19 September 2024
Kampus

Kearifan Lokal di Era New Normal Menurut Dr Bustami Abubakar MHum

Foto : Dr Bustami Abubakar MHum, sedang menyampaikan materi didampingi Munawar Liza dalam seminar di kampus UTU Meulaboh | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kajian Hukum, Adat dan Budaya Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh kembali melaksanakan Seminar yang bertajuk “Tantangan dan Harapan Pelaksanaan Kearifan Lokal di Era New Normal”.

Seminar yang digelar di Aula Utama GKT kampus UTU, Kamis (13/10/2022), dengan menghadirkan dua narasumber masing-masing, Dr Bustami Abubakar MHum, Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Mantan Walikota, Munawar Liza Zainal.

Dosen Prodi SKI FAH UIN Ar-Raniry Banda Aceh, dalam pemaparan materinya menjelaskan bahwa saatnya kearifan lokal harus mendapatkan perhatian lebih untuk ikut andil dalam ruang masyarakat serta pemerintah, guna menjawab tantangan arus perubahan globalisasi yang terjadi kian pesat seperti sekarang ini.

Lanjut Bustami menjelaskan, kearifan lokal merupakan gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya. Guna menghubungkan kearifan dan nilai-nilai kehidupan dengan pemahaman terhadap sains secara holistik. Pendekatan yang demikian digunakan sebagai upaya untuk memecahkan masalah kehidupan saat ini.

“Dalam konsep antropologi, kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat (indigenous/local knowledge), atau kecerdasan setempat (local genius), atau kebijaksanaan setempat (local wisdom) yang menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity),”sampaikan Bustami yang juga mantan Ketua Umum PD PII Kota Banda Aceh (1998-1999)

Dr. Bustami menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor pendorong atau harapan kearifan lokal masih bertahan sampai saat ini. Pertama, wacana global tentang kegagalan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Kedua, merosotnya kualitas lingkungan alam akibat kepunahan pengetahuan yang menjadi basis adaptasi berbagai komunitas lokal.

Romantisme budaya dan kebutuhan akan jati dirinya di tengah arus globalisasi. Kemudian, terjadi perubahan iklim yang tidak menguntungkan bagi manusia dan terakhir tumbuh kesadaran akan dampak buruk modernitas dan globalisasi." terang Ketua Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Pengda Aceh.

“Saat ini kearifan lokal dianggap tidak relevan, tidak rasional, dan tidak memiliki kekuatan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan produktivitas dalam dunia modern,” kata Bustami mengakhiri. (R)