Eksekusi Terhadap PT KA atas Kasus Pembakaran Lahan Rawa Tripa Terhalang karena Perbedaaan Persepsi antara KLH dan PN Suka Makmue
Liputangampongnews.id – Berlarut-larutnya proses ekeskusi terhadap PT Kallista Alam atas kasus pembakaran lahan seluas 1.000 hektar di kawasan Rawa Tripa yang telah diputuskan Pengadilan Negeri Meulaboh, menjadi topic yang diusung pada FGD yang diselenggarakan Pemkab Nagan Raya dan Forum LSM Aceh di Aula Sekda Kabupaten pada Rabu (1/9/2021). Yang menjadi peserta diskusi itu, antara lain, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH), Pemda, PN Suka Makmue dan pegiat LSM Aceh.
FGD tersebut bermaksud mengulas perkembangan terkini soal eksekusi yang belum berjalan sampai sekarang. Pemerintah Kabupaten Nagan Raya merasa berkepentingan mempertanyakan eksekusi itu, karena sengketa tesebut berada di wilayah mereka. Diskusi berlangsung secara online dan offline.
“proses eksekusi ini memang merupakan ranah Kementerian KLH dan Pengadilan. Makanya kita menggelar diskusi untuk mengungkap di mana sebenarnya hambatan sehingga eksekusi belum bisa berjalan. Padahal kasusnya sudah sangat lama,” kata Asisten II bidang Ekonomi dan Pembangan Pemkab Nagan Raya, Amran ST.
Senada dengan Amran, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nagan Raya Teuku Hidayat juga mengutrakan hal yang sama. “Kita ingin agar masalah ini terang benderang sehingga tidak ada pihak yang dituduh bermain untuk menunda-nunda proses eksekusi ini,”katanya.
Diskusi dipimpin oleh Ahmady dari Forum LSM Aceh. Suasana diskusi berlangsung seru karena terjadi perdebatan sengit antara Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian LH, Jasmin Ragil Utomo dan Humas Pengadilan Negeri Suka Makmue Rangga Desnata.
Ragil Utomo menegaskan, eksekusi sebenarnya sudah bisa dilakukan karena MA sudah mengatakan bahwa putusan yang mengharuskan PT Kallista Alam membayar ganti rugi sebesar Rp 366 miliar sudah berkekuatan hukum. Semua gugatan yang terkait dengan sengeketa lahan itu sudah selesai.
“Harusnya eksekusi sudah tidak ada halangan lagi. Tapi yang berperan dalam ekskeusi ini adalah Pengadilan Negeri Suka Makmue. Herannya mereka enggan bertindak tegas dengan berbagai alasan yang sulit kami terima,” kata Ragil Utomo.
Padahal, tambahnya, Kementerian LH sebagai pemohon sudah melengkapi semua administrasi yang dibutuhkan. Bahkan pada November 2020, KLH pernah turun dengan tim lengkap ke Nagan Raya untuk melakukan penghitungan asset PT Kallista Alam yang harus dieksekusi. Turut mendampingi tim itu, antara lain, dari Bareskrim Mabes Polri, Polda Aceh, Polres Nagan Raya dan lainnya.
“Sayangnya, rencana kami itu tidak didukung oleh kebijakan dari Pengadilan Negeri Suka Makmue. Padahal mereka adalah pemegang kunci utama untuk proses eksekusi itu,” kata Ragil. Akibatnya, penghitungan asset untuk eksekusi itu batal dilaksanakan. Tim KLH terpaksa pulang kembali ke Jakarta karena ditolak oleh warga dan pihak PT Kallista Alam.
Gagalnya penghitungan asset itu membuat proses eksekusi sampai sekarang tidak bisa dilakukan. Dampaknya, hingga kini pihak PT Kallista Alam belum mau membayar ganti rugi atas tindakan pembakaran lahan di kawasan Rawa Tripa yang mereka lakukan.
