa lalu. Namun, jika pengelolaannya tidak diawasi ketat, gagal transparan, atau tidak menyentuh akar rumput, maka ini hanya menjadi “replika pencitraan” yang sama bahkan lebih buruk dari tragedi Rp 650 Miliar. Warga Aceh menuntut pertanggungjawaban nyata, bukan janji berbalut uang dengan cerita manis belaka.