Puluhan Hektar Kebun Kopi Robusta di Bandar Baru, Butuh Perhatian Pemerintah
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Budidaya kopi robusta di Kabupaten Pidie Jaya terus menunjukkan geliat yang menjanjikan. Sejumlah petani lokal, dengan semangat mandiri, berhasil mengembangkan lahan kopi di tengah keterbatasan fasilitas dan minimnya dukungan dari pemerintah.
Salah satu petani yang menonjol adalah Abdul Malik (63), pensiunan guru asal Desa Baroh Nyong. Sejak membuka lahan kopi robusta miliknya di kawasan Panton Limeng, Desa Aki Neungeh, Kecamatan Bandar Baru, pada tahun 2018, ia tak pernah berhenti berjuang. Kini, Pak Malik telah mengembangkan lahannya hingga seluas 2 hektar, semuanya dikerjakan tanpa bantuan pemerintah.
"Pertama dari satu hektar, kami hanya bisa panen sekitar 1.700 kilogram. Itu pun belum maksimal karena pupuk sangat sulit didapat di pasaran dan harganya mahal," ungkap Malik.
Senada dengannya, Jailani Mandiri (39), petani muda dari Desa Baroh Musa, menceritakan perjuangannya yang juga dimulai dari nol. Ia sempat dianggap “Ka Pungoe” oleh keluarga dan teman-temannya karena terlalu serius menekuni kebun kopi hingga rela menginap di lokasi.
"Alhamdulillah sekarang sudah mulai panen. Harga jualnya berkisar Rp 65.000 hingga Rp 75.000 per kilogram," ujarnya dengan bangga.
Namun, di balik kisah sukses tersebut, para petani mengaku masih menghadapi berbagai kendala, terutama terkait akses pupuk dan bibit, serta kondisi jalan menuju kebun. Jalan tanah yang rusak parah menyulitkan pengangkutan hasil panen, terlebih saat musim hujan.
"Kalau hujan, truk tak bisa masuk. Kami harus pikul karung-karung kopi sampai ke jalan besar. Ini sangat menyulitkan," kata seorang petani lainnya.
Di kawasan Panton Limeng dan sekitarnya, sekitar 15 hektar lahan kopi kini telah digarap oleh warga. Kualitas kopi robusta dari wilayah ini bahkan mulai mendapat pengakuan dari para penikmat kopi. Namun, potensi ini belum tergarap maksimal akibat terbatasnya sarana pendukung.
Akademisi: Pemerintah Harus Turun Tangan
Maimun Raja Pante, seorang akademisi pertanian, menyatakan bahwa petani kopi di Pidie Jaya telah berjuang terlalu lama secara mandiri tanpa pendampingan maupun dukungan dari pemerintah.
"Budidaya kopi Robusta sangat potensial menjadi kekuatan ekonomi baru di Pidie Jaya. Pemerintah harus hadir memberikan pendampingan nyata, mulai dari bantuan pupuk, bibit unggul, hingga infrastruktur jalan ke kebun," ujarnya.
Ia juga menilai masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa untuk menanam kopi harus ke Takengon, Aceh Tengah. Padahal, kata Maimun, wilayah seperti Cubo Jiem-jiem dan Abah Lueng kini tengah bangkit, bahkan telah muncul Calon Petani Calon Lahan (CPCL) baru yang diperkirakan mencapai 100 hektar untuk budidaya kopi Robusta.
"Kalau pemerintah kabupaten lalai, maka kita sedang membiarkan potensi dan kekuatan ekonomi rakyat terabaikan," pungkasnya.
Harapan Petani: Jangan Dibiarkan Berjuang Sendiri
Para petani berharap agar Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya segera menaruh perhatian serius terhadap sektor kopi robusta ini. Mereka meminta adanya:
Bantuan pupuk dan bibit unggul
Pendampingan teknis budidaya dan pascapanen
Perbaikan infrastruktur jalan menuju kebun
Akses pasar dan pelatihan peningkatan kualitas produk
"Kami tidak ingin hanya dipuji ketika berhasil. Kami butuh dukungan nyata agar bisa tumbuh bersama dan membangun ekonomi masyarakat dari bawah," kata Jailani Mandiri menutup percakapan.
Potensi kopi robusta di Pidie Jaya bukan hanya soal biji kopi, melainkan soal peluang besar untuk membangun kemandirian ekonomi rakyat di sektor pertanian. Pemerintah dan stakeholder terkait diharapkan segera menyambut semangat petani dengan langkah konkret dan berkelanjutan, Tutup Raja Pante. (Fakrul)