29 Oktober 2025
Daerah

Ketika Ombak Tak Lagi Membawa Rezeki: Perjuangan Ibu Penjahit di Meurah Dua Menopang Enam Anak

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDDari balik rumah papan di Gampong Mns. Jurong, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh terdengar suara lembut mesin jahit yang berderit pelan. Di sanalah Rajmah (46) menghabiskan sebagian besar waktunya, menjahit helai demi helai kain demi menyambung hidup keluarga. Setiap jahitan yang ia buat bukan hanya sekadar menempelkan kain, tetapi juga mengikat harapan yang terus ia rajut di tengah getir kehidupan.

Sudah tujuh tahun lamanya, suaminya, M. Nasir (60), terbaring lemah karena sakit yang tak kunjung sembuh. Sejak Agustus 2018, laut yang dulu menjadi sumber kehidupan mereka seolah menutup pintu rezekinya. Sebagai Anak Buah Kapal (ABK), Nasir biasa menghabiskan hari-harinya di tengah ombak, membawa pulang hasil tangkapan untuk keluarga. Namun sejak tubuhnya tak lagi kuat, rumah mereka yang dulu penuh semangat kini hanya dihuni sunyi dan doa.

“Sudah tujuh tahun suami saya tidak bisa bekerja. Semua kebutuhan rumah tangga saya tanggung sendiri dari hasil menjahit,” tutur Rajmah dengan mata berkaca-kaca. “Kadang cukup buat beli beras, kadang tidak. Tapi saya tetap berusaha, demi anak-anak.”

Enam anak mereka kini tumbuh di tengah kekurangan, namun tak kehilangan semangat untuk bersekolah. Rajmah tahu betul, pendidikan adalah satu-satunya warisan terbaik yang bisa ia berikan. Meski begitu, biaya sekolah sering menjadi beban berat. Seragam yang mulai pudar warnanya, sepatu yang berlubang, dan buku yang sudah lusuh menjadi saksi perjuangan mereka.

“Yang paling saya takutkan adalah kalau mereka berhenti sekolah. Saya ingin mereka tetap belajar, biar nasibnya tidak seperti kami,” ucap Rajmah lirih, menundukkan kepala di hadapan mesin jahit tuanya.

Rumah sederhana itu menyimpan banyak cerita: dinding kayu yang mulai lapuk, atap bocor, dan tikar lusuh yang menjadi tempat M. Nasir berbaring setiap hari. Namun di balik semua itu, masih ada cahaya kecil—cahaya keteguhan seorang istri dan ibu yang menolak menyerah pada nasib.

Kini, keluarga kecil itu menggantungkan harapan pada kepedulian sesama. Bantuan berupa kebutuhan pokok, perlengkapan sekolah, atau biaya pengobatan sangat mereka butuhkan. “Kalau ada yang bisa bantu, sekadar untuk berobat atau biaya sekolah anak-anak, saya akan sangat bersyukur,” ungkap Rajmah.

Kisah keluarga M. Nasir bukan sekadar potret kemiskinan di pesisir Aceh, tapi juga cermin keteguhan hati dan cinta yang tidak lekang oleh waktu. Di tengah gelombang hidup yang keras, Rajmah terus menjahit, bukan hanya pakaian, tapi juga asa yang tak pernah ia biarkan putus. (**)