Namun tuduhan dari Ragil Utomo itu dibantah oleh Humas PN Suka Makmue, Rangga Desnata.
Menurutnya, hambatan eksekusi itu bukan karena kesalahan lembaga pengadilan, tapi karena proses administrasi untuk kegiatan eksekusi itu belum lengkap.
Rangga juga mengaku kalau PN Suka Makmue belum mendapat surat resmi yang lengkap dari PN Meulaboh atas proses eksekusi itu. Ketentuan lain yang berkaitan dengan langkah eksekusi juga belum lengkap sehingga PN Suka Makmue tidak mau bertindak gegabah. Sebelum surat administrasi itu lengkap, Rangga mengaku sulit bagi PN Suka Makmue melakukan eksekusi terhadap PT Kallista Alam.
Pernyataan Rangga ini sempat dibantah keras oleh Ragil Utomo. Menurutnya, alasan PN Suka Makmue itu terlalu mengada-ngada. Hal itu menunjukkan itikad baik dari pengadilan untuk melakukan eksekusi tidak ada sama sekali.
“Persyaratan yang diminta PN Suka Makmue itu terlalu mengada-ngada. Seharusnya hal-hal administraif seperti itu tidak dibutuhkan. Bagaimanapun eksekusi sudah bisa dilaksanakan karena sesuai putusan MA. Kami kira itikad baik dari Pengadilan Suka Makmue yang tidak ada,” tegas Ragil.
Hal ini dipertegas lagi oleh Shaifuddin Akbar, selakuKepala Sub Direktorat Penyidikan Perusakan Lingkungan KLH yang kerap menghadiri sidang sengketa lahan di Rawa Tripa itu. Akbar tegas menyatakan, hambatan ekskekusi itu justru ada di PN Suka Makmue. Indikasi itu terlihat dari sikap Ketua Pengadilan yang tidak mau menetapkan Kantor Jasa Penilai PUblik (KJPP) yang bertinfak selaku penghitung nilai asset yang dieksekusi.
Perdebatan sengit antara Humas Pengadilan dan Tim Hukum dari KLH itu membuat suasana diskusi kian gemuruh. Asisten II Amran terpaksa menengani dialog itu agar lebih tenang. Diskusi yang dimulai pukul 10.00 Wib itu akhirnya ditutup sebelum sholat djuhur.
Amran berharap diskusi ini menjadi langkah awal agar semua hambatan untuk proses eksekusi sebaiknya diselesaikan. Kami selaku Pemerintah Nagan Raya hanya bisa mendukung agar proses eksekusi ini berjalan lancar,” kata Amran.
Baik tim KLH maupun PN Suka Makmue juga sepakat untuk menyelesaikan perbedaan persepsi yang masih terjadi soal eksekusi ini. “Kami bersedia duduk bersama tim KLH untuk menyelesaikan perbedaan pendapat ini,” kata Rangga Desnata selaku perwakilan dari PN Suka Makmue. Ia berharap perbedaan pendapat ini segera diselesaikan sehingga proses eksekusi bisa berjalan.
Eksekusi terhadap asset PT Kallista Alam terkait dengan gugatan KLH atas kasus pembakaran lahan sekitar 1.000 hektar di lahan Rawa Tripa pada periode 2009-2012. PN Meulaboh memenangka gugatan itu pada 15 Juli 2014 dengan memvonis PT. Kallista Alam sebgaai poihak bersalah. Perusahan kelapa sawit itu dihukum membayar ganti rugi Rp 366 miliar, dengan rincian Rp114,3 miliar ke kas negara dan membayar dana pemulihan lahan Rp251,7 miliar.
Berbagai upaya perlawan sudah dilakukan PT Kallista Alam untuk melawan gugatan itu, tapi semuanya gagal. Namun setelah tujuh tahun putusan itu ditetapkan, ekskusi belum bisa dilakukan sampai sekarang, meski MA menyatakan putusan itu sudah berkekuatan tetap alias inkracht. (***)