07 April 2025
Opini

Tepikan Titipan, Pilih yang Tajam! Inilah Format Tim Ideal Pidie Jaya!

OPINI - Pidie Jaya membutuhkan percepatan. Setelah bertahun-tahun tersendat dalam pusaran birokrasi lamban, publik kini menaruh harapan besar pada kepemimpinan baru Bupati dan Wakil Bupati Pidie Jaya, Nyak Syi dan Nyak Hasan, dua tokoh yang mulai mengisi ruang-ruang diskusi publik di Pidie Jaya sebagai figur pembaharu, tentu tidak akan sanggup sendirian membawa perubahan. Mereka butuh tim kuat, gesit, dan berani mengambil keputusan strategis.

Perubahan tak cukup hanya di pucuk kekuasaan. Reformasi harus menyentuh jantung birokrasi. Siapa yang akan duduk sebagai Sekretaris Daerah? Siapa kepala dinas yang akan diberi amanah? Siapa pula para kepala bidang yang akan menggerakkan mesin program? Ini bukan sekadar soal jabatan. Ini soal siapa yang layak menjadi agen percepatan pembangunan.

Kunci utamanya ada pada lima syarat mutlak yaitu kompetensi, kinerja, integritas, kerja tim (team work), dan loyalitas. Inilah lima fondasi utama yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pidie Jaya sudah terlalu lama ditopang oleh sistem yang longgar dan kompromistis. Saatnya menyaring mereka yang siap bekerja, bukan hanya sekadar siap duduk di kursi empuk.

Mari bicara kompetensi terlebih dahulu. Tak ada ruang lagi bagi pejabat yang hanya bermodalkan kedekatan. Kepala Dinas harus paham bidangnya dari hulu ke hilir. Misalnya, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan harus tahu bagaimana meningkatkan produktivitas petani, bukan hanya hadir di acara panen. Kepala Dinas PUPR tidak bisa hanya mengurus dokumen proyek, tapi harus punya visi pembangunan infrastruktur jangka panjang dan berkelanjutan.

Kepala Bappeda pun harus naik kelas. Tak cukup hanya menjadi administrator dokumen perencanaan. Mereka harus menjadi arsitek pembangunan yang mampu membaca arah, merumuskan prioritas, dan menyinkronkan program antar sektor. Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD harus berani membuka diri, memperbaiki mutu layanan, serta menuntaskan persoalan dasar seperti ketersediaan tenaga medis, sarana, dan kedisiplinan pelayanan.

Tapi kompetensi tanpa kinerja nyata hanyalah teori kosong. Kita butuh pejabat yang bisa bicara lewat hasil, bukan sekadar laporan di atas kertas. Ukurannya jelas, sejauh mana program dijalankan tepat waktu, tepat anggaran, dan tepat sasaran. Jika kepala dinas tidak mampu menyelesaikan proyek prioritas atau gagal menyerap anggaran dengan maksimal, mereka harus dievaluasi, bukan dipertahankan karena faktor politis.

Masuk ke poin ketiga, integritas. Ini titik rawan. Terlalu banyak kasus di mana pejabat kehilangan kompas moral setelah menjabat. Kita butuh birokrat yang bersih, anti-main proyek, dan berani berkata tidak pada tekanan di luar sistem. Pidie Jaya butuh sosok yang berani menjaga marwah pemerintahan, bukan yang justru menjadi bagian dari masalah.

Yang keempat, team work. Pemerintahan bukan soal siapa paling pintar, tapi siapa bisa bekerja sama. Kepala Dinas PUPR harus nyambung dengan Bappeda. RSUD harus satu suara dengan Dinas Kesehatan. Kadis Pendidikan harus sinergis dengan Sekda dan Dinas Keuangan. Ego sektoral adalah musuh utama percepatan. Hanya dengan kerja kolaboratif, kita bisa menembus kemacetan birokrasi.

Dan terakhir, loyalitas. Tapi jangan salah kaprah. Loyalitas bukan pada orang. Loyalitas adalah pada rakyat, pada sumpah jabatan, dan pada arah kebijakan daerah. Siapa pun pejabat yang tidak bisa menunjukkan komitmen untuk mendukung program kepala daerah terpilih secara total, sebaiknya mundur sebelum diminta mundur.

