22 November 2024
Opini

Fenomena Politik dan Sosial, Keterampilan Berbicara di Era Modern

Oleh : Bustami M. Yunus

OPINI - Di tengah riak-riak sejarah yang memayungi Negeri Meureudu, terdapat suatu pelajaran berharga tentang keterampilan berbicara. Sebuah tradisi lama yang terus berlangsung hingga kini, di mana orang yang pandai berbicara memiliki keunggulan tertentu dalam mengarungi perjalanan politik dan sosial.

Sepanjang sejarahnya, Negeri Meureudu telah memegang peranan penting dalam politik Kerajaan Aceh. Kehadirannya sebagai daerah tidak terikat memberikan keleluasaan bagi penduduknya, namun dengan satu kewajiban yang istimewa, yaitu menyediakan bahan makanan pokok bagi Kerajaan Aceh.

Tradisi ini membawa implikasi mendalam dalam kehidupan politik Aceh. Pasal 12 dari Qanun Al-Asyi menyatakan bahwa apabila Uleebalang (kepala daerah) tidak mematuhi hukum, sultan memiliki wewenang untuk memanggil Teungku Chik Muda Pahlawan Negeri Meureudu untuk mengambil tindakan tegas.

Namun, kekuatan politik juga tidak bisa dipisahkan dari kemampuan berbicara. Ketika Sultan Iskandar Muda memperagakan penyerangan ke Semenanjung Melayu, beliau memilih Malem Dagang dari Negeri Meureudu sebagai Panglima Perang. Kemampuan berbicara Malem Dagang menjadi aset tak ternilai bagi keberhasilan ekspansi tersebut.

Pentingnya keterampilan berbicara semakin terbukti saat Negeri Meureudu diangkat sebagai kandidat ibu kota Kerajaan Aceh. Usaha untuk memindahkan ibu kota berpusat pada penimbangan air Krueng Meureudu dengan air Krueng Aceh. Namun, konspirasi politik mengubah arah aliran air, memastikan Banda Aceh tetap menjadi pusat pemerintahan.

Seiring berjalannya waktu, keterampilan berbicara terus menjadi faktor krusial dalam dinamika politik dan sosial. Meskipun Meureudu telah mengalami berbagai perubahan status pemerintahan, dari Kewedanan hingga menjadi pusat kecamatan, tidak bisa diabaikan bahwa kemampuan untuk memengaruhi melalui kata-kata tetap memiliki dampak signifikan.

Fenomena saat ini tidak jauh berbeda. Di era modern, orang yang rajin bekerja seringkali dapat kalah oleh orang yang pandai berbicara. Keterampilan untuk mengartikulasikan gagasan dan membawa orang lain tergerak adalah keunggulan kompetitif yang tak terbantahkan. Namun, tidak jarang orang yang pandai berbicara dihadapkan pada tantangan dari mereka yang mahir dalam mencari muka.

Dengan demikian, sementara kerja keras adalah kunci fondasi keberhasilan, keterampilan berbicara adalah alat yang mempertajam pengaruh dan memungkinkan seseorang untuk menavigasi kompleksitas politik dan sosial. Keduanya, dalam keseluruhan konteks sejarah Negeri Meureudu, saling melengkapi, menciptakan keseimbangan yang membentuk fondasi keberhasilan dalam berbagai ranah kehidupan.