06 Juni 2025
Opini

Kasus HAM: Mutilasi Warga di Mimika Papua

Penulis: Akmal Azis, Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (USK) jurusan Ilmu Politik.

OPINI - Tahun ini pada bulan agustus yang lalu kita sempat digegerkan dengan berita kasus mutilasi warga di daerah mimika Papua yang mana pada kasus tersebut melibatkan anggota dari TNI.

Pembunuhan dan juga mutilasi terhadap empat warga sipil di kabupaten Nduga di SP1 pada distrik Mimika baru, Kabupaten Mimika Papua, yang melibatkan enam personel TNI. Komnas HAM memberikan penjelasan mengenai perkara kejadian tersebut, mereka mengatakan awal dari rencana pembunuhan tersebut yaitu dilakukan di bengkel las dan penampungan solar di nawaripi yang dimiliki oleh salah satu pelaku.

Dari lokasi kejadian tersebut Komnas HAM mendapatkan keterangan kejadian yang mana para korban dibunuh di lahan kosong di distrik tersebut. Di lokasi tersebut diketahui tidak ada penerangan lampu. Diperoleh juga informasi dari beberapa saksi yang mengetahui peristiwa pembunuhan itu.

Setelah melakukan pembunuhan yang menggunakan peluru dan juga tikaman senjata tajam, kemudian keempat korban tersebut dibawa ke lokasi mutilasi, yang mana lokasi mutilasi tersebut berbeda dari lokasi pembunuhan di awal, yakni di jalan lama logpon yang sepi dan juga jarang digunakan oleh masyarakat. 

Pada saat dilakukannya peninjauan lokasi pembunuhan masih ditemukannya sisa dari potongan karung yang digunakan pelaku untuk memasukkan bagian tubuh dari jenazah para korban. Karung yang berisikan potongan tubuh tersebut di isi juga dengan batu batu. Batu itu berfungsi untuk menjadi pemberat agar jenazah tidak muncul ke permukaan air ketika di buang ke sungai.

Setelah jenazah dari korban dimutilasi, dan dimasukkan kedalam karung yang berisi pemberat, 10 orang pelaku membawa kantong jenazah tersebut ke sebuah jembatan di kampung pigapu distrik Iwaka, Kabupaten Mimika. Setelah itu para pelaku melempar semua karung yang berisikan jenazah para korban ke dalam sungai Pigapu.

Sehabis dari membuang jenazah para korban, para pelaku membakar mobil yang digunakan oleh para korban. Mobil yang bertipe toyota calya berwarna merah tanpa plat nomor yang dirental oleh korban ditemukan pada tanggal 23 agustus yang mana mobil tersebut masih mengeluarkan asap dari sisa kebakaran. Selanjutnya pada tanggal 26 agustus sekitar pukul 13.40 WIT anggota tubuh dari jasad korban yaitu arnold lokbere ditemukan di sungai kampung pigapu, distrik iwaka, kabupaten mimika. Kemudian sekitar pukul 18.55 WIT di SP 1 mimika ditemukan satu unit mobil avanza hitam dengan nomor plat N 1082 WR yang dirental oleh arnold lokbere bersama tiga korban lainnya.

Lalu pada tanggal 27 agustus sekitar pukul 16.00 WIT anggota kembali menemukan salah satu korban di sungai pigapu, distrik iwaka kabupaten mimika.

Komnas HAM sendiri mencurigai bahwa kejadian pembunuhan dan mutilasi ini dilakukan tidak hanya  sekali, dan dilakukan di peristiwa dan juga tempat yang berbeda. Totalnya ada sepuluh orang yang menjadi tersangka di kasus pembunuhan dan juga mutilasi ini, yaitu diantaranya empat warga sipil dan 6 orang dari anggota TNI angkatan darat, anggota TNI tersebut ialah Mayor Infanteri HFD, Pratu RPC, Kapten DK, Praka PR, Pratu RAS, dan Pratu ROM. Dan dari 4 warga sipil tersebut salah satu nya masih menjadi buron.

Pembunuhan dan juga kasus mutilasi ini tentunya sangat tidak berperikemanusiaan dan melukai harkat martabat sebagai  manusia, apa lagi pada kasus ini melibatkan instansi terhormat negara kita, dan tentunya pasti akan mencoreng nama instansi TNI tersebut.

Kasus ini berawal dari jual beli senjata api, yang mana pada saat itu korban yaitu arnold lokbere, Irian Nirigi, Leman Nirigi dan juga Atis Tini membuat janji untuk dan sepakat untuk melakukan transaksi jual beli senjata api. Kelompok dari pelaku dan juga korban bertemu di sebuah lahan kosong di jalan Utomo, Mimika, Papua, senin tanggal 22 Agustus 2022.

Sebetulnya para pelaku memang sengaja membuat skenario tersebut, tetapi awalnya para korban inilah yang melakukan penganiayaan dikarenakan senjata yang mereka jual tersebut palsu, dan menggunakan benda yang menyerupai senjata api, tetapi penganiayaan tersebut malah membuat para korban menjemput ajalnya, yaitu diketahui bahwa salah satu korban, yaitu Leman Nirigi merupakan seorang yang memilki jaringan dan juga simpatisan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Nduga pimpinan egianus kogoya mencari enjata dan amunisinya di kabupaten Mimika.Dari transaksi yang pelaku dan korban lakukan tersebut ditemukan sejumlah uang senilai Rp 125 juta.

Namun dari kalangan keluarga korban mereka membantah tuduhan tersebut. Karena menurut mereka, semua korban tersebut merupakan warga sipil, yang mana hal tersebut dibenarkan juga oleh Bupati Nduga, dan pihak keluarga mereka juga membantah tudingan bahwa dari keempat korban tersebut ingin membeli senjata api, melainkan para korban hendak membeli barang barang bangunan. Tidak ada bukti bahwa korban tersebut terlibat gerakan separatis, empat korban memiliki pekerjaan sipil dan bahkan dua diantaranya merupakan pengurus gereja. 

Dengan adanya kasus ini memicu desakan dari kalangan TNI POLRI, bukan hanya mengusut tuntas kasus pembunuhan tetapi juga dugaan transaksi jual beli senjata api. Tetapi kepolisan yang memeriksa kasus ini menyebutkan motif pembunuhan adalah karena faktor ekonomi sebab tidak ditemukannya transaksi senjata yang benar benar terjadi pada saat itu. 

Pada kasus ini penyidik masih terus melakukan pendalaman, adapun nanti keterlibatan dari KKB dan KST yang mungkin saja terjadi. Polisi militer mengenakan dan menetapkan pasal yang di sangkakan adalah pasal berlapis, yakni pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun penjara. 

mengenai kasus ini ialah dimana seharusnya dari pihak TNI yang instansi nya terhormat dinegara kita melakukan ketegasan terhadap anggota nya yang terlibat atas kasus ini, yang mana anggota TNI tersebut seharusnya menjadi pelindung bagi warga negara, bukannya malah melakukan tindakan keji sedemikian rupa. Kasus ini dianggap memalukan instansi negara. 

Negara kita sudah memiliki hukum dan juga HAM, dan kasus ini diharapkan bisa benar benar menjadi kasus terakhir yang terjadi di negara kita, dan bagi pelaku yang melakukan kejahatan tersebut sebisanya dihukum setimpal dengan perbuatannya, apa lagi sampai melibatkan aparat negara. Walaupun mereka dianggap sebagai oknum, TNI harus bisa membersihkan nama instansi mereka.