Jejak Luka Dari Negara
OLEH : RISKIA ULFA
Mahasiswi Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan HukumJejak Luka Dari Negara
OPINI - Hannah Arendt yang merupakan seorang pemikir kontemporer (1906-1975) mendefinisikan Banalitas Kejahatan adalah anggapan yang wajar terhadap kejahatan, dan tidak menganggap kejahatan sebagai sesuatu yang salah bahkan kejahatan itu dianggap tidak ada atau dihilangkan begitu saja.
Banalitas itu sendiri dapat diartikan sebagai pewajaran hal yang tidak wajar, hal yang seharusnya tidak layak di lakukan secara terang terangan atau dianggap tabu, malah dilakukan di khalayak ramai dan disaksikan seluruh orang. Inilah yang telah terjadi di Tanoh Rencong, peristiwa yang menggegerkan seluruh Aceh pada masa itu, berlakunya status DOM di Aceh mengakibatkan terbantainya masyarakat sipil yang dituduh sebagai tempat persembunyian GAM, masyarakat yang seharusnya dilindungi malah disakiti dengan keji dan meninggalkan luka yang menganga lebar sampai saat ini.
Jambo Keupok, Bakongan, Aceh, merupakan salah satu tempat terjadinya pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 17 Mei 2003.
Peristiwa ini terjadi karena adanya kecurigaan bahwa desa jambo keupok merupakan tempat berkumpulnya GAM pada saat itu, masyarakat baik yang tua maupun yang muda, bahkan anak anak dipaksa keluar rumah untuk diinterogasi. Selama proses interogasi anggota TNI Para Komando (PARAKO) dan Satuan Gabungan Inteljen (SGI) melakukan tindakan kekerasan terhadap warga, beberapa orang dipaksa untuk mengaku sebagai anggota GAM serta warga dianiaya dengan berbagai macam bentuk kekerasan, tercatat 16 orang meninggal dikarenakan ditembak oleh aparat, juga ada yang dibakar hidup hidup, para wanita desa Jambo Keupok juga turut serta menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh aparat negara itu.
Luka batin yang didapatkan korban dari pelanggaran HAM tingkat berat tersebut ternyata tidak memberikan dampak yang sama kepada pelaku pelanggaran HAM tersebut, pelaku pembunuhan tragedi Jambo Keupok mungkin sekarang sedang menjalani rutinitas hidupnya seperti orang pada umumnya namun hal ini tidak mengubah fakta bahwa mereka adalah seorang pembunuh yang tidak memiliki rasa bersalah terhadap korban. Hal ini dikarenakan pada masa itu tindakan yang dianggap merugikan penguasa, maka keputusan yang ditetapkan oleh penguasa pada saat itu dianggap sebuah pembenaran walaupun itu merupakan tindakan yang buruk, dan ini merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh aparat negara untuk mematuhi segala perintah yang telah diputuskan oleh penguasa saat itu.
Sebenarnya siapa yang bertanggung jawab atas kasus pelanggaran HAM tersebut? Pemerintah dan penegak hukumlah yang seharusnya menjadi penanggung jawab atas kejadian itu, namun faktanya pemerintah seolah bungkam terkait dengan kejahatan yang pernah terjadi di masa lampau serta pembunuhan, pembakaran hidup hidup dan penganiayaan yang dialami warga Jambo Keupok selama 20 tahun, mereka bertanggung jawab dalam melakukan penyelidikan dan memutuskan oknum yang menjadi pelaku atas kejahatakan tersebut dan mengadili pelaku dipengadilan.
Pembunuhan, penganiayaan, pembakaran, merupakan tindakan pelanggaran HAM tingkat berat yang tidak dapat diwajarkan oleh akal pikiran manusia, tindakan tersebut merupakan tindakan criminal yang pelakunya harus diadili seadil adilnya. Presiden Jokowi bahkan mengakui bahwa pelanggaran HAM berat pernah terjadi di Aceh, dan beliau sangat menyalkan terjadinya pelanggaran HAM berat tersebut. Penulis berharap pemerintah buka mata untuk persoalan HAM ini, karena kejadian ini merupakan masa kelam yang tak bisa dilupakan oleh seluruh masyarakat Aceh, dan dengan adanya Lembaga HAM di Aceh yakni Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dapat menghilangkan rasa trauma masyarakat Aceh dalam menghadapi trauma masa lalu serta menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, kami berharap agar keluarga korban mendapatkan hak yang selama ini mereka inginkan yaitu permohonan maaf yang tulus dari para pelaku pembunuhan desa Jambo Keupok.