27 April 2024
Opini

Signifikasi Bantuan Rumah Layak Huni Sebagai Proteksi Kualitas Hidup Masyarakat

Oleh: Rohabdo M Pazlan

Apabila rumah rusak, yang menempatinya pun rusak” (Pramoedya Ananta Toer)

OPINI - Rumah merupakan kebutuhan prioritas  bagi setiap individu guna menjalani kehidupan dengan aman, tentram dan sejahtera. Apabila kita tidak memiliki tempat tinggal yang nyaman dan memenuhi kualifikasi , maka dapat berimplikasi kepada disfungsi yang termanifestasi pada ragam hambatan, kerentanan pada berbagai aspek hidup, baik dari sisi kesehatan, perekonomian dan mental. 

Jika kita tinjau dari sisi layak atau tidak layaknya, merujuk kepada SDGs 11 monitoring framework, terdapat beberapa kriteria yang harus terpenuhi sehingga sebuah rumah termasuk kategori rumah layak huni,yakni ketahanan bangunan (durabel housing), kecukupan luas tempat tinggal(Sufficient living space), akses air minum (access to improved water), akses sanitasi(access to aduqate sanitation), dan keamanan bermukim (security of tenure).

Jika suatu rumah sudah memenuhi kriteria-kriteria di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa rumah tersebut sudah termasuk rumah layak huni.
Kita menyadari bahwa dana yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh pembiayaan dalam pembagunan rumah terbilang mahal. Dengan biaya yang mahal tadi, masyarakat dengan pendapatan minim berisiko bermasalah dalam kepemilikan rumah layak huni. Sehingga rumah tidak layak huni masih menjadi masalah yang akut bagi bangsa ini. 

Jika kita cobak telisik jumlah rumah yang tidak layak huni, maka kita akan menemukan jumlah yang sangat signifikan. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), terdapat 29,45 juta rumah di Indonesia tidak memenuhi kualifikasi sebagai rumah layak huni, baik di kota maupun desa.(Detikfinance: 2021)

Tingginya persentase rumah tidak layak huni merupakan masalah krusial yang niscaya mendapatkan konsentrasi besar dari pihak pemerintahan. Pemerintah harus mengusahakan program ataupun regulasi yang relevan untuk menanggapi kasus tingginya jumlah rumah tidak layak huni. Kementerian PUPR menginisiasi program bantuan rutin untuk meningkatkan kualitas bangunan rumah yang tidak layak huni. Namun, Departemen ini tentunya memiliki kendala dan keterbatasan, sehingga bantuan yang diberikan tidak dapat mengakomodir seluruh jumlah rumah tidak layak huni. 

Maka seharusnya pemerintah memformulakan skema bantuan yang relevan, misalnya dengan mengadakan sinergi dengan berbagai elemen, baik sesama instansi pemerintaha ataupun dengan lembaga-lembaga swasta yang ada.Tentunya dengan skema kolaborasi, kemungkinan terakomodirnya bantuan rumah layak huni menjadi kian potensial.
Kondisi rumahyang kita tempati memiliki peran dan pengaruh  besar terhadap tingkat kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup yang penulis maksud pada tulisan ini ditinjau dari tiga aspek, yakni kesehatan, mental dan perekonomian. Kondisi rumah yang dihuni oleh masyarakat hari ini, akan sangat memengaruhi kualitas dan tingkat kesejahteraan. 

Jika hari ini puluhan juta masyarakat hidup dengan kondisi rumah yang tidak layak huni, maka dapat kita simpulkan bahwa kedepannya akan berakibat kepada degradasi kualitas hidup. Keluarga yang hari ini hidup dengan kondisi rumah yang tidak layak huni, akan meninggalkan generasi yang juga hidup dan tinggal dengan kondisi rumah yang tidak layak huni, sehingga anak dan keturunan yang dibesarkan dengan kondisi rumah yang tidak layak huni akan memiliki masalah secara kualitas hidup. 

Risiko yang termanifestasi pada buruknya kualitas perekonomian, kesehatan dan mentalitas akan semakin besar. Beririsan dengan teori kemiskinan strukturalis, bahwa keluarga dengan keadaan hidup yang sulit dan perekonomian yang rendah akan lebih berisiko melahirkan generasi-generasi miskin pula.

Melihat signifikansi pengaruh kondisi rumah teradap kualitas hidup individu, maka program bantuan bagi pemilik rumah tidak layak huni harus lebih digalakkan lagi. Namun pemerintah harus menyiapkan formulasi dan skema bantuan yang lebih sitematis dan terukur agar tepat sasaran dan terakomodir. Hari ini, bantuan pembangunan rumah layak huni secara konsisten diberikan oleh pihak pemerintahan, baik melalui Kementerian PUPR, Kementerian Sosial, Pemerintahan Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota), Baznas dan beberapa instansi lainnya. 

Namun melihat angka rumah tidak layak huni yang sangat signifikan, menyentuh angka puluhan juta, maka pemerintah harus memformulasikan skema bantuan yang lebih sistematis dan relevan lagi sehingga dapat mengakomodir dan melakukan rekonstruksi rumah tidak layak huni tersebut. Hemat penulis, idealnya pihak pemerintahan berkolaborasi dalam mengusahakan bantuan pembangunan rumah layak huni. Tidak hanya bergantung kepada dana APBN, namun juga berusaha memantik datangnya bantuan dari lembaga-lembaga swasta. 

Usaha memberikan bantuan bagi pemilik rumah tidak layak huni akan sangat memengaruhi kualitas hidup masyarakat. Melihat dari tiga komponen tersebut diatas, yakni perekonomian, kesehatan dan mental, maka hidup dengan kondisi rumah tidak layak huni akan sangat berisiko mengganggu tiga komponen di atas, dan terganggunya tiga komponen di atas akan berimplikasi kepada degradasi dan penurunan tingkat kualitas hidup. Maka, usaha memberikan bantuan pembangunan rumah layak huni bagi masyarakat memiliki peran besar dalam memproteksi kualitas hidup masyarakat. Memberikan harapan besar bagi generasi bangsa agar hidup dengan kualitas hidup yang baik.

“Apabila rumah rusak, yang menempatinya pun rusak” (Pramoedya Ananta Toer)