30 Oktober 2025
News

Jangankan 5 Ribu, 50 Ribu pun Rakyat Siap Mengguncang, Setelah Pati Siapa Lagi?

Foto : Dok. Google Images | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDSejak awal tahun, Pati bergolak. Bara ketidakpuasan tersimpan lama kini menyala terang. Bupati Sudewo, yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, justru memantik kemarahan dengan kebijakan dan pernyataan arogan. “Silakan demo, mau 5 ribu atau 50 ribu orang, ayo!” Kalimat itu bukan sekadar tantangan, tapi undangan terbuka bagi rakyat yang sudah lama menahan amarah.

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen menjadi pemicu utama. Di tengah kondisi ekonomi yang rapuh, rakyat merasa dibebani secara tidak adil. Sementara itu, proyek videotron senilai miliaran rupiah dibangun, seolah menutup mata terhadap kebutuhan dasar masyarakat. Kritik deras pun dibalas respons defensif dan sinis, memperlihatkan jurang lebar antara janji dan kenyataan.

Rakyat mulai menyadari bahwa kesabaran mereka diuji. Di pasar, warung kopi, dan grup WhatsApp, warga berbicara serius tapi sinis, jika perlu, puluhan ribu pun siap turun ke jalan. Mereka tidak sekadar protes, mereka menagih janji dan tanggung jawab yang selama ini diabaikan. Kesabaran rakyat bukan tak terbatas, dan gelombang yang datang bisa mengguncang kursi kekuasaan tertinggi sekalipun.

DPRD Pati pun bergerak cepat. Panitia Khusus (Pansus) pemakzulan dibentuk untuk menelusuri 12 kebijakan kontroversial, mulai dari PBB hingga proyek megah yang dinilai tidak prorakyat. Media lokal dan nasional ramai memberitakan langkah ini, menandai catatan kelam dalam sejarah politik kabupaten. Tindakan ini bukan hanya formalitas, ini sinyal tegas bahwa rakyat tidak bisa diabaikan.

Situasi ini bahkan sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Dalam pernyataan resmi yang dimuat media, Presiden menegaskan pentingnya komunikasi yang empatik, kebijakan yang tidak memicu keresahan sosial, dan kewaspadaan terhadap ketidakpuasan publik. Meski tidak menyebut nama, pesan itu dibaca sebagai peringatan tegas terhadap pemimpin yang mengabaikan rakyat.

Kalimat “jangankan 5 ribu orang” kini menjadi simbol perlawanan. Apa yang awalnya berniat menakuti, justru memantik semangat. Rakyat berbisik-bisik bahwa jika perlu, puluhan ribu akan turun. Mereka datang bukan untuk ribut, tapi untuk menagih janji dan hak yang telah lama diabaikan. Kekuasaan yang arogan bisa goyah ketika rakyat bersatu.

Sejarah membuktikan, kesombongan adalah undangan menuju kejatuhan. Pemimpin yang lupa menunduk dan mendengar rakyatnya sedang menggali lubang untuk karier politiknya sendiri. Gelombang protes ini menjadi peringatan, kekuasaan tanpa empati bukan kekuatan, tapi bom waktu politik yang siap meledak.

Setelah Pati, siapa lagi yang akan membuka mata terhadap pemimpin yang abai? Jangankan 5 ribu, 50 ribu pun siap mengguncang. Dan ketika rakyat bersatu, yang tinggi kepala bisa jatuh seketika. Saatnya pemimpin menimbang kata dan langkah, sebelum gelombang itu benar-benar datang menghantam. (**)