Apom Manis khas Meureudu, Jejak India Dalam Kuliner Bumoe Japakeh. Potensi Baru Untuk Pemberdayaan UMKM
Foto : Apom Manis khas Meureudu | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Meureudu, mendengar sebutan itu langsung teringat akan makanan khas yang unik dan lezat. Dulu Meureudu lebih sering dikata Keude Meureudu, yaitu ibu kota Kabupaten Pidie Jaya (sekarang) yang memiliki banyak penjaja makanan (UMKM). Namun beriring perkembangan masa sebutan itu berubah menjadi Kota Meureudu.
Daerah ini terkenal dengan aneka masakan khas India yang lezat, seperti martabak kari dan nasi briani yang tidak berbeda jauh dengan negara asalnya, sebab mayoritas masyarakat Meureudu (Dayah Kleng) adalah keturunan Hindi (India).Selain itu Meureudu juga dikenal dengan karakter masyarakat nya yang "mata hu su meutaga" yang bermakna ketegasan sikap, disiplin dan tidak main-main dengan aturan kepemimpinan yang telah disepakati yang diwariskan oleh seorang ulama besar “Teungku Japakeh”, Meureudu juga dikenal akan masyarakat nya yang sangat lihai dalam mengolah aneka ragam makanan kuliner khas india yang lezat.
Pengaruh budaya india sangat melekat didalam setiap racikan makanan kuliner yang ada di meureudu seperti martabak kari, eungkoet keumamah, kuah sie itek, kuah pliek u, sate kambing jumbo khas meureudu, kanji rumbi, bandrek india, bu guri, bu briani, kuah dalica, kue adee, apam, apom manis atau apom india dan masih ada beberapa lagi.
Pengaruhnya bisa dilihat dari segi bumbu, rasa hingga tampilannya. Makanan tersebut memang di buat langsung oleh orang-orang yang mempunyai garis keturunan india yang sampai sekarang masih ada dan bermukim di dayah kleng, salah satu perkampungan yang ada di Kecamatan Meureudu kabupaten Pidie Jaya ini.
Seperti kue "Apom Manis" Yang ada di meureudu misalnya, yang belum terekspos media, kue ini hampir mirip dengan apam pidie dalam proses pembuatan maupun bahan pokoknya. Namun ada beberapa perbedaan baik dari segi penambahan gula, telur, dan bahan rempah-rempah lain kedalam adonan nya maupun cara penyajian nya.
Jika apam disajikan dengan kuah yang disebut kuah tuhe maka tidak demikian dengan apom. Apom bisa dimakan langsung tanpa harus dicampur kuah karena memang rasanya sudah manis dan juga bagian pinggir nya yang gurih. Masyarakat meureudu sendiri menjadikan apom sebagai cemilan pagi sebelum beraktivitas.
Menurut penuturan ibu Nurhayati, satu-satunya pelaku usaha (UMKM) kue apom di Keude Meureudu yang masih bertahan hingga saat ini; apom adalah makanan yang berasal dari india, beliau belajar membuat kue apom ini dari ibu nya “wak zahara” yang juga dulu merupakan penjual kue apom di Meureudu dan punya garis keturunan india.
Resep apom ini adalah resep keluarga yang sudah diajarkan turun temurun sehingga ada sedikit perbedaan baik dari segi warna maupun rasa dari kue apom yang ada di wilayah lain.
Yang membuat apom Meureudu ini unik adalah proses pembuatan nya yang tidak menggunakan bahan pengawet maupun pewarna sama sekali sehingga apom aman untuk dikonsumsi oleh siapa saja atau segala usia. dengan hanya mengandalkan rempah-rempah dan bahan alami lainnya tapi bisa menghasilkan struktur kue apom yang begitu lembut, pinggir nya yang gurih serta menghasilkan warna yang agak coklat kekuningan yang bisa menggugah selera.
Tak heran jika setiap pagi ramai yang mengantri untuk membeli apom. Bahkan para perantau ketika pulang juga selalu menyempatkan waktu untuk singgah membeli apom sambil berkelakar “hana sah rasa jih lon woe u gampong meseu hana merempek pajoh kue apom” (tidak sah rasa nya saya pulang kampung jika belum makan kue apom).
Ada juga yang berkelakar “meseu na yang ngaku droe ureung keude meureudu tapi hana dituri kue apom nyoe, berarti jih koen ureung Meureudu asli” (kalau ada yang mengaku dirinya orang meureudu tapi tidak tahu kue apom berarti dia bukan orang Meureudu asli). Begitulah, masyarakat Meureudu dan sekitarnya sudah sangat akrab dengan kue apom ini.