Kini publik bertanya, siapa yang layak? Pertanyaan ini harus dijawab dengan melihat rekam jejak. Bukan soal siapa anak siapa, bukan soal siapa dekat dengan siapa. Tapi siapa yang pernah bekerja nyata, punya pemahaman sistem, dan sanggup bergerak cepat. Sudah saatnya kita menempatkan integritas dan kompetensi di atas segala bentuk kompromi.

Jangan sampai kursi-kursi strategis seperti Kepala Bappeda, PUPR, DKP, Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Direktur RSUD, dan Kadis Pendidikan diisi oleh orang-orang lemah. Karena ketika salah menaruh orang, kita bukan hanya gagal menjalankan program, tapi juga kehilangan kepercayaan publik yang susah payah dibangun.

Pemimpin daerah harus berani tegas. Pidie Jaya tidak butuh pejabat spesialis launching dan seremonial hanya untuk sekedar pencitraan dan pengakuan, bukan juga pejabat yang pintar berdiplomasi tapi lemah di lapangan. Kita tidak butuh manajer yang sibuk mempercantik laporan, tapi lupa kehadiran di tengah masyarakat. Yang kita butuh adalah pelayan publik sejati, yang rela kotor tangan dan kaki demi rakyat kecil.

Jika Nyak Syi dan Nyak Hasan serius ingin memacu Pidie Jaya, maka langkah pertama adalah menyusun tim komando yang solid dan progresif. Jangan ragu menolak tekanan politik jika itu hanya akan menghambat laju reformasi. Masyarakat ingin bukti, bukan basa-basi. Ini momentum emas, jangan disia-siakan.

Di luar itu, ada Dinas Sosial yang sering dipinggirkan padahal sangat penting. Dalam kondisi sosial ekonomi yang kompleks, kepala dinas sosial harus mampu menghadirkan intervensi yang tepat, cepat, dan manusiawi. Mereka tak boleh hanya jadi penyalur bantuan, tapi harus menjadi perancang kebijakan perlindungan sosial yang berdampak.

Disdukcapil juga tak bisa diabaikan. Layanan ini beririsan langsung dengan hak dasar warga. KTP, KK, akta lahir, hingga pencatatan kematian harus tersedia tanpa kendala. Kepala dinas yang tidak punya sense pelayanan digital, tidak layak duduk di sana. Warga tak boleh lagi dipersulit untuk mendapatkan dokumen dasar mereka.

Ada juga Disperindagkop, jantung ekonomi lokal. Kepala dinasnya harus menjadi fasilitator kemajuan UMKM, revitalisasi pasar rakyat, dan penguatan koperasi berbasis masyarakat. Jika sektor ini stagnan, maka ekonomi rakyat kecil tidak akan pernah naik kelas. Inilah medan bagi pemimpin teknokrat, bukan hanya pejabat formalitas.

Dinas Lingkungan Hidup memegang peran penting untuk keberlanjutan. Dengan tantangan abrasi, banjir, dan limbah, kepala DLH harus menjadi pengawas yang berani, bukan hanya pencatat amdal. Perlindungan lingkungan tidak bisa dinegosiasi. Butuh figur yang tegas dan berpihak pada masa depan.

Tak boleh dilupakan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) juga memegang peranan vital, mengingat Pidie Jaya memiliki garis pantai dan potensi laut yang besar. Kepala dinas DKP harus visioner, mampu menggerakkan sektor perikanan tangkap dan budidaya, serta membina nelayan agar naik kelas. Bukan sekadar membagikan alat tangkap, tapi harus mampu menciptakan sistem hilirisasi hasil laut hingga ke pasar ekspor. Jika DKP dikelola asal-asalan, maka laut yang luas hanya akan menjadi pemandangan, bukan sumber kesejahteraan.

Terakhir, BPBD. Kita hidup di wilayah rawan bencana. Dari gempa hingga banjir, kesiapsiagaan adalah kunci. Kepala BPBD harus punya kapasitas manajemen tanggap darurat yang kuat, komunikasi lintas sektor yang rapi, serta kepemimpinan yang tenang namun cepat. Taruh orang yang salah di sini, maka nyawa bisa melayang. (TS)