Beruntung Karena Saboh Jurong: Nepotisme Murahan di Birokrasi Pidie Jaya
OPINI - Pidie Jaya dulu dikenal sebagai daerah dengan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Banyak putra daerahnya yang berhasil menduduki jabatan penting, baik di pemerintahan maupun di sektor swasta. Namun, semua itu kini tinggal cerita. Setelah pemekaran dari Kabupaten Pidie, Pidie Jaya yang seharusnya bisa lebih mandiri malah jadi ajang bagi segelintir orang untuk memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya. Bukan karena kualitas, tapi karena kedekatan. Seperti yang sering dibilang orang-orang di Meureudu, "Birokrat Pidie Jaya beruntung karena saboh jurong" jalan satu-satunya buat naik jabatan adalah dengan menjadi teman, keluarga, atau apapun yang dekat dengan penguasa.
Jabatan-jabatan strategis di Pidie Jaya saat ini dipegang oleh orang-orang yang tahu bagaimana caranya bermain aman. Mereka bukan dipilih karena kemampuan atau prestasi, melainkan karena mereka tahu cara bermain ke atas. Mulai dari Pj Bupati, Sekda, hingga beberapa kepala dinas, semuanya orang-orang yang 'saboh jurong' dengan penguasa. Ini bukan lagi rahasia umum, tapi sudah menjadi omongan sehari-hari di kalangan masyarakat. Kalau mau naik jabatan di Pidie Jaya, bukan prestasi yang jadi ukuran, tapi seberapa pandai kamu merapat ke lingkaran kekuasaan.
Ketika semua orang berlomba-lomba untuk merapat ke penguasa, nasib SDM yang berkualitas di Pidie Jaya malah jadi terabaikan. Banyak putra daerah berbakat yang akhirnya memilih untuk pergi dan mencari peruntungan di luar karena mereka tahu di sini mereka tak akan pernah bisa berkembang jika tak punya 'jalur khusus'. Ini jelas sebuah pengkhianatan terhadap potensi daerah. Pemerintah yang seharusnya menjadi pelayan rakyat malah jadi segerombolan pemburu kekuasaan, lupa dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Apa yang terjadi di Pidie Jaya adalah cerminan buruk dari sistem birokrasi yang sudah korup sampai ke akar-akarnya. Ini bukan hanya soal kepentingan pribadi atau kelompok, tapi juga soal bagaimana kita merusak masa depan daerah sendiri. Jika keadaan ini dibiarkan terus-menerus, jangan harap ada perubahan berarti. Yang ada, Pidie Jaya akan terus terpuruk, dikuasai oleh mereka yang hanya tahu caranya 'merangkak' dan demi jabatan dan keuntungan pribadi.
Tentu saja, tidak semua orang mau tunduk pada permainan kotor ini. Masih ada orang-orang yang peduli dan berani bicara meski mereka tahu risiko yang harus dihadapi. Mereka inilah yang masih menjaga harapan bahwa suatu hari nanti, Pidie Jaya bisa bangkit dan keluar dari lingkaran setan korupsi dan nepotisme. Namun, harapan saja tidak cukup. Perlu ada keberanian dan tindakan nyata untuk melawan praktik-praktik kotor yang sudah mengakar ini.
Pidie Jaya butuh pemimpin yang berani menentang arus, yang mau membersihkan birokrasi dari pengaruh 'saboh jurong' dan mengembalikan sistem meritokrasi yang adil. Kita tidak butuh lagi orang-orang yang hanya tahu cara main aman dengan merapat ke penguasa. Kita butuh pemimpin yang benar-benar peduli dengan rakyat, yang berani memperjuangkan kepentingan daerah di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Sebab jika terus begini, Pidie Jaya hanya akan jadi cerita kelam tentang bagaimana sebuah daerah yang punya potensi besar hancur karena permainan kotor segelintir orang yang haus kekuasaan.
Oleh : Miswar
Warga Pidie Jaya - Aceh