Menghidupkan Kembali Kejayaan Pala di Negeri Tuan Tapa
Oleh: Agusrizal, SE., M.Si - Konsultan Lingkungan (Warga Pasie Raja)
OPINI - Aceh Selatan, negeri Tuan Tapa yang kaya akan sejarah dan sumber daya alam, pernah dikenal sebagai sentra penghasil Myristica fragrans, atau yang lebih akrab disebut pala, terbaik di Indonesia. Komoditas unggulan ini dahulu bukan hanya menjadi sumber utama ekonomi masyarakat, namun juga memperkuat identitas daerah yang berjuluk Bumi Pala.
Namun, waktu membawa perubahan. Pasca konflik bersenjata dan setelah ditandatanganinya MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005, wajah pertanian Aceh Selatan mulai berubah. Dalam upaya pemulihan ekonomi yang cepat, terjadi peralihan besar-besaran dari tanaman pala ke tanaman sawit. Sayangnya, pilihan ini tak sepenuhnya membawa kemakmuran. Perkebunan sawit memang menjanjikan secara jangka pendek, namun dampak lingkungan yang ditimbulkan sangat mengkhawatirkan: kerusakan hutan, penurunan kualitas tanah, hingga terganggunya ekosistem lokal.
Kini, saatnya kita menoleh ke belakang—bukan untuk kembali ke masa lalu, tapi untuk mengambil pelajaran darinya. Pala bukan sekadar tanaman; ia adalah warisan, simbol kemakmuran, dan peluang masa depan. Dengan nilai ekspor yang tinggi, permintaan dunia yang stabil, serta manfaat ekologis yang lebih ramah lingkungan, sudah sepatutnya pemerintah dan masyarakat Aceh Selatan kembali menjadikan pala sebagai komoditas unggulan.
Bupati Aceh Selatan terpilih, Mirwan MS, SE.,M.Sos, diharapkan menjadikan restorasi kebun pala sebagai program strategis unggulan daerah. Gerakan penanaman kembali pala harus dimulai dari hulu hingga hilir, dari pemberdayaan petani, penyediaan bibit unggul, pendampingan teknis berkelanjutan, hingga pembukaan akses pasar global melalui koperasi dan BUMG.
Revitalisasi pala juga bukan sekadar agenda pertanian, melainkan gerakan sosial-ekonomi dan lingkungan. Menghidupkan kembali kejayaan pala berarti menciptakan lapangan kerja, menggerakkan UMKM berbasis hasil turunan pala seperti minyak atsiri, rempah-rempah, dan olahan makanan. Sekaligus, ini menjadi investasi jangka panjang dalam menjaga keasrian dan keseimbangan alam Aceh Selatan.
Mari kita kembali menanam, merawat, dan memanen harapan. Pala bukan hanya milik masa lalu Aceh Selatan, tapi masa depan yang berkelanjutan dan bermartabat bagi generasi mendatang.