LIRA: Pelatihan Tukang di Subulussalam, Modus Lama Peras Dana Desa
Foto : Dok. Google Image | LIPUTAN GAMPONG NEWS
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Kota Subulussalam kembali jadi sorotan. Kali ini bukan karena prestasi, tapi gegara pelatihan tukang yang justru dipenuhi peserta dari kalangan yang jauh dari dunia teknik termasuk wartawan. Kegiatan yang digelar Minggu (13/4) ini awalnya digadang-gadang akan meningkatkan kapasitas sumber daya desa. Namun kenyataan di lapangan berkata lain: alih-alih memberdayakan tukang, pelatihan ini malah jadi ajang plesiran.
Anggaran yang digelontorkan pun tak main-main, mencapai Rp2,4 miliar. Setiap desa disebut menyetor hingga Rp77 juta. Dengan angka sebesar itu, ekspektasi warga tentu tinggi. Mereka berharap para peserta pulang dengan kemampuan memasang keramik, menyambung kabel, atau setidaknya pegang bor dengan benar. Tapi hasilnya? Yang dibawa pulang hanya sertifikat dan cerita soal enaknya tidur di hotel Medan.
Keanehan ini memantik reaksi keras dari sejumlah LSM. Mereka menyebut pelatihan ini sebagai "program titipan" yang minim transparansi. Lebih miris lagi, kegiatan ini tidak pernah tercatat dalam dokumen perencanaan resmi seperti musrenbang. Lantas, muncul dari mana kegiatan ini? Patut dicurigai kegiatan ini adalah bentuk balas jasa pasca Pilkada, terindikasi ada pihak yang memaksakan kegiatan ini kepada Wali Kota yang baru. Kesan yang muncul, program ini terlalu dipaksakan hingga akhirnya merugikan banyak desa di Subulussalam. Terlalu naif jika kegiatan seperti ini diklaim lahir dari forum musyawarah, sementara yang terlihat lebih menyerupai hasil kesepakatan di grup WhatsApp eksklusif.
Seorang Tenaga Ahli Pendamping Desa mengaku tak tahu-menahu. Ia menegaskan bahwa pendamping hanya bertugas memfasilitasi, bukan merancang program. Jadi jika pelatihan bisa muncul tanpa proses formal, semua mata sebaiknya mengarah ke pemerintah desa dan Pemko. Di sana mungkin ada 'sutradara' yang lebih paham alur drama ini.
Ironisnya, semua ini terjadi di bawah slogan “Subulussalam Mandiri Berkelanjutan.” Slogan yang kini terasa bagai satire. Bukannya mencetak SDM andal, program seperti ini justru memperkuat sinisme publik terhadap pengelolaan dana desa yang tidak berpihak pada rakyat, tapi pada kroni-kroni dekat pengambil kebijakan.
Masyarakat berharap ke depan pelatihan benar-benar diarahkan ke kelompok yang tepat, bukan ke peserta titipan. Jangan sampai ke depan muncul pelatihan bertani di pusat perbelanjaan atau pelatihan nelayan di tengah hutan. Asal ada anggaran, semuanya bisa 'diakali'—begitu sinisme yang kini hidup di tengah warga.
Sementara itu, M. Saleh Selian, aktivis Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) mengungkapkan, "Modus turut menggerogoti dana desa dengan cara kegiatan pelatihan atau Bimtek, hal ini terindikasi sudah menjadi budaya bertahun-tahun. Biasanya kegiatan yang menggunakan dana desa adalah program titipan pihak tertentu yang merugikan dana desa. Saat ini yang paling urgent adalah penanggulangan penyalahgunaan narkoba, nah hal ini yang seharusnya menjadi perhatian serius, lebih baik dana desa digunakan untuk biaya siaga desa mencegah peredaran narkoba di desa masing-masing. Pembegalan dana desa melalui kegiatan kegiatan yang kurang mamfaat itu harus menjadi perhatian serius dari aparat penegak hukum (APH), artinya jangan mau diajak turut terlibat didalam proses kegiatan yang sifatnya menghamburkan keuangan negara.”
Menurut informasi terbaru, peserta pelatihan ini dijadwalkan akan berangkat ke Medan pada hari Senin, 14 Maret. Seiring dengan hal ini, semakin jelas bahwa program ini tidak hanya menyisakan tanda tanya besar mengenai manfaatnya bagi masyarakat, tetapi juga membuka peluang bagi munculnya dugaan penyalahgunaan dana yang lebih besar. (**)