21 November 2024
Daerah

SP Aceh Selenggarakan Training Gender Pada Kalangan Tokoh Gampong di Kota Sabang

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Solidaritas Perempuan Aceh (SP Aceh) melaksanakan training gender selama dua hari mulai tanggal 24-25 November 2022 di Kota Sabang. Kegiatan ini diikuti oleh keuchik, anggota tuha peut, dan tokoh perempuan yang berasal dari empat gampong di Kabupaten Aceh Besar yaitu Lambaro Seubun (Kec Lhoknga), Weubada (Kec Montasik), Krueng Lamkareung (Kec Indrapuri) dan Seumeureng (Kec Suka Makmur).  Jumat, 25 November 2022.

Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka membangun persepsi yang sama tentang konsep keadilan dan kesetaraan gender, partisipasi perempuan, dan inklusi sosial dalam upaya mewujudkan tata kelola pembangungan gampong yang maju, adil, setara, dan inklusif. Selain itu juga untuk meningkatkan komitmen dan kapasitas aparatur gampong dan tokoh perempuan dalam mengintegrasikan konsep gender dan inklusi sosial di dalam menginisiasi atau merumskan kebijakan atau peraturan berupa Qanun dan Reusam di gampong. 

Qanun dan Reusam di gampong merupakan peraturan  yang penting karena akan menjadi dasar hukum dalam mengatur tatanan sosial masyarakat. Baik UU Nomor 11 Tahun 2006   tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Kabupaten Aceh besar No 2 Tahun 2020 Pemerintahan Gampong, kedua regulasi tersebut mewajibkan gampong  untuk ada qanun secara tertulis. Qanun gampong tersebut menjadi mandat untuk dilahirkan sebagai aturan gampong yang memiliki kedudukan tertinggi di gampong. 

Ketua Badan Eksekutif (BEK) Solidaritas Perempuan Aceh, Rahmil Izzati menjelaskan dalam mendorong perbaikian kebijakan ada beberapa hal yang perlu diperkuat terkait pemahaman kesetaraan dan keadilan gender. 

"Karena dengan pemahaman yang tepat nantinya akan bisa mendorong perubahan kebijakan di tingkat gampong seperti kebijakan yang lebih adil dan setara bagi perempuan," ujarnya.

Ia juga mengatakan perlu perspektif yang kuat dan sama sebelum berbicara jauh tentang perubahan kebijakan yang melindungi dan mengakomodir kepentingan perempuan, karena dikhawatirkan ketika perspektif tidak kuat dan tidak sama akan menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan bagi perempuan, sehingga pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan dan mendorong kebijakan akan pasif. 

Lanjut Rahmil, posisi SP Aceh sebagai mitra Pemerintah Gampong, dengan segala keterbatasannya ingin mewujudkan perubahan dimaksud dengan semangat kebersamaam yang dimulai dari sudut pandang yang sama sehingga tujuan yanag ingin dicapai pun menjadi tanggung jawab bersama. 

"SP Aceh berkomitmen untuk membangun pengetahuan dan perspektif yang tepat pula sehingga target perubahan, khususnya dalam seejumlah isu menjadi lebih fokus dan dapat dicapai secara efektif," ungkapnya.

Selain itu, Rahmi juga menuturkan pengetahuan dan perspektif tersebut menjadi modal dalam menjawab persoalan di gampong, seperti isu pernikahan anak, pelecehan dan kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pernikahan siri. Selain itu, bagaimana membangun skema perencanaan pembangunan gampong (musrenbang, pengelolaan dana gampong) yang lebih terbuka, partisipatif dan adil gender juga masih perlu upaya bersama untuk mewujudkannya secara lebih baik.

“Jadi training ini adalah bagian dari komitmen SP Aceh, harapannnya tetap dengan berkolaborasi dengan perangkat gampong  dan tokoh perempuan," tutur Rahmil. 

Abdullah Abdul Muthaleb yang menjadi fasilitator dalam pelatihan ini membongkar sudut pandang perangkat gampong termasuk tokoh perempuan terkait pentingnya memahami gender secara tepat, termasuk prinsip-prinsip yang inklusif di dalam tata kelola pemerintahan dan pembangunan gampong. 

“Bagi Keuchik itu penting sekali, apalagi dari UU Desa secara tegas menyebutkan ada sejumlah kewajiban Keuchik, salah satu kewajiban Keuchik tersebut adalah melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender," kata Abdullah.

Selain itu, Abdullah juga menceritakan pengalaman selama ini menunjukkan dengan penafsiran yang keliru tentang konsep keadilan dan kesetaraan ini menyebabkan Keuchik tidak memberikan perhatian khusus karena tidak adanya pemahaman yang utuh terkait konsep tersebut. 

“Sebaliknya, kalau mau dijalankan terkait dengan kewajiban kehidupan di gampong yang berkeadilan gender, bagaimana itu bisa dilakukan oleh Keuchik jika tidak ada perspektif yang benar terkait dengan konsep gender," jelasnya.

Oleh karena itu, Abdullah menilai apa yang dilakukan oleh SP Aceh sangat baik sekali, membantu Keuchik termasuk Tuha Peut untuk benar-benar lebih memahami konsep secara lebih tepat. Sebab, bukan hanya Keuchik, Anggota Tuha Peut pun dalam UU Desa juga diwajibkan untuk menjalankan aspek keadian gender. Harapan ke depan, gampong-gampong tersebut dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan menjadi lebih baik, adil gender dan juga inklusif. 

Tak hanya itu, salah satu peserta yang merupakan Tuha Peut Gampong Mawardi Syubki
mengatakan adanya pelatihan ini sudah sangat membantu Keuchik dalam mewujudkan kewajiban yang sudah tertuang dapam qanun Aceh Besar nomor 2 tahun 2020 tentang pemerintahan gampong yang mana pada pasal 5 ayat 4  point (e) disebutkan keuchik berkewajiban menjalankan demokrasi dan keadilan gender.

"Dengan adanya pelatihan ini kami mendapat bahan tentang makna gender yang kerapkali bias didefinisikan oleh khalayak. Kebanyakan definisi yang beredar gender itu identik kepada membuat perempuan dominan terhadap laki laki," sampai Mawardi.

Padahal lanjut Mawardi gender memiliki konsep yang komplek yang berkeadilan. Ia berharap target utama dari kegiatan ini adalah membantu aparatur dalam penyusunan reusam gampong yang inklusi besar harapan kepada SP Aceh untuk terus mendampingin dan memberikan penguatan di segala lini.

Selain itu Agustina salah satu peserta perempuan yang merupakan tokoh perempuan gampong Seumeureng juga mengapresiasi acara ini, dan berterimakasih kepasa SP Aceh berkat acara ini banyak ilmu yang didapatkan yang ternyata gender tidak berbicara soal jenis kelamin semata tetapi komplit tentang pembagian peran. 

Dengan demikian tambah Agustina, semakin banyak masyarakat tahu hal ini sudah pasti budaya memarginalkan, pemberian laber, sub ordinasi akan terhapus perlahan karena kesadaran semua pihak baik laki-laki maupun perempuan. 

"Acara seperti ini perlu dilaksanakan rutin tidak hanyak kepada tokoh perempuan tetapi juga kepada perempuan akar rumput. Terimakasih SP Aceh sudah hadir dan mendampingin untuk acara yang sangat bermanfaat ini," tutupnya..  (MO)