06 Desember 2025
Sumut

Kasus Trisna Ginting Diduga Mandek di Polsek Pancur Batu, Publik Desak Kapolda Sumut Turun Tangan

LIPUTANGAMPONGNEWS.ID -
Penanganan kasus dugaan pengeroyokan terhadap Trisna Aditya Ginting yang ditangani Polsek Pancur Batu kembali menjadi sorotan. Ketua Umum DPP Tim Kompas Nusantara (TKN), Adi Warman Lubis, menilai proses hukum penuh kejanggalan dan berjalan di tempat. Ia menegaskan, lebih dari 21 hari berlalu sejak laporan dibuat, namun SP2HP tak kunjung diterbitkan, padahal visum, barang bukti, saksi, hingga olah TKP disebut telah rampung.

Adi Warman Lubis, kepada wartawan pada Senin (24/11/2025), mengatakan bahwa lambannya proses hukum ini menunjukkan adanya masalah serius yang tidak boleh dibiarkan begitu saja. Menurutnya, publik berhak mendapatkan keadilan yang tidak diperlambat secara tidak wajar.

Trisna Ginting, yang wajahnya lebam dan penglihatannya terganggu akibat pengeroyokan, menjelaskan bahwa pelaku bukan hanya dua orang terlapor, tetapi lebih banyak dari itu. Ia mengaku tak bisa mengenali seluruh pelaku karena kondisi fisiknya yang sudah babak belur. Dua orang yang ia laporkan merupakan pelaku yang masih dapat ia identifikasi.

Berdasarkan keterangan korban dan Adi Lubis, sesaat setelah kejadian warga bersama Kepala Desa Stepanus Tarigan membawa korban ke RS Umum Pancur Batu. Namun sebelum mendapat perawatan, dua oknum yang diduga intel tiba dengan mobil Avanza hitam dan memaksa membawa korban ke Polsek Pancur Batu. Perawat sempat melarang karena korban belum ditangani, namun dipaksa dengan alasan Kapolsek membutuhkan keterangan segera. Korban yang kesulitan berjalan akhirnya diboyong dalam kondisi lemah.

Setibanya di polsek, korban tidak bertemu Kapolsek, melainkan Kanit Junaedy Karo Sekali yang ketika itu bersama keluarga terlapor. Korban mengaku sempat dihalangi untuk membuat laporan polisi dan diarahkan untuk “damai kekeluargaan”, meski kondisinya memerlukan penanganan medis mendesak. Trisna bersikeras membuat laporan serta meminta surat visum sebelum akhirnya pulang sekitar pukul 03.00 WIB dan dirawat bidan karena keterbatasan biaya.

Keesokan harinya, korban diminta melakukan visum ulang di RS Brimob dengan alasan visum RS Pancur Batu tidak berlaku. Di RS Brimob, korban diminta opname dan menjalani CT Scan dengan deposit awal sekitar Rp3 juta dan estimasi biaya total mencapai Rp15 juta. Tak sanggup membayar, Trisna kembali pulang dan dirawat bidan selama tiga hari sebelum akhirnya menjalani CT Scan di RS Materna dengan biaya sekitar Rp3 juta.

Adi Lubis menyebut seluruh rangkaian kejanggalan tersebut tidak bisa didiamkan. Ia menilai sangat ironis bahwa lebih dari tiga minggu berlalu tanpa satu pun terduga pelaku diamankan, sementara keluarga korban tidak menerima SP2HP. Proses hukum di Polsek Pancur Batu, katanya, justru menunjukkan ketidakpatuhan terhadap prosedur dan berpotensi mencederai rasa keadilan publik.

Ia mendesak Kapolda Sumatera Utara dan Kapolresta Medan turun tangan agar kasus ini tidak terus mandek. Jika dibiarkan, publik dapat kembali menilai bahwa hukum “tumpul ke atas, tajam ke bawah”. Menurut Adi, hukum harus tegak tanpa pandang bulu dan tidak boleh dipengaruhi kedekatan, jaringan, atau kepentingan tertentu.

Dengan bukti, saksi, dan hasil olah TKP yang telah ada, Adi menegaskan bahwa Polsek Pancur Batu seharusnya sudah dapat mengamankan para terduga pelaku. “Hukum tidak boleh tunduk pada tekanan siapa pun. Jika pelakunya sudah jelas, tangkap. Jangan biarkan korban menunggu tanpa keadilan,” tegasnya. (Tim)