Negosiasi Sebagai Jalan Resolusi Penyelesaian Konflik
Ruang Refleksi Jiwa | Edisi Khusus Perdamaian & Diplomasi
Penulis: Fakhrurrazi RA
Pidie Jaya, 26 Juli 2025
OPINI - Dalam sejarah panjang umat manusia, konflik adalah bayang-bayang kelam yang selalu membuntuti perjalanan bangsa. Namun di balik bara konflik, selalu ada satu jalan yang bisa menyelamatkan banyak jiwa yaitu negosiasi.
Negosiasi bukan sekadar duduk bersama. Ia adalah proses yang menuntut keberanian menundukkan ego, membuka telinga, dan menyambungkan dua pandangan yang selama ini berseberangan. Di berbagai belahan dunia, termasuk di Asia Tenggara, negosiasi telah membuktikan dirinya sebagai jembatan penyelamat dari kehancuran.
Di tingkat lokal, budaya musyawarah yang diwariskan sejak generasi ke generasi di gampong merupakan bentuk asli diplomasi. Di balai desa, para tokoh masyarakat duduk bersama, berbicara dan mencari jalan tengah, agar perbedaan tak berakhir pada permusuhan. Itu adalah negosiasi yang lahir dari kearifan, bukan tekanan.
"Negosiasi adalah seni menukar amarah dengan akal sehat, dan dendam dengan masa depan."
Konflik antarnegara atau antargrup muncul ketika komunikasi gagal. Diplomasi yang berhenti di awal, medan pertempuran sering menjadi jalan yang dipilih. Negosiasi hadir bukan sebagai simbol kelemahan, melainkan keberanian untuk menyelamatkan nalar bersama dari porak‑poranda konflik.
Di tataran desa, negosiasi hadir ketika perbatasan atau tanah warisan diperselisihkan. Di tingkat kabupaten, negosiasi menyelamatkan proyek dan harmoni sosial. Di panggung global, negosiasi mencegah bencana kemanusiaan dan menjaga martabat peradaban.
Dialog adalah alat utama dalam menyelesaikan perseteruan, bukan kekerasan. Dengan cara ini, kita membangun solusi bukan perpecahan; membangun perdamaian bukan sekadar ketenangan sesaat.
Karena dalam akhir setiap tawar-menawar konfrontasi, yang benar-benar menang bukan mereka yang berpistol atau bertangan besi. Tetapi mereka yang memilih damai sebagai jalan pulang.
“Ketika kata berhenti, peluru berbicara. Tapi ketika hati dibuka, damai pulang ke rumah.” - F12