Soal Rumah Dhuafa Batal, Falevi: Permintaan Maaf Gubernur Nova Hanyalah Sandiwara
Liputangampongnews.id - Gubernur Nova Iriansyah menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat calon penerima rumah dhuafa. Permohonan maaf yang disampaikan melalui Juru Bicara Pemerintah Aceh tersebut terkait batalnya pembangunan rumah dhuafa karena DPRA tidak menyetujui APBA Perubahan 2021.
Menurut Jubir Muhammad MTA, selain anggaran untuk rumah dhuafa, anggaran insentif Mukim, Camat dan Nakes juga tidak bisa direalisasikan karena tidak adanya APBA-P.
Menyikapi pemberitaan tersebut, Anggota DPRA dari Fraksi PNA yang juga Ketua Komisi V Falevi Kirani memberi tanggapannya.
Permintaan maaf Gubernur Nova soal batalnya pembangunan rumah dhuafa karena tidak ada APBA Perubahan hanyalah sandiwara belaka. Nova pura-pura minta maaf, seolah - olah dia sangat peduli pada nasib rakyat miskin. Faktanya hampir 4 tahun ia berkhianat pada masyarakat calon penerima bantuan rumah dhuafa. Tiap tahun ada saja pencoretan atau pembatalan rumah dhuafa. Selain itu usulan pembangunan rumah dhuafa juga tidak pernah sesuai dengan target RPJM, yaitu 6.000 unit pertahun.
Tahun 2018 misalnya, dari 4200 unit rumah dhuafa yang telah dianggarkan dalam APBA, semuanya dibatalkan Plt Gubernur Nova. Dengan tidak menerbitkan Pergub Hibah setelah Irwandi ditangkap KPK. Sementara tahun 2019 dari 5.987 unit yang dianggarkan dalam APBA, hanya 4.076 unit yang dibangun. Artinya ada 1.800 unit lebih yang juga dibatalkan pembangunannya. Pada tahun 2020 hanya dibangun 4.040 unit dari seharusnya 6.000 unit. Yang paling parah tentu saja pada tahun 2021.
Tak satu unitpun rumah dhuafa dianggarkan oleh Pemerintah Aceh dalam APBA. Semuanya dicoret, digantikan dengan proyek siluman yang bernama "apendix". Kalaupun ada 780 unit yang sudah dan sedang dibangun oleh Dinas Perkim, itu semua usulan Pokir DPRA. Itu belum termasuk 1.100 unit rumah dhuafa di Baitul Mal yang 3 tahun berturut-turut dibatalkan.
Fakta diatas jelas - jelas menunjukkan bahwa Gubernur Nova adalah pengkhianat bagi kaum dhuafa Aceh. Karena pembangunan 30.000 unit rumah dhuafa selama 5 tahun merupakan janji kampanye Irwandi - Nova yang telah ditetapkan dalam RPJMA 2017-2022.
Artinya setiap tahun Pemerintah Aceh berkewajiban membangun 6.000 unit rumah dhuafa. Namun itu tak pernah diwujudkan dalam arah kebijakan anggaran tahunan APBA. Malah ia lebih memprioritaskan kegiatan-kegiatan lain yang nilainya ratusan milyar hingga trilyunan rupiah. Padahal bukan program prioritas dalam RPJMA.
Jadi kalau sekarang Gubernur Nova minta maaf, jelas itu hanya upaya cuci tangan dari dosa-dosa politiknya kepada masyarakat miskin. Juga bentuk buang badan atas tanggung jawab moralnya untuk merealisasikan janji-janji kampanye kepada rakyat. Gubernur Nova juga secara licik memanfaatkan momentum tidak adanya APBA-P untuk membenturkan masyarakat calon penerima bantuan rumah dhuafa dengan DPRA. Seolah-olah DPRA lah yang telah membuat hak-hak kaum dhuafa tersebut tidak tertunaikan. Jangan karena dosa politik kepada rakyat sudah menumpuk, lantas menyeret DPRA jadi kambing hitam atas kegagalan Gubernur Nova.
Saya pribadi meragukan jika Gubernur Nova benar-benar meminta maaf kepada masyarakat calon penerima bantuan rumah dhuafa. Karena sebelumnya sudah bertahun-tahun melakukan kebijakan mencoret atau membatalkan rumah dhuafa, ia tak pernah minta maaf. Begitu juga dengan berbagai janji dan kebijakan yang tidak pro rakyat yang telah dilakukannya, tak pernah kita baca Nova minta maaf. Gubernur Nova ini bukan tipikal pemimpin yang suka minta maaf pada rakyatnya. Saya curiga jangan-jangan permintaan maaf ini hanyalah improvisasi pribadi dari Jubir MTA dengan mencatut nama Gubernur Nova. Demi kepentingan propaganda mendiskreditkan lembaga DPRA dihadapan rakyat. Kalau ini yang terjadi sungguh sangat disayangkan.
Padahal jika Gubernur Nova komit pada janji kampanye dan target RPJMA terkait program pembangunan rumah dhuafa, harusnya ia sendiri yang pasang badan agar pembangunan 6.000 rumah dhuafa selalu masuk dalam APBA tiap tahunnya. Agar tidak ada pihak-pihak yang berani mengganggu eksistensi program tersebut. Ini yang terjadi malah ia sendiri yang mencoretnya. Jadi, berhentilah bersandiwara wahai Gubernur Nova. (**)