01 Juli 2025
Opini

Hati, Ujian dan Nilai Sejati Manusia

Oleh : Tgk. Mulyadi - Guru Senior Dayah BMA Pohroh

OPINI - Hati itu seperti rumah. Terkadang tamu datang membawa tawa, terkadang pula membawa air mata. Kegembiraan dan kesedihan silih berganti mengetuk pintu. Namun jangan pernah biarkan keduanya menjadi tuan rumah. Karena saat gembira menjadi pemilik rumah, kita mudah lalai. Dan saat duka menjadi penghuni tetap, kita bisa tenggelam dalam gelapnya nestapa.

Imam Al-Ghazali mengingatkan kita agar hati tetap seimbang. Jangan terlalu terbuai saat senang, dan jangan pula karam saat sedih. Kendalikan hati, bukan dikendalikan oleh rasa.

Namun siapa sejatinya diri kita di mata langit?

Ujian yang paling mengungkap jati diri bukanlah di saat kita berlimpah segalanya, melainkan saat kita tidak punya apa-apa. Kesabaran saat kosong, itulah kunci kemuliaan. Dan ketika kita diuji dengan kelimpahan, adab dan kerendahan hatilah yang menjadi tolok ukur kedewasaan. Sebab ujian kekayaan lebih sulit daripada ujian kemiskinan. Harta bisa membuat kita lupa daratan, kecuali yang hati dan adabnya telah terlatih.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata dengan ketegasan seorang guru jiwa: "Jangan pernah buat seseorang menyesal pernah mengenalmu. Tapi buatlah dia menyesal karena kehilangan sosok sepertimu." Ini bukan tentang membanggakan diri, melainkan tentang menjaga nilai-nilai diri. Jadilah manusia yang keberadaannya menjadi berkah, dan kepergiannya menyisakan kebaikan yang dikenang.

Hidup bukan tentang berapa banyak yang kita miliki, tapi tentang siapa kita ketika tak memiliki apa-apa, dan siapa kita saat memiliki segalanya.

Maka latihlah hatimu untuk tetap merdeka dari dikuasai tawa yang memabukkan, dan dari dirundung duka yang melemahkan. Dan biarlah orang yang mengenalmu berkata: “Aku bersyukur pernah mengenalmu, karena engkau adalah sosok yang tidak berubah oleh keadaan.”