30 Juni 2025
Opini

Jangan Hakimi dengan Emosi: Munawar Ibrahim dan Jalan Baru Birokrasi Pidie Jaya

Foto : Dok. Google Image/Ilustrasi | LIPUTAN GAMPONG NEWS

OPINI - Pelantikan Munawar Ibrahim sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Pidie Jaya menuai polemik. Sebagian suara kritis menuduh langkah ini sebagai bentuk penghargaan terhadap kegagalan. Namun benarkah demikian, atau ini hanya kegagalan sebagian publik memahami proses, capaian, dan tantangan birokrasi daerah?

Kritik terhadap Munawar terkesan emosional dan sepihak, tanpa menggali lebih dalam dinamika yang sebenarnya terjadi. Tak bisa dipungkiri, memimpin sektor kesehatan di masa pasca-pandemi dan keterbatasan anggaran bukan tugas mudah. Kekurangan tenaga medis dan sarana bukan hanya masalah lokal, tapi problem nasional yang membutuhkan solusi sistemik, bukan kambing hitam.

Perlu dicatat, di bawah kepemimpinan Munawar, beberapa inisiatif layanan berbasis puskesmas berhasil diperluas. Pendekatan preventif mulai diperkenalkan, walau belum maksimal karena kendala SDM dan regulasi. Justru, upayanya untuk tetap menjaga layanan dasar berjalan layak di tengah keterbatasan patut diapresiasi, bukan dicerca secara membabi buta.

Sebagai Kepala Bappeda, Munawar mewarisi perencanaan pembangunan yang selama ini terlalu teknokratis dan minim inovasi. Ia mulai mendorong integrasi perencanaan antar sektor, meski hasilnya belum sepenuhnya terlihat karena butuh waktu. Apa pun bentuk perencanaan jangka panjang, hasilnya tak bisa diukur dalam hitungan bulan, apalagi jika hanya dilihat dari satu proyek yang belum terealisasi.

Mengenai jalan Meureudu–Geumpang, publik perlu tahu bahwa perencanaan besar selalu tergantung pada banyak faktor, diantaranya faktor persetujuan pusat, DAK, kesiapan desain, dan lahan. Menyebutnya mimpi belaka adalah simplifikasi yang tidak adil dan mengaburkan realitas birokrasi perencanaan yang kompleks.

Mengangkat Munawar sebagai Sekda justru menunjukkan keberanian kepala daerah mengambil jalur meritokrasi dalam konteks lokal. Ia adalah ASN senior, memahami peta birokrasi dari hulu ke hilir, serta dikenal memiliki etos kerja yang tinggi dan relasi koordinatif yang baik lintas dinas. Ini modal penting untuk membenahi sistem dari dalam, bukan dari menara gading pengamat.

Apakah Munawar sempurna? Tentu tidak. Tapi menolak seseorang hanya karena pernah memimpin sektor yang belum ideal, sama artinya dengan mematikan semangat reformasi birokrasi dari dalam. Kita seharusnya mendorong dia untuk membuktikan kinerjanya sebagai Sekda, bukan menjatuhkannya sebelum diberi kesempatan.

Sebagai warga Pidie Jaya, saya justru melihat penunjukan ini sebagai peluang. Peluang untuk menjadikan pengalaman masa lalu sebagai bahan evaluasi nyata dan mendorong arah pembangunan lebih terukur dan berkelanjutan. Kita butuh pemimpin yang tidak hanya pintar bicara, tapi juga pernah merasakan tantangan langsung di lapangan.

Pemerintah daerah tentu punya indikator, proses seleksi, dan pertimbangan yang tidak serta-merta dipublikasikan. Namun itu bukan berarti semuanya keliru. Publik berhak mengkritik, tetapi kritik yang membangun jauh lebih kuat daripada narasi yang hanya menebar keraguan dan rasa kecewa tanpa solusi.

Pidie Jaya bukan daerah eksperimental, dan birokrasi bukan panggung drama. Mari kita dukung perubahan dengan logika, bukan prasangka. Jika Munawar Ibrahim mampu membawa hasil positif sebagai Sekda, bukankah itu jawaban terbaik untuk semua keraguan?

Oleh: Teuku Saifullah, SE
Warga Pidie Jaya, Aceh