Perang Perbatasan Kamboja vs Thailand Meletus, Ribuan Warga Mengungsi
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Oddar Meanchey, 26 Juli. Konflik bersenjata pecah di perbatasan antara Kamboja dan Thailand sejak 24 Juli 2025. Bentrokan dipicu oleh ledakan ranjau darat yang melukai lima tentara Thailand di dekat kompleks Kuil Ta Muen Thom, wilayah yang telah lama menjadi sengketa antar dua negara.
Dalam waktu kurang dari 72 jam, bentrokan meningkat tajam menjadi baku tembak terbuka yang melibatkan artileri berat, peluncur roket BM-21, hingga serangan udara dari pesawat tempur F-16 milik Angkatan Udara Thailand. Kedua negara saling tuduh sebagai pihak pemicu kekerasan.
Kementerian Pertahanan Kamboja menyebut Thailand telah menggunakan bom tandan (cluster bombs) dan menargetkan area sipil, termasuk rumah sakit dan tempat ibadah. Sementara itu, pihak militer Thailand menuding Kamboja sebagai provokator dan menuduh pasukan Kamboja menyerang terlebih dahulu.
Hingga laporan ini diturunkan, korban jiwa telah mencapai 32 orang terdiri dari warga sipil dan personel militer. Thailand melaporkan sedikitnya 13 warga sipil dan 7 tentaranya tewas. Dari pihak Kamboja, tercatat 8 warga sipil dan 4 tentara gugur dalam bentrokan.
Konflik ini menyebabkan pengungsian massal. Data sementara menunjukkan lebih dari 168.000 orang telah mengungsi dari wilayah perbatasan. Sekitar 131.000 orang berasal dari Thailand dan sisanya warga Kamboja yang tinggal di Provinsi Oddar Meanchey dan Preah Vihear.
Pemerintah Thailand menetapkan status darurat militer di delapan distrik perbatasan, sementara ratusan pos evakuasi didirikan. Universitas dan sekolah dialihfungsikan menjadi tempat penampungan darurat. Di sisi lain, pemerintah Kamboja mengajukan permintaan sidang darurat ke Dewan Keamanan PBB.
Malaysia, sebagai negara pemimpin ASEAN tahun ini, menawarkan diri menjadi mediator damai. Dalam pernyataan resminya, Malaysia menyebut kedua negara “secara prinsip menyetujui gencatan senjata,” namun detail pelaksanaan masih belum final. Kamboja menuntut gencatan senjata segera dan tanpa syarat, sementara Thailand menekankan perlunya "jaminan" dari pihak Kamboja.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, bersama sejumlah negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan Jepang telah menyerukan penghentian segera kekerasan dan kembali ke meja diplomasi.(F12)