Eksistensi apom manis ini sebagai makanan jajanan di Meureudu sudah 50 tahun lebih, dimulai dari wak zahara yang berjualan lalu diteruskan oleh ibu nurhayati sampai saat ini. Sebelum menjadi makanan jajanan apom adalah makanan keluarga dan juga disajikan oleh para orang tua terdahulu saat menyambut tamu atau menyambut kedatangan keluarga perantau dari india maupun yang punya garis keturunan india yang menetap di wilayah berbeda.
Penyajian kue apom adalah salah satu upaya untuk membangun kedekatan antar keluarga, mengingatkan mereka akan kampung halaman serta menjadi salah satu media untuk melepaskan rindu akan suasana kampung halamannya. Bagi keturunan india tapi lahir di Aceh, penyajian kue apom ini diharapkan bisa menambah pengetahuan mereka tentang makanan tradisional, tahu akan adanya warisan leluhur, dan juga menjadi bagian dari pelestarian budaya.
Selain itu kue apom juga digunakan sebagai media dalam mengimplementasikan adat pemulia jamee yang merupakan budaya termasyur yang masih dipertahankan oleh masyarakat aceh sampai hari ini.
Pembuatan kue apom manis yang tidak menggunakan bahan pengawet serta perwarna tambahan juga mempunyai filosofi tersendiri, yaitu melambangkan bentuk kepedulian masyarakat aceh terhadap kesehatan para tamu dan juga melambangkan kejernihan hati masyarakat aceh yang sangat memuliakan tamu, baik dalam berperilaku maupun saat penyajian makanan.
Menurut penuturan ibu nurhayati, kue apom ini juga ada beberapa variasi ; selain apom manis siap saji, ada juga apom tawar, tapi disajikan dengan gula merah, susu, kukusan kelapa yang telah diolah dengan rempah-rempah, saus cokelat, dan juga keju.
Ada juga yang dibuat dengan cara memecahkan telur ketengah apom saat memasak sehingga bentuk tengah nya seperti telur mata sapi yang mana masih kelihatan kuning telur ditengah kue apom lalu disantap dengan kuah kari atau semacam kuah lontong.
Untuk variasi itu biasanya wak zahara (ibunya bu nurhayati) dulu menghidangkan nya atas permintaan achi/aci dan nana (sebutan untuk kakak perempuan/laki-laki) yang sudah terbiasa dengan variasi demikian karena sering memakannya saat berada di india.
Sedangkan untuk masyarakat aceh dan keturunan india yang lahir di aceh mereka lebih menyukai apom manis, mungkin karena lidah mereka lebih cocok dan mudah beradaptasi dengan variasi yang manis.
Begitulah, ada banyak variasi yang menghasilkan perbedaan. Sesuai dengan pengaruh masyarakat dan revolusi pangan itu sendiri.
Untuk kue apom meureudu sendiri dibuat sepraktis mungkin menyesuaikan dengan karakter orang aceh yang sederhana dan praktis. Makanan khas memang memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan budaya, karena seiring berjalannya peradaban, makanan memang tidak pernah lepas dari kehidupan, oleh karena itulah kebudayaan erat dan berjalan beriringan dengan kuliner
Bisa dikatakan ini bagian dari proses akulturasi; perpaduan antar budaya yang akhirnya menghasilkan budaya baru, namun tidak menghilangkan unsur dari budaya lama. Bagi yang penasaran dengan "kue apom meureudu" Silahkan datang ke desa kota meureudu, jalan revolusi, di depan wisma kuala, arah menuju pantai meurah setia. Buka sekitar jam 08:00 pagi sampai jam 11:00 pagi.
Soal harga, makanan tradisional memang tidak akan membuat penikmatnya kecewa karena harganya tergolong murah untuk sebuah kuliner yang nikmat. Untuk apom manis sendiri harga nya cuma Rpa2.000 per kue nya. Meskipun harganya murah, tapi soal rasa sangat tidak murahan. Makanya kuliner tradisional di Indonesia wajib kamu lestarikan.
Mari kita bangun UMKM demi lestarikan warisan budaya lewat jajanan kuliner daerah agar kebudayaan kita tidak hilang dan musnah. Melestarikan makanan tradisional merupakan bagian integral dari melestarikan budaya bisa dengan menciptakan UMKM baru memproduksi kuliner tersebut.
Tentunya itu semua butuh peran dan dukungan oleh pemerintah, dinas-dinas terkait, serta segenap lapisan masyarakat Memang itu bukanlah pekerjaan yang mudah, tapi dengan niat tulus dan usaha yang gigih Insya Allah makanan tradisional kita tetap hidup dan juga akan berdampak bagi pengembangan dunia usaha, khususnya kuliner tradisional. (*)
Penulis: Miftahul Azizi S. Hum (lulusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Editor: Irfans