23 Agustus 2025
Daerah

Carut-Marut APBK 2024 Pidie Jaya: Salah Klasifikasi Rp19 Miliar, Honorarium Fiktif, dan Celah Korupsi

Foto : Dok. Alur Temuan BPK | LIPUTAN GAMPONG NEWS

LIPUTANGAMPONGNEWS.IDBadan Pemeriksa Keuangan (BPK) membeberkan temuan mencengangkan dalam audit Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Pidie Jaya tahun 2024. Laporan hasil pemeriksaan mengungkap dua persoalan besar: salah klasifikasi belanja senilai Rp19 miliar di Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan pembayaran honorarium fiktif Rp33 juta di dua SKPK, yakni Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Sekretariat Baitul Mal.

Di Dinas PU, proyek-proyek bernilai miliaran rupiah yang sejatinya masuk kategori belanja modal untuk membiayai aset jangka panjang seperti jalan, jembatan, dan infrastruktur publik malah dicatat pada pos belanja yang tidak semestinya. BPK menilai praktik ini bukan sekadar salah input, melainkan bentuk pelanggaran yang bisa menyamarkan tujuan anggaran dan mengaburkan jejak akuntabilitas.

Salah klasifikasi ini mengaburkan transparansi keuangan daerah. Belanja modal yang semestinya dapat diawasi publik menjadi sulit dilacak efektivitasnya. BPK menyatakan, kesalahan semacam ini rawan dimanfaatkan untuk memindahkan dana secara tidak sah atau menutupi alokasi proyek bermasalah.

Tak kalah serius, audit BPK juga menemukan pembayaran honorarium kepada tim yang keberadaannya dipertanyakan. Di BPBD, sebesar Rp14,18 juta dibayarkan kepada tim yang seluruhnya berasal dari internal lembaga tanpa prosedur pembentukan tim lintas unit. Sementara di Sekretariat Baitul Mal, honorarium Rp19,2 juta dibayarkan untuk pengelolaan aplikasi internal pekerjaan yang sejatinya menjadi tugas rutin pegawai tanpa honor tambahan.

Menurut BPK, pembayaran ini melanggar aturan karena tidak ada dasar hukum yang sah, Surat Keputusan (SK) resmi, maupun bukti kinerja yang jelas. Dengan kata lain, ini adalah honorarium fiktif uang publik yang keluar tanpa legitimasi dan tanpa manfaat yang terukur.

Fakta ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal Pemkab Pidie Jaya. Kepala SKPK terkesan membiarkan prosedur dilanggar, sementara sistem pengendalian internal nyaris tidak berfungsi. Kondisi ini menciptakan celah lebar bagi praktik penyimpangan, bahkan berpotensi menjadi pintu masuk korupsi terstruktur.

BPK merekomendasikan agar Bupati Pidie Jaya segera memerintahkan pengembalian seluruh dana honorarium tak sah ke kas daerah, memperbaiki pencatatan anggaran, dan memperketat verifikasi belanja. Dinas PU diminta mematuhi klasifikasi belanja sesuai aturan, sementara BPBD dan Baitul Mal harus menghentikan pemberian honorarium tanpa dasar hukum.

Kasus ini bukan sekadar soal angka di laporan keuangan, tapi gambaran rapuhnya integritas pengelolaan APBK. Jika pola ini terus dibiarkan, Pidie Jaya berisiko terjebak dalam lingkaran kebocoran anggaran, program pembangunan yang macet, dan kepercayaan publik yang terkikis habis. (**)