Menggali Interseksionalitas dalam Isu Gender dan Keadilan Sosial di Aceh
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), UIN Ar-Raniry Banda Aceh, sukses menyelenggarakan Stadium General dan diskusi publik bertema "Menggali Interseksionalitas dalam Isu Gender dan Keadilan Sosial di Aceh." Acara ini merupakan bagian dari proyek kelas Mata Kuliah Gender dan Politik, yang bertujuan meningkatkan kesadaran mahasiswa terhadap konsep interseksionalitas dan perannya dalam menciptakan keadilan sosial.
Acara ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman dalam isu gender dan sosial: Dessy Setiawaty dari Yayasan Kesejahteraan Perempuan Indonesia (YKPI) dan Bayu Satria, pendiri Youth ID. Kedua narasumber memberikan wawasan mendalam tentang tantangan yang dihadapi kelompok rentan di Aceh serta solusi berbasis kesetaraan yang berkelanjutan.
Dalam pemaparannya, Dessy Setiawaty menekankan pentingnya mengubah pandangan masyarakat terhadap isu gender.
“Mengubah pandangan dimulai dari individu, kemudian meluas ke masyarakat. Memberdayakan perempuan dengan memberikan alat dan sumber daya adalah langkah penting menuju kesetaraan gender,” ujar Dessy.
Dessy juga menyoroti pentingnya memahami identitas ganda yang dimiliki individu dan dampaknya pada aksesibilitas serta peluang mereka.
“Keistimewaan dan kelemahan seseorang perlu digali lebih dalam dari sekadar apa yang terlihat di permukaan. Hal ini membantu kita memahami kekuatan, hambatan, dan keterbatasan akses dalam kehidupannya,” tambahnya.
Sementara itu, Bayu Satria mengajak generasi muda, khususnya pelajar, untuk lebih aktif menciptakan lingkungan yang inklusif. Dia mencontohkan bagaimana mahasiswa dapat melakukan penelitian dan diskusi tentang aksesibilitas bagi kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas.
“Banyak universitas yang masih belum memiliki fasilitas memadai untuk kelompok rentan. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang untuk melakukan perbaikan,” ujar Bayu.
Bayu menambahkan bahwa generasi muda memainkan peran sentral dalam mendorong perubahan.
“Saya tidak bermaksud mendikte bagaimana prosesnya, tapi jika kita punya niat untuk mengembangkan diri dan lingkungan, ada banyak ruang untuk memberikan dampak positif,” katanya.
Ia juga menyoroti kurangnya fasilitas yang ramah bagi penyandang disabilitas.
“Banyak fasilitas belum dapat diakses, misalnya kelompok rentan ingin masuk kampus, tetapi tidak ada fasilitas yang mencukupi. Hal ini perlu diperhatikan oleh kaum muda untuk mendorong perubahan,” tegas Bayu.
Refleksi
Acara ini memberikan wawasan mendalam tentang isu gender dan tantangan yang dihadapi kelompok rentan di Aceh. Melalui pemaparan Dessy Setiawaty dan Bayu Satria, kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender dan inklusi sosial semakin dipahami sebagai bagian integral dari pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.
Bayu mengajak generasi muda untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku perubahan. Kesadaran akan minimnya fasilitas bagi penyandang disabilitas di kampus-kampus seharusnya mendorong tindakan nyata.
Secara keseluruhan, acara ini menegaskan bahwa kesetaraan gender dan inklusi sosial bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau organisasi tertentu, tetapi tanggung jawab kita semua. Dengan kolaborasi dan komitmen, kita dapat menciptakan perubahan positif yang berdampak luas.
Penulis: Amirul Kamil, Mahasiswa Ilmu Politik UIN Ar-Raniry