LIRA Minta Itwasum Polri Audit Penggunaan Dana Hibah Pengamanan Pemilu dan Pilkada 2024 di Polres Aceh Tenggara
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Aceh Tenggara mendesak Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri untuk melakukan audit mendalam terhadap penggunaan dana hibah pengamanan Pemilu dan Pilkada 2024 di Polres Aceh Tenggara.
Pada tahun 2024, Pemerintah Daerah Aceh Tenggara memberikan hibah sebesar Rp.4.948.902.500 kepada Polres Aceh Tenggara. Hal ini terungkap melalui Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan nomor 270/340/434/2023 dan B/978/HUK.8.1/2023.
Saleh Selian, pegiat LIRA Aceh Tenggara, via rilisnya dikirimkan ke media ini menjelaskan bahwa audit terhadap penggunaan dana hibah ini sangat penting, terutama setelah terungkapnya kasus pemotongan biaya operasional pengamanan pemilu pilkada terhadap anggota oleh oknum kapolres Bireuen.
"Kami merasa perlu adanya audit terkait penggunaan dana hibah di semua polres di wilayah hukum Polda Aceh, termasuk Polres Aceh Tenggara. Kami ingin mengetahui efisiensi dan alokasi dana, berapa besar dana operasional per anggota, serta berapa banyak personil yang terlibat dalam pengamanan Pemilu dan Pilkada," ujar Saleh Selian
Meskipun tidak ada laporan publik mengenai potensi penyelewengan di Polres Aceh Tenggara, Saleh menegaskan bahwa praktik serupa seperti yang terjadi di Polres Bireuen, yang melibatkan pemotongan dana untuk anggota pengamanan, dapat saja terjadi di Polres Aceh Tenggara.
Menurut informasi yang diterima LIRA, biaya operasional pengamanan Pemilu dan Pilkada untuk anggota di Polres Aceh Tenggara bervariasi. Katakanlah misalnya beberapa anggota menerima Rp 1.500.000, sementara yang lainnya hanya mendapat Rp 1.000.000 atau misalnya sebahagian hanya menerima Rp 500.000.
Jika misal dikalkulasikan seluruh anggota Polres Aceh Tenggara menerima rata-rata Rp 1.500.000 per orang, maka total dana yang seharusnya digunakan untuk operasional hanya mencapai Rp.840.000.000. Selain itu, jika dana hibah digunakan untuk biaya simulasi pengamanan dan kebutuhan lainnya, misalnya Rp 1 miliar, maka harus ada penjelasan mengenai penggunaan sisa dana hibah tersebut," ungkap Saleh.
Pihak LIRA tidak ingin langsung mempercayai informasi tersebut tanpa pemeriksaan lebih lanjut, namun Saleh menekankan pentingnya pendalaman kasus oleh Itwasum Polri, mengingat potensi adanya praktik penyelewengan yang merugikan dan penzoliman terhadap anggota Polri, seperti yang terjadi di Polres Bireuen.
"Pengelolaan dana negara harus transparan, terutama dengan besaran dana hibah yang diterima Polres Aceh Tenggara yang hampir mencapai Rp 5 miliar. Oleh karena itu, sangat wajar jika publik meminta penjelasan tentang penggunaan dana tersebut, termasuk alokasi untuk operasional anggota, simulasi pengamanan, dan keperluan lainnya," tegasnya.
Menurut Saleh Selian , yang terpenting adalah memastikan tidak ada pemotongan hak-hak anggota atau penzaliman terhadap mereka, seperti yang diduga terjadi di Polres Bireuen.
"Jika honor diberikan secara bervariasi, publik berhak tahu jumlah personil yang terlibat. Ini adalah bagian dari kontrol sosial untuk memastikan bahwa penggunaan uang negara tepat sasaran dan bebas dari praktik korupsi," tambahnya.
Isu pemerasan yang dilakukan oleh oknum Kapolres Bireuen terhadap anggotanya telah mencuat ke permukaan, menjadi perbincangan hangat. Diketahui, pada pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024, setiap polres di wilayah Polda Aceh menerima dana hibah dari pemerintah daerah, dengan jumlah yang bervariasi antara Rp 3 miliar hingga Rp 6 miliar. Polres Aceh Tenggara, sebagai salah satu penerima hibah, memperoleh dana sebesar Rp 4.948.902.500.
Dengan demikian, LIRA berharap Itwasum Polri segera turun tangan untuk melakukan audit dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam penggunaan dana hibah tersebut, agar tidak ada celah untuk praktik penyalahgunaan dana yang merugikan negara dan masyarakat. (**)