05 Februari 2025
Daerah

Sepuluh Tahun Tanpa Gebrakan, Inspektorat Pidie Jaya Gagal Kawal Anggaran

Foto : Revan Nur reza, Ketua Jaringan Kampus, Aktifis HMI | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDRevan Nurreza, aktivis HMI dan Ketua Jaringan Kampus (JARKAM) menyatakan kritik tajam terhadap peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) di Inspektorat Pidie Jaya.

"APIP Inspektorat selama ini kurang maksimal dalam bekerja. Jika komitmen pimpinan kuat, inspektur dan timnya akan lebih leluasa melakukan pengawasan,” ujar Revan, Minggu (5/1).

Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap pengawasan internal yang gagal melindungi uang rakyat di salah satu kabupaten termiskin peringkat ke empat di Aceh.

Selama satu dekade terakhir, Inspektorat Pidie Jaya terkesan hanya menjalankan fungsi administratif tanpa substansi. Meski dugaan penyimpangan anggaran dan proyek bermasalah terus terjadi, tidak ada satu pun temuan besar yang berhasil diungkap ke ranah hukum.

Pengawasan yang seharusnya menjadi garda terdepan justru berubah menjadi formalitas tanpa keberanian untuk bertindak. Hal ini mempertegas bahwa lembaga pengawas ini tidak lebih dari simbol tanpa fungsi nyata.

Kemiskinan yang mencengkeram Pidie Jaya tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata kelola pemerintahan. Proyek-proyek pemerintah yang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan dan usulan masyarakat hanya mempertegas ketidakpedulian terhadap kondisi riil di lapangan.

Namun, peran Inspektorat untuk mencegah penyimpangan atau meluruskan kebijakan yang salah nyaris tidak terlihat. Alih-alih menjadi penjaga transparansi, Inspektorat malah berperan sebagai penonton yang membiarkan penyimpangan terus berulang.

Lemahnya pengawasan ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Ketika proyek-proyek mangkrak dan laporan dugaan korupsi tidak pernah ditindaklanjuti, masyarakat semakin kehilangan kepercayaan.

Pertanyaannya, apakah ini hanya persoalan ketidakmampuan atau ada tekanan dari pihak tertentu yang membuat Inspektorat memilih diam? Apapun alasannya, sikap ini hanya memperburuk penderitaan masyarakat yang terus terjebak dalam kemiskinan struktural.

Aktifis HMI ini juga menyoroti bahwa lemahnya pengawasan Inspektorat tidak terlepas dari kurangnya integritas di tingkat kepemimpinan.

"Jika pemimpin Inspektorat tidak punya komitmen terhadap reformasi pengawasan, bagaimana mungkin bawahannya dapat bekerja dengan maksimal?" kritik Revan.

Keengganan untuk bertindak ini adalah cerminan dari buruknya tata kelola birokrasi di Pidie Jaya, dimana pengawasan seharusnya menjadi alat kontrol yang efektif, bukan sekadar formalitas.

Kegagalan Inspektorat menciptakan efek domino yang merugikan. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru terbuang sia-sia karena tidak adanya pengawasan yang tegas.

Dampaknya terasa langsung oleh masyarakat kecil yang seharusnya mendapat manfaat dari anggaran pemerintah. Tanpa pengawasan yang kuat, Pidie Jaya akan terus terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit diputuskan.

Kini, reformasi Inspektorat adalah kebutuhan mendesak. Kabupaten ini memerlukan pemimpin yang tegas, berintegritas, dan berani mengambil tindakan nyata. Inspektorat bukan tempat untuk sekadar duduk nyaman di belakang meja, lembaga ini harus menjadi alat perubahan yang melindungi masyarakat dari penyimpangan anggaran.

Seperti yang ditegaskan Revan, "Tanpa perubahan, kemiskinan di Pidie Jaya akan terus menjadi luka yang diwariskan ke generasi berikutnya." Sudah saatnya langkah konkret diambil, atau Pidie Jaya akan tenggelam semakin dalam dalam kemiskinan dan ketidakadilan. (**)