BANJIR PIDIE JAYA
Dua Are Breuh, Saboh Sarimi: Jerit Sunyi Korban Banjir di Gampong Mesjid Panteraja
LIPUTANGAMPONGNEWS.ID - Malam gelap turun perlahan di Gampong Mesjid, Kecamatan Panteraja, Kabupaten Pidie Jaya, namun cahaya tak pernah benar-benar datang. Sejak 26 November hingga 8 Desember 2025, listrik padam saban malam. Rumah-rumah yang selamat dari terjangan air kini terkurung dalam gelap, seolah menjadi simbol dari nasib warga yang juga masih terabaikan tiga belas hari pascabanjir.
Sudah 13 hari berlalu sejak banjir terakhir surut, tetapi kehidupan warga belum juga kembali mengalir normal. Di Gampong ini, sekitar 360 rumah dilaporkan terdampak, sebagian di antaranya rusak berat. Lumpur mengering di lantai, kayu-kayu dinding mengelupas, dan masih tersisa bau anyir air yang merendam harta benda warga.
Teungku Ismail, Imum Gampong Mesjid, mengungkapkan bahwa sebagian besar warganya hampir tidak tersentuh bantuan. Yang pernah mereka terima, katanya, hanya tiga botol air mineral, satu bungkus mi instan, dan sekitar lima kilogram beras. Jumlah tersebut tak sebanding dengan kebutuhan ratusan kepala keluarga yang berjuang memulihkan hidup dari reruntuhan.
Kepedihan itu juga dirasakan Andika, warga miskin yang rumahnya rusak parah diterjang banjir. Atap bocor, dinding renggang, lantai papan menghitam oleh lumpur. Sejak bencana, ia mengaku hanya menerima 2kg beras dan satu bungkus mi instan. “Sudah hampir dua minggu kami tinggal begini. Kalau malam dingin, kalau siang panas. Anak-anak sering lapar,” ucapnya lirih.
Hal serupa dituturkan Nurhasni, ibu rumah tangga yang mengandalkan penghasilan harian suaminya. Sejak banjir, dapur mereka sepi. Kompor jarang menyala, panci kerap kosong. “Yang datang cuma dua are breuh dan saboh Sarimi. Itu saja sampai sekarang. Sudah 13 hari kami masih menunggu,” katanya dengan suara bergetar.
Pasca bencana, tak sedikit warga yang terpaksa menahan lapar. Bukan karena tak ingin memasak, tapi karena memang tak ada bahan. Uang habis, pekerjaan terhenti, dan bantuan tak kunjung tiba. Banjir bukan hanya merusak rumah, tetapi juga merampas rasa aman dan kepastian hidup.
Kini, warga Gampong Mesjid menggantungkan harapan pada kepedulian semua pihak. Mereka tak meminta berlebih, hanya ingin diingat. Di tengah gelap yang panjang setiap malam, mereka menunggu cahaya kecil bernama bantuan, yang semoga segera datang, sebelum lelah berubah menjadi keputusasaan. (DP)




.jpeg)


