Artikel
Dampak Kelayakan Pembangunan Fly Over/ Underpass Pada Kawasan Simpang Surabaya, Banda Aceh
Foto : Hasil Pembangunan Flayover Simpang Surabaya (Muhammad Iqbal) | LIPUTAN GAMPONG NEWS
OPINI - Banda Aceh yang juga menjadi salah satu titik kemacetan utama di Kota Banda Aceh (Ruslan et al., 2016). Pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan merupakan salah satu prioritas pembangunan kota (Pemerintah Kota Banda Aceh, 2017).
Upaya pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh elemen sistem sosial, budaya, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, politik, kelembagaan, pendidikan dan teknologi (Muhamad Janu, 2013).
Meningkatnya jumlah kendaraan pribadi menyebabkan masalah transportasi yang serius di Kota Banda Aceh (Sugiarto et al., 2019). Namun, jalan layang ini juga dapat memberikan dampak negatif, seperti memicu semakin banyaknya kendaraan pribadi dalam jangka panjang karena prioritas pada kendaraan pribadi serta menciptakan ruang kosong dan tidak menarik di bawah jalan layang (Jamila & Wijayaningsih, 2022).
Selain itu, ruang sisa di bawah jalan layang sering kali terbengkalai dan ditempati oleh para gelandangan (Aisyah et al., 2020).
Simpang Surabaya ini menghubungkan pusat kegiatan utama di Banda Aceh, seperti Pusat Kota Baiturrahman, pusat kota baru di Batoh, dan kawasan perdagangan dan jasa di Beurawe.Jadi, lalu lintas di kawasan ini berasal dari beberapa jalan utama di Banda Aceh, sehingga mengakibatkan arus lalu lintas yang tinggi.
Untuk mengurangi kemacetan, pemerintah kota membangun jalan Flyover di persimpangan strategis seperti di daerah Simpang Surabaya Kota Banda Aceh pada tahun 2015 Jalan layang ini memiliki panjang 851 m dan lebar 17,5 m yang terdiri dari ruas jalan dari Jalan Teungku Chik Ditiro hingga Jalan Teungku Imuem Lueng Bata.
Dampak Terhadap Kawasan
Mengingat adanya dampak yang berbeda-beda, maka perencanaan jalan layang tidak hanya mempertimbangkan aspek transportasi saja, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan estetika (Supriyadi & Muntohar, 2015).
Berdasarkan studi kelayakan pembangunan jalan layang, jalan layang Simpang Surabaya dapat memberikan dampak positif berupa kemudahan akses, kelancaran arus lalu lintas, serta penghematan biaya operasional kendaraan dan waktu tempuh.
Meski daya tarik kawasan Simpang Surabaya mulai menurun, pemerintah berpendapat bahwa jalan layang tersebut berdampak positif bagi lalu lintas dan perekonomian di tingkat kota dan nasional karena memperlancar arus lalu lintas di jalan arteri primer tersebut.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh, dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Aceh sependapat bahwa jalan layang tersebut berdampak positif karena memperlancar arus lalu lintas di tingkat kota.
Jadi, terlepas dari menurunnya pendapatan usaha, perwakilan pemerintah menilai pembangunan jalan layang tersebut sebagai kebijakan pembangunan infrastruktur yang positif di tingkat makro dan kota.
Stategi Pengembangan Kawasan
Kawasan Simpang Surabaya merupakan kawasan komersial yang ramai dengan aktivitas yang padat. Di kawasan ini terdapat berbagai jenis usaha, pertokoan, dan toko.
Oleh karena itu, kawasan ini menarik banyak pembeli. Namun demikian, analisis menunjukkan bahwa pembangunan jalan layang berdampak negatif terhadap pendapatan usaha, Perubahan pendapatan pelaku usaha di setiap segmen ditunjukkan pada gambar berikut:yang menunjukkan bahwa sebagian besar segmen di Simpang Surabaya mengalami penurunan pendapatan usaha pasca pembangunan flyover.
Penurunan pendapatan terutama dialami oleh segmen yang berada langsung di sisi flyover, yaitu segmen II, III, VII, VIII, dan IX.
Selain itu, beberapa usaha di segmen IV yang tidak jauh dari flyover juga mengalami penurunan pendapatan yang signifikan. Namun, segmen V, VI, dan X yang tidak berada di sisi flyover mengalami peningkatan pendapatan usaha. Hal ini menunjukkan bahwa setiap segmen mengalami dampak yang berbeda dari jalan layang, tergantung pada lokasi segmen tersebut terhadap jalan layang.
Hal ini juga mencontohkan pada studi kasus di Pemerintah Mesir Kota Nash yang terletak di bagian Timur Kairo telah mengalami Transformasi Perkotaan (Urban Transformation/UT) yang luar biasa dalam beberapa dekade selama lima era politik berturut-turut (1956-2024).
Transformasi fisik ruas jalan dan moda transportasi Mostafa AL Nahas Road, jalan utama di distrik NC, memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang intervensi perencanaan mobilitas perkotaan di NC, dengan berani merencanakan dua jalur monorel di Mesir (sekarang dalam tahap konstruksi terakhir). Jalur pertama menghubungkan wilayah perkotaan Timur GCR dengan Ibu Kota Administratif Baru dengan panjang 54 Km dan 22 stasiun. Dimulai dari Jalan Youssef Abbas, NC untungnya akan mengakomodasi 5 stasiun dari 22 stasiun, Jalur laying monorel telah menjadi fitur penting di cakrawala NC.Kesimpulan
Pasca pembangunan infrastruktur flyover, pendapatan usaha di kawasan Simpang Surabaya sebagian besar menurun. Ruas kiri dan kanan flyover mengalami penurunan pendapatan usaha paling drastis.
Banyak pertokoan di kawasan ini yang tutup dan tidak berpenghuni. Penurunan pendapatan disebabkan oleh minimnya lahan parkir, sulitnya mobilitas antarzona, dan menurunnya kunjungan.
Namun, beberapa ruas mengalami peningkatan pendapatan, terutama ruas yang tidak bersinggungan langsung dengan flyover. Ruas tersebut diuntungkan dengan akses yang lebih baik akibat adanya flyover.
Jalan layang tersebut mengurangi daya tarik kawasan tersebut, yang menyebabkan menurunnya minat dan permintaan pemilik usaha untuk membeli tanah dan menyewa ruko di kawasan tersebut. Akibatnya, harga sewa ruko dan tanah di segmen tersebut mengalami penurunan pendapatan.
Dengan demikian, jalan layang tersebut telah menurunkan nilai strategis kawasan ini bagi pemilik usaha, yang berujung pada dampak ekonomi yang tidak berkelanjutan bagi usaha di kawasan Simpang Surabaya.
Penulis: Muhammad Iqbal - (23040204010010) - Mahasiswa Magister Arsitektur - Universitas Syiah Kuala.